Rangkuman FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN, PERMINTAAN, DAN DAYA SAING

lain-lain. Hal-hal tersebut penting apabila akan mengembangkan udang olahan di Indonesia. Tabel 38. Perbandingan Total Surplus Hasil Memproduksi Produk Udang Bernilai Tambah di Philipina No. Produk Awal Produk akhir Total surplus peso Kategori 1 HO live 674 A 2 HOSO HOSO dried D 151 A 3 HOSO Headless peeled cooked H 2350 A 4 HOSO Headless peeled frozen I 2273 A 5 HOSO Headless peeled dried J 3227 A 6 HOSO Breaded cooked K 1531 A 7 HOSO Breaded frozen L 1604 A 8 HOSO frozen Headless frozen M 514 A 9 HOSO frozen Headless peeled frozen N 4516 A 10 HOSO frozen Breaded frozen O 3593 A 11 HOSO HOSO cooked 277 B 12 HOSO HOSO frozen 2 B 13 HOSO Headless cooked -351 C 14 HOSO Headless frozen -435 C 15 HOSO Headless dried -580 C Sumber: Salayo 2003 Keterangan: HOSO = head on shell on udang yang masih memiliki kepala dan ekor A. Intensif tenaga kerja dan teknologi B. Teknologi moderat, dan kurang tenaga kerja C. Kurang tenaga kerja dan teknologi

6.6. Rangkuman

1. Harga pakan dan serangan penyakit merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat produksi yang berpengaruh terhadap penawaran dan akhirnya berpengaruh terhadap daya saing. 2. Pengaruh produktivitas belum signifikan karena mayoritas tambak dikelola secara tradisional dengan produktivitas rendah. 3. Thailand lebih memfokuskankan pada upaya memproduksi udang bermutu. Pemernitah Thailand berubah dari “strong regulator” menjadi fasilitator, dan pendekatan kluster yang digunakan merupakan key success factors keberhasilan industri udang Thailand. 4. Pada perdagangan udang segar, penurunan daya saing udang Indonesia di pasar Jepang diduga karena kurangnya pemenuhan akan persyaratan mutu, menurunnya permintaan, dan ketidaksiapan infrastruktur dalam mendukung ekspor udang dalam bentuk segar. Penurunan di ketiga pasar diduga karena udang segar merupakan bagian kecil dari porsi dan untuk menumbuhkannya dibutuhkan sarana infrastruktur lengkap dan porsi yang makin besar dari ekspor produk lainnya selain udang. 5. Penurunan daya saing udang beku Indonesia di pasar Jepang diduga karena pengaruh komposisi produk yang didominasi udang vaname dari sebelumnya udang windu. Peningkatan daya saing di pasar AS dan UE-27 diduga karena ketersediaan bahan baku. Sebaiknya Thailand menurun diduga karena tingkat persaingan yang semakin ketat. 6. Penurunan daya saing ekspor udang olahan Indonesia di pasar Jepang diduga karena pengaruh komposisi produk yang didominasi udang vaname dari sebelumnya udang windu. Peningkatan daya saing di pasar AS diduga karena persyaratan mutu, harga ekspor, dan komposisi produk. 7. Penggunaan dummy penerapan mutu sebagai indikator mutu memberikan hasil yang tidak konsisten untuk produk udang yang berbeda. Akan tetapi memberikan tanda yang sama baik untuk Thailand maupun Indonesia yaitu bernilai negatif untuk pasar UE-27. 8. Terkait sanksi penerapan mutu, UE-27 menekankan pada negara pengekspor, AS menekankan pada perusahaan eksportir, sedangkan Jepang menekankan pada importir. Dengan demikian, ketatnya atau pelarangang ekspor ke suatu negara, misalnya ke UE-27 memungkinkan eksportir tersebut mengekspor ke tujuan lainnya seperti AS. 9. Thailand beralih ke produk bernilai tambah karena tingginya tingkat upah. Unit Pengolah Ikan di Thailand memanfaatkan keahlian dan pengalaman SDM Thailand untuk memperoleh keunggulan kompetitif. 10. Kunci utama peningkatan ekspor berasal dari mutu hasil perikanan yang memenuhi standar keamanan pangan dan permintaan pasar. Hal tersebut akan membangun kepercayaan konsumen dan memelihara citra produk sehingga pasar ekspor semakin komprehensif. Citra yang baik akan memudahkan peningkatan akses pasar melalui negosiasi pengurangan hambatan perdagangan secara bilateral antar pemerintah. 11. Biaya transaksi pada industri udang, misalnya untuk pakan relatif masih tinggi. Biaya menjadi tinggi antara lain karena infrastruktur yang belum baik.

VII. PRODUKTIVITAS TAMBAK TAHUN 1990-2008 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOTAL