Konsep Daya Saing TINJAUAN PUSTAKA

digunakan dalam implementasi kebijakan kurang bersifat holistik, kurang melibatkan semua stakeholders yang terkait dengan program tersebut. Tabel 9. Kebijakan Antisipasif Pemerintah dalam Menghadapi Hambatan Perdagangan Internasional No. Hambatan Perdagangan Kebijakan Antisipatif Pemerintah 1. Residu chloramphenicol Penerapan HACCP 2. Embargo udang Kebijakan pemilihan produk 3. Isu lingkungan dan pelabelan Pelabelan organik 4. Panetrasi pasar Perjanjian Pengakuan Mutu 5. Embargo kerang-kerangan Program sanitasi 6. Tarif bea masuk Fasilitas GSP 7. Sanksi sementara Program pengendalian residu hormon dan antibiotik Sumber: Aisya et al., 2005a

2.6. Konsep Daya Saing

Perkembangan konsep daya saing tidak terlepas dari teori perdagangan sejak Adam Smith sampai dengan model-model daya saing yang berkembang dewasa ini. Model-model daya saing tersebut antara lain: Model Penentu Daya Saing Berlian Porter; Model Double Diamond oleh Rugman dan D’Cruz; Model 9-faktor oleh Cho; Model Generalized Double Diamond oleh Moon, Rugman dan Verbeke; Model DGI oleh German Development Institute Coy, 2006; Esterhuizen, 2006. Akan tetapi karena daya saing mempunyai cakupan luas, tidak satupun model yang dapat menjelaskan daya saing secara utuh. Dalam ilmu ekonomi, pengertian daya saing identik dengan konsep efisiensi. Oleh karena itu, konsep daya saing sering digunakan untuk mengukur keunggulan produk suatu negara terhadap negara pesaing. Hal tersebut antara lain dikemukakan oleh Porter et al., 2008 yang mendefinisikan daya saing sebagai country’s share of world markets of its product. Penelitian daya saing untuk komoditas pertanian umumnya dilakukan dari sisi penawaran. Fokus penelitian yaitu pada keunggulan komparatif analisis ekonomi, keunggulan kompetitif analisis finansial, dan dampak kebijakan pemerintah. Apakah komoditas berbasis SDA mempunyai daya saing berkelanjutan atau tidak, Gonarsyah 2007 menyarankan tiga strategi. Pertama, ketahui posisi komoditi tersebut di pasar bersangkutan dan kemungkinan prospeknya. Guna menganalisisnya dapat digunakan metode Domestik Resource Cost DRC, Constant Market Share CMSA, Revealed Comparative Advantage RCA, dan Trade Specialization Ratio TSR. Kedua, kaji apakah harga di pasar benar-benar mencerminkan sebenarnya. Sejauhmana kegagalan pasar terjadi, apakah akibat eksternalitas, sifat barang publik, atau ketidaksempurnaan pasar, bagaimana dengan kegagalan kebijakan, kebijakan korektif pemerintah, bagaimana dampaknya terhadap distribusi pendapatan, dan bagaimana prospeknya. Ketiga, kaji bagaimana kemungkinan dampak peningkatan investasi pada komoditi berbasis sumberdaya alam tersebut terhadap keberlanjutan komponen sumberdaya alam yang mendukungnya dan non-sumber daya alam. Analisis daya saing baik secara kuantitatif maupun kualitatif diperlukan agar analisis bersifat komprehensif. Analisis tersebut akan berbeda-beda tergantung unit analisisnya. Porter et al., 2008 membagi unit analisis daya saing kedalam empat kategori berupa: negara, makro, mikro, produk atau perusahaan. Ditingkat negara, pengukuran daya saing antara lain menggunakan Global Competitiveness Index GCI. Sebagai lingkungan daya saing, aspek makro merupakan titik awal pendefinisian daya saing. Pada tingkat mikro harus diperhitungkan antara lain produktivitas dan indikator berdasarkan biaya. Disamping analisis kualitatif, analisis pangsa pasar juga diperlukan jika menganalisis daya saing pada tingkat sektor. Jika unit analisis berupa perusahaan, maka profitability lebih mendapat penekanan. Selain itu, kebijakan dan praktek- praktek manajemen juga perlu diperhitungkan. Jika unit analisis berupa produk, maka kinerja perdagangan termasuk hal yang harus diperhatikan Coy, 2006. Terkait dengan pemilihan indikator daya saing, Afari 2004 dalam Oktaviani et al., 2008 menyebutkan bahwa indikator daya saing harus memenuhi kriteria: ketepatan, robustness, dapat dibandingkan, tersedia secara berkala, dan ukuran yang dapat diperbaharui. Indikator daya saing perdagangan mencakup tiga hal: kemampuan faktor internal, kemampuan faktor eksternal, dan kebijakan perdagangan. Selanjutnya, International Trade Center ITC, 2007 mengembangkan Trade Performance Index TPI yang bertujuan menganalisis berbagai aspek dari kinerja ekspor dan daya saing berdasarkan sektor dan negara. Pengukuran daya saing bervariasi tergantung unit analisisnya. Menurut Kennedy et al., 1998 dalam mengukur daya saing tidak ada satu ukuran “terbaik” untuk menganalisisnya, akan tetapi pangsa pasar dan profitability merupakan ukuran yangcukup berguna dalam menganalisis daya saing perusahaan. Pangsa pasar merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat persaingan Pitts dan Lagnevik, 1988 dalam Polymeros et al., 2005; Wagiono dan Firdaus, 2009. Dikatakan memiliki daya saing jika keberlanjutan pangsa suatu negara lebih besar dibandingkan pesaing. Sebuah industri kehilangan daya saing jika terjadi penurunan pangsa pasar Markusen, 1992 dalam Coy, 2006. Walaupun perubahan pangsa ekspor tidak menggambarkan secara keseluruhan daya saing, paling tidak, pangsa pasar merupakan ukuran yang menggambarkan daya saing suatu negara di pasar internasional. Kemampuan suatu negara meningkatkan pangsa pasar adalah dengan menjual produk pada harga lebih rendah. Selanjutnya, menurut Keefe 2002 negara yang mempunyai teknologi lebih baik, lebih diuntungkan dengan meningkatnya pangsa pasar. Salah satu kelemahan pendekatan ini yaitu bahwa negara dengan harga produk lebih tinggi, misalnya produk organik, tidak berarti mempunyai pangsa pasar lebih tinggi. Faktor penentu daya saing mempunyai dimensi luas Siggel, 2007. Menurut Kennedy et al., 1998 penentu daya saing dapat berasal dari teknologi, biaya input, economies of scale, mutu produk dan diferensiasi produk, iklan, dan faktor luar lainnya. Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua grup yaitu yang mempengaruhi biaya dan yang mempengaruhi mutu. Senada dengan hal tersebut, Fleming dan Tsiang 1956 dalam Kustiari 2007 menyebutkan bahwa perubahan kekuatan bersaing dapat diakibatkan oleh faktor daya saing harga dan non-harga. Daya saing harga antara lain dipengaruhi oleh perbedaan laju produktivitas, perubahan nilai tukar, perubahan pajaksubsidi ekspor, dan perbedaan laju inflasi. Daya saing non-harga dipengaruhi antara lain perbedaan laju perbaikan mutu ekspor dan pengembangan produk baru, perbedaan laju perbaikan efisiensi pemasaran, dan perubahan pemenuhan permintaan ekspor. Cook and Bredahl 1991 dalam Saragih 2001 dimasa lalu, faktor penentu utama daya saing berupa kemampuan menghasilkan produk lebih murah, sedangkan dimasa mendatang ditentukan oleh kemampuan memasok barang dan jasa pada waktu, tempat, dan bentuk atribut yang diinginkan konsumen pada harga sama atau lebih rendah dari pesaing dengan memperoleh keuntungan paling tidak sebesar biaya oportunitas sumberdaya yang digunakan. Aisya et al., 2005b menambahkan bahwa kaitan daya saing juga ditentukan antara kebijakan makroindustri dan strategi mikroperusahaan. Sejalan dengan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan, dimasa mendatang keunggulan daya saing hanya dimiliki oleh komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif. Upaya peningkatan daya saing harus lebih bertumpu pada upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi. Pemerintah berperan sebagai fasilitator, regulator, dinamisator melalui kebijakan penelitian dan pengembangan, penyuluhan, peningkatan akses pasar, perbaikan infrastruktur dan sarana informasi pasar. Dalam jangka panjang, upaya-upaya tersebut lebih memberikan proteksi bagi masyarakat Gonarsyah, 2007. Secara ringkas, daya saing bersifat dinamik dan berdimensi luas. Definisi daya saing berbeda tergantung tingkat unit analisis dan definisi spesifik tergantung dari tujuan penelitian. Dalam studi ini, pangsa pasar akan digunakan sebagai ukuran dari daya saing. Faktor penentu berasal dariproduktivitas dan mutu. Artinya, daya saing diamati dari sisi harga dan non-harga,serta dari aspek penawaran dan permintaan. Selain itu, model daya saingpun beragam dan tidak satupun model yang dapat menjelaskan daya saing secara utuh. Kompleksnya permasalahan dewasa ini menyebabkan tidak ada satu teori yang mampu menjelaskan perdagangan internasional dan daya saing secara komprehensif.

2.7. Produktivitas dan Daya Saing