Peningkatan harga ekspor udang beku Thailand ke Jepang mengakibatkan penurunan jumlah udang beku Thailand ke UE 2.2081. Hal tersebut diduga
karena kedekatan lokasi geografis. Berdasarkan uraian di atas, penurunan daya saing udang beku Indonesia
di pasar Jepang diduga karena pengaruh komposisi produk yang didominasi udang vaname dari sebelumnya udang windu. Peningkatan daya saing di pasar
AS dan UE-27 diduga karena permintaan masih positif, ketersediaan bahan baku, dan upaya peningkatan mutu. Sebaliknya indeks daya saing Thailand
mengalami penurunan diduga karena tingkat persaingan yang semakin ketat.
6.5. Blok Perdagangan Udang Olahan
Dibandingkan dengan Thailand, Indonesia belum mampu mendorong udang olahan sebagai prioritas ekspor. Dengan upah tenaga kerja yang relatif
lebih murah, Indonesia berpeluang untuk mengembangkan udang olahan. Kelemahan yang dimiliki Indonesia antara lain teknologi, kualitas sumberdaya
manusia, dan bahan pendukung misalnya kebutuhan tepung untuk udang breaded masih impor. Hasil estimasi pada persamaan harga udang olahan
dunia disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Hasil Estimasi pada Persamaan Harga Dunia Udang Olahan
Variabel Parameter
Dugaan Elastisitas
Prob [ t ]
Endogen Eksogen
Jangka Pendek
Jangka Pendek
Harga udang olahan dunia
POUD Intersep
2.518293 0.1156
Selisih total ekspor udang olahan dunia
-0.00581 -0.0125
-0.0881 0.1294
Total impor udang olahan dunia
0.00647 0.2072
1.4583 0.1947
Tren waktu
-0.28768 0.1055
Harga udang olahan dunia beda kala
0.857932 0.0001
R2 = 89.55 F
hitung
0.0001 Durbin-h = -1.31855
Berdasarkan data pada Tabel 33, total impor udang olahan lebih responsif dibandingkan dengan ekspor, artinya peran importir lebih besar
dalam mempengaruhi harga udang olahan dunia. Harga udang olahan dunia secara signifikan dipengaruhi oleh selisih jumlah total ekspor udang olahan
dunia. Dari tren waktu, terjadi kecenderungan penurunan harga udang dunia karena kelebihan penawaran. Dalam jangka panjang, nilai elastisitas impor
lebih reponsif dibandingkan ekspor, artinya, importir lebih berperan dalam menentukan harga udang olahan dunia.
6.5.1. Pasar Jepang
Hasil estimasi pada persamaan penawaran, harga ekspor disajikan pada Tabel 34. Berdasarkan Tabel 34 dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, pengaruh harga ekspor terhadap penawaran udang olahan Indonesia ke Jepang mempunyai nilai elastisitas jangka pendek 0.3613, sedangkan
pengaruh dari harga ekspor Thailand bernilai -0.4632. Artinya, rata-rata peningkatan harga ekspor 1 akan direspons oleh eksportir Thailand dalam
menawarkan udang olahan lebih besar dibandingkan dengan respons oleh eksportir Indonesia sehingga pada akhirnya akan menurunkan jumlah ekspor
Indonesia sebanyak 0.4632. Kondisi tersebut diduga disebabkan mutu udang yang ditawarkan Thailand lebih baik. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai
dugaan parameter penerapan dummy LAW Thailand lebih tinggi dibandingkan dugaan parameter untuk Indonesia.
Kedua, pengaruh ketersediaan bahan baku produksi udang olahan terhadap jumlah ekspor udang olahan Indonesia ke Jepang juga signifikan pada
tingkat kepercayaan 20. Ketersediaan udang olahan tersebut masih terbatas karena mayoritas diekspor dalam bentuk udang beku.
Tabel 34. Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor, Harga Ekspor, dan Permintaan Impor Udang Olahan Jepang
Variabel Parameter
Dugaan Elastisitas
Prob [ t ]
Endogen Eksogen
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Jumlah ekspor udang Olahan
Indonesia ke Jepang
QXOIJ Intersep
1.168163 0.3834
Harga ekspor udang olahan Indonesia ke Jepang
0.154982 0.3613
0.1177
Harga ekspor udang olahan Thailand ke Jepang
-0.21694 -0.4632
0.2606
Produksi udang olahan Indonesia
0.125793 0.3682
0.0910
Dummy penerapan LAW
4.192671 0.0016
R2 = 87.94 F
hitung
0.0001 DW = 0.785053
Jumlah ekspor udang Olahan
Thailand ke Jepang
QXOTJ
Intersep
10.32847 0.0975
Selisih harga ekspor udang olahan Thailand ke Jepang
2.467604 0.0469
0.1077
Harga ekspor udang olahan Indonesia ke Jepang
-0.12891 -0.0820
0.3934
Dummy penerapan LAW
16.88329 0.0008
R2 = 75.27 F
hitung
0.0001 DW = 0.921712
Harga ekspor udang olahan
Indonesia ke Jepang
PXOIJ
Intersep
2.336897 0.4179
Harga udang olahan dunia
1.810531 1.6877
2.3020 0.1226
Harga udang beku dunia
-0.88052 -0.7824
-1.0672 0.2529
Tren waktu
-0.38633 0.1179
Harga ekspor udang olahan Indonesia ke Jepang beda kala
0.266854 0.1857
R2 = 82.89 F
hitung
0.0001 Durbin-h stat = tidak terdefinisikan
Harga ekspor udang olahan
Thailand ke Jepang
PXOTJ
Intersep
-1.39772 0.3165
Rasio harga udang olahan dunia terhadap harga udang
beku dunia
5.182608 0.5242
2.1280 0.0290
Nilai tukar BahtUS
0.006507 0.0230
0.0932 0.4199
Tren waktu
-0.18651 0.0126
Harga ekspor udang olahan Thailand ke Jepang beda kala
0.75368 0.0001
R2 = 94.00 F
hitung
0.0001 Durbin-h stat = -1.01688
Jumlah total impor udang
olahan Jepang dari dunia
QMOJD
Intersep
-610.819 0.1430
Harga udang olahan dunia
-0.57891 -0.1838
-0.8340 0.3093
GDP Jepang
0.346849 1.0445
4.7388 0.3157
Populasi Jepang
4.99108 18.9800
86.1068 0.1358
Tarif bea masuk udang olahan ke Jepang beda kala
-5.3053 -0.8325
-3.7768 0.3333
Tren waktu
-1.01232 0.3405
Jumlah impor udang olahan Jepang dari dunia beda kala
0.779576 0.0517
R2 = 98.71 F
hitung
0.0001 Durbin-h stat tidak terdefinisikan
Menurut Adriyadi 2009, pengolahan dan pemasaran udang umumnya berdasarkan permintaan pasar ekspor market oriented. Udang besar black
tiger size 46 sampai dengan 3140 ekorkg diolah menjadi raw Head On Shell On HOSO dan Head Less Shell On HLSO. Udang ukuran medium 30-50
ekorkg diolah dalam bentuk frozen cooked atau breaded yang mempunyai nilai tambah lebih besar. Udang kecil umumnya diolah dalam bentuk Peeled
Undefined PUD, Peeled Defined PD, dan Cooked Peeled Tail On CPTO. Ketiga, harga ekspor udang olahan Indonesia ke Jepang responsif
terhadap harga udang olahan dunia. Dalam hal ini Indonesia hanya market follower karena jumlah udang olahan yang diekspor ke pasar Jepang relatif
terbatas. Selain itu, tren harga ekspor Indonesia ke Jepang juga menurun. Menurut Manarungsan et al. 2005 Thailand beralih ke produk bernilai
tambah karena tingginya tingkat upah. Pada tahun 1996 perbandingan ekspor ke Jepang antara udang olahan dengan udang beku hanya sekitar 1:3, namun
pada tahun 2002 kondisinya sudah hampir sebanding. Unit Pengolah Ikan di Thailand memanfaatkan keahlian dan pengalaman SDM Thailand untuk
memperoleh keunggulan kompetitif. Pergeseran dari udang beku ke udang olahan tersebut telah membawa Thailand selangkah lebih maju dibandingkan
pesaing lainnya. Hasil studi Keefe 2002 menunjukkan bahwa kurangnya permintaan
terhadap udang kaleng terutama karena harga udang segar dan kaleng di Jepang sangat tergantung pada harga udang beku. Implikasinya beberapa
pengolah dapat mempunyai pengaruh yang besar. Permintaan udang beku meningkat seiring peningkatan kapasitas coldstorage di Jepang dan AS. Di
masa mendatang udang olahan akan sangat terpengaruh oleh perubahan harga sehingga info harga menjadi penting.
Dari aspek permintaan, terjadi tren penurunan jumlah impor oleh Jepang. Konsumsi udang per kapita Jepang sudah mencapai 3.3 kgkapita,
dibandingkan AS yang hanya 1.3 kgkapita. Impor Jepang lebih responsif terhadap GDP dan populasi. Di lain pihak populasi Jepang relatif stagnan,
bahkan menurun. Hal tersebut diduga menjadi penyebab indeks daya saing Indonesia menurun di pasar Jepang dan nilainya lebih rendah dibandingkan
Thailand.
6.5.2. Pasar AS
Hasil estimasi pada persamaan penawaran, harga ekspor, dan permintaan udang olahan di pasar AS disajikan pada Tabel 35. Dari aspek
penawaran ketersediaan bahan baku dan harga ekspor Indonesia ke AS bersifat responsif dalam jangka panjang. Nilai dummy penerapan HACCP yang positif
diduga karena FDA secara rutin melakukan inspeksi mutu. Harga ekspor cenderung menurun dan responsif dipengaruhi oleh harga udang beku dunia
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Udang kaleng udang olahan di AS merupakan barang inferior dan hal
tersebut disebabkan besarnya permintaan akan udang beku dan udang siap saji Keefe, 2002. Udang kaleng tidak signifikan di pasar AS Traesupap et al.
1999 dalam Keefe, 2002. Permintaan udang olahan oleh AS secara responsif lebih dipengaruhi jumlah penduduk dibandingkan pengaruh pendapatan, ceteris
paribus.
Tabel 35. Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor, Harga Ekspor, dan Permintaan Impor Udang Olahan AS
Variabel Parameter
Dugaan Elastisitas
Prob [ t ]
Endogen Eksogen
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Jumlah ekspor udang Olahan
Indonesia ke AS QXOIA
Intersep -2.41869
0.0575 Harga ekspor udang olahan
Indonesia ke AS 0.229591
0.5259 1.5198
0.1022 Produksi udang olahan
Indonesia beda kala 0.168499
0.7321 2.1155
0.0080 Dummy penerapan HACCP
0.056843 0.4727
Jumlah ekspor udang Olahan Indonesia ke AS beda kala
0.653938 0.0002
R2 = 95.06
F
hitung 0.0001 Durbin-h =1.668926
Jumlah ekspor udang Olahan
Thailand ke AS QXOTA
Intersep 18.17521
0.0218 Selisih harga ekspor udang
olahan Thailand ke AS 0.030382
0.0001 0.4959
Dummy penerapan HACCP 44.55636
0.0003
R2 = 68.43
F
hitung 0.0005 DW = 0.761458
Harga ekspor udang olahan
Indonesia ke AS PXOIA
Intersep 14.89799
0.0035 Selisih harga udang olahan
dunia 0.385917
0.0062 0.0123
0.1140 Harga udang beku dunia
-0.77564 -1.1774
-2.3469 0.0052
Selisih nilai tukar RpUS 0.00017
0.0020 0.0039
0.1328 Trend waktu
-0.34482 0.0066
Harga ekspor udang olahan Indonesia ke AS beda kala
0.498321 0.0088
R2 = 82.73
F
hitung = 0.0001 Durbin-h = -0.96175
Harga ekspor udang Olahan
Thailand ke AS PXOTA
Intersep 0.16951
0.4912 Rasio harga udang olahan dunia
terhadap harga udang beku dunia
11.90468 1.1937
0.0539 Nilai tukar BahtUS
0.114683 0.4011
0.0925 Tren waktu
-0.59674 0.0002
R2 = 68.43
F
hitung = 0.0001 DW = 0.761458
Jumlah impor udang olahan
AS dari dunia QMOAD
Intersep
-171.517 0.3559
Selisih harga udang olahan dunia
-0.79039 -0.0012
-0.0041 0.4325
GDP AS
0.055526 0.0776
0.2578 0.4930
Jumlah penduduk AS
0.732611 3.0466
10.1242 0.3877
Tarif bea masuk udang olahan ke AS
-4.24354 -0.2207
-0.7333 0.3492
Jumlah impor udang olahan AS dari dunia beda kala
0.699078 0.0039
R2 = 96.02 F
hitung
0.0001 Durbin-h -3.3923
Permintaan udang olahan AS berkorelasi positif dengan jumlah GDP dan jumlah penduduk. Berdasarkan besaran nilai elastisitas, GDP lebih
responsif pengaruh dari jumlah penduduk. Jumlah impor pada jangka panjang lebih responsif dipengaruhi oleh impor beda kala.
Kondisi di atas diduga menjadi penyebab terjadinya peningkatan indeks daya saing Indonesia ke pasar AS, sedangkan mengapa Indonesia lebih rendah
dibandingkan dengan Thailand diduga karena komposisi produk ekspor Thailand lebih beragam dan kuantitas juga jauh lebih tinggi.
Hasil analisa terkait komposisi produk berdasarkan kode HS-10 digit dalam periode 2005-
2011 ternyata mayoritas ekspor udang olahan Indonesia dalam bentuk udang kupas HS 1605201030 Tabel 36.
Tabel 36. Nilai Ekspor Udang Olahan Indonesia dan Thailand ke AS Berdasarkan Kode HS-10 Digit, Tahun 2005-2011
NegaraHS 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011 Indonesia
1605200510 12
263 207
1605200590 350
425 236
76 1605201010
97 441
603 2 446
1 973 1 387
1605201020 6 078
7 631 12 539
16 647 16 159
18 048 9 810
3 1605201030
38 966 62 829
49 955 64 369
59 594 41 346
38 436 69
1605201040 3 806
5 736 4 086
3 888 5 593
5 204 2 144
5 1605201050
25 978
100 770
405 205
335 320
Thailand
1605200510 76
101 935
637 1 812
2 079 147
-93 1605200590
2 412 1 587
2 315 6 027
12 380 6 304
2 254 -55
1605201010 5 552
6 035 6 469
6 918 7 395
8 342 2 575
-7 1605201020
39 946 41 270
47 628 64 009
70 598 87 198
54 898 34
1605201030 349 692 496 918 439 445 445 219 492 378 505 876 220 777 7
1605201040 909
2 387 1 440
1 918 2 489
2 700 678
-39 1605201050
2 761 2 907
2 954 1 845
1 236 2 652
3 071 382 Sumber data: NMFS 2011
Keterangan:
1605201030: ShrimpPrawn PF Peeledkupas
1605201020: Shrimpprawn bf
1605201040: Shrimpprawn cnd kaleng
1605201050: Shrimpprawn pp
1605201010: Shrimpprawn frz
1605200510: Shrimp prawn at ct
1605200590: Shrimp prawn other
6.5.3. Pasar UE
Hasil estimasi penawaran dan harga udang olahan disajikan pada Tabel 38. Berdasarkan data pada Tabel 38, ketersediaan bahan baku mempengaruhi
jumlah udang ekspor dan bersifat responsif baik dalam jangka pendek maupun panjang dan berpengaruh signifikan.
Permintaan udang olahan oleh UE-27 responsif dengan GDPpopulasi dan tarif bea masuk udang olahan ke UE bersifat inelastis pada jangka pendek.
Harga udang olahan dunia secara signifikan dipengaruhi oleh selisih jumlah total ekspor udang olahan dunia. Dari tren waktu, terjadi kecenderungan
penurunan harga udang dunia karena kelebihan penawaran. Lord et al. 2010 menyarankan agar Indonesia memperbaiki dari sisi
suplai. Kelemahan dari sisi penawaran, terutama terkait mutu. Rekomendasinya: 1 perlu perbaikan kinerja bagi otoritas yang melakukan
pengujian, surveilance terhadap mutu sebelum diterbitkan sertifikat kesehatan ikan, 2 traceability pada rantai pasokan, 3 mendukung pelaku usaha skala
kecil dan menengah dalam menerapakan CBIB dan GHP, 4 meningkatkan dukungan pada KKP, dan 5 meningkatkan dukungan dari Asosiasi.
Rendahnya daya saing udang olahan Indonesia juga disebabkan faktor lainnya yang merupakan variabel eksogen dalam Model yaitu nilai total ekspor
barang lainnya ke tujuan ekspor. Di lain pihak, nilai ekspor untuk produk lainnya selain udang olahan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun sehingga akan menurunkan daya saing udang olahan.
Tabel 37. Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor, Harga Ekspor, dan Permintaan Impor Udang Olahan UE-27
Variabel Parameter
Dugaan Elastisitas
Prob [ t ]
Endogen Eksogen
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Jumlah ekspor
udang Olahan
Indonesia ke UE-27
QXOIU
Intersep
-0.71757 0.0467
Harga ekspor udang olahan Indonesia ke UE-27 beda kala
0.113951 0.2929
0.6377 0.0950
Selisih harga ekspor udang olahan Thailand ke UE-27
-0.07201 -0.0041
-0.0089 0.2285
Produksi udang olahan Indonesia
0.094922 0.5811
1.2653 0.0317
Dummy penerapan MRL
-0.1441 0.3935
Jumlah ekspor udang Olahan Indonesia ke UE-27 beda kala
0.540707 0.0648
R2 = 96.90 F
hitung
0.0001 Durbin-h stat tidak terdefinisikan
Jumlah ekspor
udang Olahan
Thailand ke UE-27
QXOTU Intersep
-1.1025 0.2284
Selisih harga ekspor udang olahan Thailand ke UE-27
0.387933 0.0068
0.2984 0.1940
Selisih harga ekspor udang olahan Indonesia ke UE-27
-0.06546 -0.0018
-0.0781 0.4209
Dummy penerapan MRL
-0.4484 0.4011
Tren waktu
0.171108 0.1521
Jumlah ekspor udang Olahan Thailand ke UE-27 beda kala
0.977127 0.0002
R2 = 74.69 F
hitung
0.0015 Durbin-h stat = 2.4048
Harga ekspor
udang olahan
Indonesia ke UE-27
PXOIU
Intersep
5.902538 0.0889
Harga udang olahan dunia beda kala
0.30096 0.5197
0.5270 0.1096
Harga udang beku dunia
-0.44337 -0.7225
-0.7326 0.1377
Selisih nilai tukar RpUS
0.000325 0.0040
0.0041 0.0463
Tren waktu
0.101098 0.2375
Harga ekspor udang olahan Indonesia ke UE-27 beda kala
0.01381 0.4780
R2 = 68.61 F
hitung
0.0054 Durbin-h stat tidak terdefinisikan
Harga ekspor
udang Olahan
Thailand ke UE-27
PXOTU Intersep
1.420847 0.3503
Rasio harga udang olahan dunia terhadap harga udang
beku dunia
5.052522 0.7249
0.0751
Nilai tukar BahtUS
0.047923 0.2399
0.1220
Tren waktu
-0.11235 0.0451
R2 = 24.19 F
hitung
= 0.2323 DW = 1.302674
Jumlah impor udang
olahan UE- 27 dari
dunia QMOUD
Intersep
-411.531 .0001
Selisih harga udang olahan dunia
-7.51631 -0.0105
0.0602
Rasio GDP UE-27 terhadap jumlah populasi UE-27
361.6946 6.5435
.0001
Tarif bea masuk udang olahan ke UE-27
-0.56893 -0.1558
0.2265
R2 = 80.70 F
hitung
0.0001 DW = 1.28553
Indonesia dan Thailand memiliki kesamaan yaitu jumlah ekspor udang olahan ke masing-masing negara importir dipengaruhi oleh harga ekspor beda
kala signifikan pada taraf 10. Hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terjalin kerjasama yang cukup lama antara eksportir dengan importirnya.
Selain itu, banyak negara berkembang beralih ke produk bernilai tambah karena berkurangnya stok dan dalam rangka bertahan di dalam bisnis
udang. Produk bernilai tambah meningkatkan willingness to pay karena meningkatkan kualitas produk yang akan dimakan dan memudahkan penyajian
sehingga menggeser kurva permintaan. Terkait dengan hal tersebut dibutuhkan investasi yang besar untuk riset pemasaran, modal kerja, dan membangun
sumber daya manusia berkualitas. Menurut Manarungsan et al., 2005 pada tahun 1996 Thailand tidak
mendapat Generalizes System of Prefferences GSP sehingga tarif udang beku Thailand meningkat dari 4.5 menjadi 14.5, dan udang olahan dari 6
menjadi 20. Ekspor ke EU turun 52 dari US 251 juta di tahun 1996 menjadi US 129 juta di tahun 2000. EU lebih ketat terhadap mutu dan
ketatnya persyaratan mutu menyebabkan perubahan terhadap pola fikir pembudidaya di Thailand, yaitu lebih mengenal untuk menggunakan probiotik,
beralih ke udang yang lebih resisten penyakit vaname, dan pembudidaya lebih sadar akan penggunaan benur SPF dan alat PCR makin umum digunakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan udang merupakan fungsi dari beberapa hal antara lain:perubahan harga udang relatif terhadap produk
kompetitif, harga udang beku di pasar alternatif, populasi, pendapatan riil, dan preferensi konsumen. Karakteristik pasar sebagai berikut Jepang jangka
panjang menurun tetapi konsumsi udang tinggi, pada pasar AS, tumbuh dalam jangka panjang karena meningkatnya populasi dan konsumsi 24 kgkapita,
sedangkan UE-27 karena meningkatnya populasi dan konsumsi stabil 20 kgkapita.
Pada masa mendatang, perkembangan udang dari sisi penawaran akan terkonsentrasi pada beberapa species. Fokus pada penurunan biaya, economies
of scale, pemasaran dan distribusi, pasar dan produk yang tersegmentasi. Permintaan akan lebih terkonsentrasi pada ritel. Udang budidaya mempunyai
kelebihan dibandingkan udang hasil penangkapan dalam hal ukuran produk lebih seragam, traceability, dan produksi lebih dapat diprediksi.
Salah satu kelemahan dari agregasi produk olahan, seperti yang dilakukan pada studi ini, yaitu kurang dapat menggali permasalahan mengapa
udang olahan kurang berkembang di Indonesia. Berdasarkan pengalaman Philipina, hasil studi Salayo 2003 dapat dikemukakan bahwa marjin yang
diterima dari pembuatan produk bernilai tambah tersebut berbeda-beda seperti disajikan pada Tabel 38.
Udang olahan yang mempunyai total surplus cukup besar yaitu bentuk Head On Shell On HOSOudang utuh lengkap dengan kepala dan ekornya, ke
headless peeled frozen, breaded frozen, dan headless peeled dried. Untuk itu disarankan agar Pemerintah Philipina mendorong produk bernilai tambah yang
intensif tenaga kerja dan teknologi mengingat upah tenaga kerja rendah. Terkait dengan hal tersebut, maka pemilihan produk bernilai tambah juga perlu
dikaji antara lain terkait dengan ketersediaan teknologi, SDM, bahan baku, dan
lain-lain. Hal-hal tersebut penting apabila akan mengembangkan udang olahan di Indonesia.
Tabel 38. Perbandingan Total Surplus Hasil Memproduksi Produk Udang Bernilai Tambah di Philipina
No. Produk Awal
Produk akhir Total surplus
peso Kategori
1 HO live
674 A
2 HOSO
HOSO dried D 151
A 3
HOSO Headless peeled cooked H
2350 A
4 HOSO
Headless peeled frozen I 2273
A 5
HOSO Headless peeled dried J
3227 A
6 HOSO
Breaded cooked K 1531
A 7
HOSO Breaded frozen L
1604 A
8 HOSO frozen
Headless frozen M 514
A 9
HOSO frozen Headless peeled frozen N
4516 A
10 HOSO frozen
Breaded frozen O 3593
A 11
HOSO HOSO cooked
277 B
12 HOSO
HOSO frozen 2
B 13
HOSO Headless cooked
-351 C
14 HOSO
Headless frozen -435
C 15
HOSO Headless dried
-580 C
Sumber: Salayo 2003
Keterangan: HOSO = head on shell on udang yang masih memiliki kepala dan ekor
A. Intensif tenaga kerja dan teknologi B. Teknologi moderat, dan kurang tenaga kerja
C. Kurang tenaga kerja dan teknologi
6.6. Rangkuman