baik dibandingkan alternatif kebijakan lainnya. Sebagai gambaran, indeks RCA udang olahan Indonesia ke Jepang sebesar 0.0183 sedangkan dengan
kebijakan peningkatan tingkat pendidikan hanya meningkatkan 0.091. Apabila dilakukan kombinasi kebijakan yang melibatkan subsidi harga pakan
skenario 3, 6, dan 7 hasilnya lebih besar. Untuk peningkatan industri udang olahan juga diperlukan kebijakan-kebijakan lain seperti kemudahan investasi,
yang tidak tertangkap dalam Model ini. Perbaikan mutu produk perikanan juga akan menuntut perbaikan kualitas sumber daya manusiaseperti dengan
pelatihan bagi pelaku usaha dan petugas pembinaan atau pengawasan mutu. Keempat, dalam rangka peningkatan daya saing ekspor ke Jepang,
kebijakan subsidi pakan dan penurunan tingkat suku bunga skenario 6 menghasilkan perubahan lebih baik untuk ketiga produk dibandingkan dengan
skenario 3 dan 7 yang melibatkan pakan dan skenario lainnya. Kelima, dalam rangka peningkatan daya saing di pasar AS kebijakan
untuk peningkatan ketersediaan bahan baku antara lain berupa kegiatan yang melibatkan subsidi harga pakan skenario 3, 6, dan7 mempunyai dampak lebih
besar dibandingkan alternatif kebijakan lainnya. Hal tersebut diduga karena pada periode pengamatan 2004-2008, mayoritas ekspor adalah udang beku dan
ekspor ke AS memiliki elastisitas yang lebih besar.
9.4. Strategi Peningkatan Ekspor
Thailand sukses mempertahankan posisinya sebagai eksportir udang utama di dunia karena peran pemerintah dan dukungan lainnya, khususnya
melalui pendekatan klaster. Pendekatan klaster bertujuan mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua aktifitas industri udang, termasuk aspek ilmu
pengetahuan dan teknologi guna menunjang dan mengembangkan produksi dan pemasaran.Semua pihak yang terlibat dalam industri udang mempunyai
perwakilan, baik berasal dari pemerintah, pembudidaya, asosiasi maupun eksportir Sriwichailampan, 2007
Pemerintah Indonesia juga sudah melaksanakan berbagai program dan kegiatan dalam meningkatkan produktivitas dan mutu udang. Upaya
peningkatan produktivitas yang cukup berhasil yaitu melalui Intensifikasi Tambak Intam yang diluncurkan tahun 19841985. Melalui Program tersebut,
terjadi peningkatan luas area pemeliharaan dari 20 Ha di tiga propinsi menjadi 95 311 Ha di 14 propinsi pada tahun 19981999 Hasibuan, 2003. Upaya lain
yaitu secara berkesinambungan melakukan pelatihan, penyuluhan, pergantian varietas dari udang windu ke udang vaname, dan Bantuan Selisih Harga Benih
ikan BSHBI kepada pembudidaya ikan skala kecil. Secara umum, program pemerintah yang dilaksanakan lebih bersifat anjuran penggunaan teknologi
antara lain melalui Program Intensifikasi Pembudidayaan Ikan Inbudkan. Program pemerintah tahun 2010 dan 2011 lebih banyak kepada pemberian
bantuan langsung kepada pembudidaya skala kecil melalui kegiatan Wirausaha Pemula dan Pemberdayaan Usaha Mina Pedesaan PUMP.
Menurut Kusnendar 2003 dalam Tajerin 2007, salah satu faktor yang menyebabkan kekurangberhasilan program revitalisasi tambak adalah
pendekatan yang digunakan dalam implementasi kebijakan kurang bersifat holistik, kurang melibatkan semua stakeholders yang terkait dengan program
tersebut. Hal tersebut sejalan dengan Platon 1998 dalam Salayo 2000 bahwa perlu pendekatan total sebagai suatu sistem untuk memperbaiki industri udang
di Philipina mencakup teknologi, modal, kebijakan, penegakan aturan, dan kemauan politik.
Oleh karena itu, dalam rangka mencari alternatif kebijakan sebagai dasar strategi kebijakan peningkatan ekspor, maka hasil analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan daya saing seperti diuraikan pada Bab VI sampai dengan VIII selanjutnya diuraikan ke dalam pendekatan
Model Berlian Porter Gambar 29. Pendekatan Model-Berlian dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor daya saing yang dapat dilihat dari fungsi saling
keterkaitan antar elemen, yaitu tingkat persaingan antar perusahaan, kondisi permintaan, keberadaan industri pendukung, dan kondisi input yang mencakup
suplai berbagai sumberdaya. Menurut Porter 1980, dalam rangka meningkatkan keunggulan
persaingan, terdapat tiga strategi generik berupa keunggulan biaya menyeluruh, diferensiasi, dan fokus. Hasil pemetaan dari faktor-faktor daya saing seperti
pada Gambar 29 tersebut dan dengan memperbandingkan kondisi yang terjadi dewasa ini dibandingkan dengan kondisi pesaing utama yaitu Thailand, maka
dapat diperoleh gambaran perbedaan yang perlu diatasi melalui langkah- langkah kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah.
Berdasarkan Gambar 30, hal-hal positif yang mendukung daya saing Indonesia antara lain: iklim cocok untuk budidaya, tersedia lahan, ketersediaan
induk udang di perairan Indonesia, upah tenaga kerja relatif lebih murah, permintaan domestik belum tergarap, dan tersedianya kapasitas unit pengolah
ikan.
Dilain pihak, faktor yang kurang mendukung daya saing, antara lain: produktivitas tambak rendah karena kurang diterapkannya teknologi anjuran,
permasalahan penyakit, biaya input mahal, tekanan dari pesaing yang berbiaya produksi lebih rendah, lemah dibidang riset dan teknologi, dan ketergantungan
pada produk dan pasar tertentu. Hasil studi Institut for Management Education for Thailand Foundation
2002 yang menggunakan Model Berlian Porter dikemukakan bahwa secara umum kondisinya relatif sama dengan di Indonesia antara lain terkait iklim,
ketersediaan induk, bahan baku pakan terbatas, dan kondisi lingkungan yang rusak. Peran Pemerintah yang dianggap kurang menurut Model Berlian Porter,
maka menurut Sagheer et al., 2007 peran dari Pemerintah Thailand tidak dapat diabaikan begitu saja. Dengan demikian peran pemerintah tersebut cocok
untuk negara berkembang. Intervensi sumber daya manusia pada tingkat pemerintahan dan kewirausahaan telah memberikan hasil positif bagi
peningkatan daya saing udang Thailand. Perbedaan dengan Indonesia dalam hal daya saing, terutama adanya
dukungan yang kuat dari industri pendukung dan infrstruktur yang bagus seperti cold storage, pakan, pelabuhan. Thailand memiliki kelebihan dalam hal
kualitas produk yang tinggi dan hal tersebut sejalan dengan tingginya permintaan dunia akan produk berkualitas. Selain itu, Thailand memiliki SDM
yang berkualitas. Perbedaan lainnya yaitu Thailand memiliki keterbatasan pada lahan yang diusahakan.
Gambar 30. Pendekatan Model Berlian Porter untuk Analisis Saya Saing Udang Indonesia
Kondisi Faktor Input produksi
Konteks Strategi, Rivalitas Perusahaan
Industri-industri terkait dan pendukung
Kondisi Permintaan
+ Iklim cocok untuk budidaya; + tersedia lahan untuk dikembangkan
+ tersedianya induk udang windu unggul - Produktivitas tambak rendah
- Permasalahan serangan penyakit - Kurang bahan baku
- Angkatan kerja mayoritas terampil - Kurangnya tepung ikan untuk pembuatan pakan
- Kerusakan lingkungan akibat ketidaktepatan
usaha budidayatambak mangkrak - Tingginya harga pakan, BBM
- Penerapan teknologi anjuran lemah + Unit Pengolah Ikan kapasitasnya memadai
- Lemah di bidang riset dan teknologi - Dukungan industri pakan belum optimal
- Keterbatasan benur unggul dan induk udang bermutu - Dukungan anggaran irigasi belum memgadai
+ Peningkatan permintaan domestik - Mutu belum sepenuhnya terpenuhi
- Ketergantungan pada spesifik produk beku dan spesifik pasar
- Hambatan non tariff meningkat - Hambatan tarif udang olahan
- Permintaan dunia masih didominasi udang beku
+ Tinginya persaingan antar pengolah dan pembudidaya - Tekanan dari negara pesaing yang mempunyai biaya produksi lebih rendah
- Tingginya volatilitas harga dan produksi - Terbatasnya industri udang olahanproduk bernilai tambah
Peran Pemerintah:
• Kebijakan terkait peningkatan produktivitas;
• Kebijakan terkait mutu udang Faktor Ekaternal:
• Pengaruh difusi teknologi • Kemajuan pembenihan
• Kecenderungan integrasi vertical • Peningkatan preferens konsumen
akan produk udang yang bermutu
269
Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan pada Gambar 31 dan hasil alternatif simulasi kebijakan Tabel 45 sampai dengan 52, maka pendekatan
yang dipilih untuk meningkatkan daya saing udang Indonesia yaitu strategi keunggulan biaya dan diferensiasi.
Pertama, keunggulan biaya berupa biaya yang rendah relatif terhadap pesaing, meskipun mutu, pelayanan, dan bidang-bidang lainnya tidak dapat
diabaikan. Keunggulan biaya memerlukan konstruksi agresif dari fasilitas skala yang efisien, usaha penurunan biaya karena pengalaman, pengendalian biaya,
dan overhead yang ketat. Alternatif strategi yang dapat ditempuh pemerintah adalah strategi cost leadership dengan mengedepankan biaya sebagai fokus
utama. Pada studi ini kebijakan terkait keunggulan biaya antara lain kebijakan fiskal untuk peningkatan produktivitas melalui: 1 peningkatan kemampuan
SDM pembudidaya yang diproxy dari tingkat pendidikan, 2 peningkatan anggaran irigasi yang bersumber dari pemerintah, dan kebijakan subsidi berupa
3 subsidi harga pakan, dan 4 subsidi harga BBM. Permasalahan utama adalah tingginya biaya produksi disebabkan
produktivitas rendah atau belum berhasil diatasinya permasalahan penyakit. Untuk mengetahui perbedaan antara perusahaan terintegrasi dibandingkan
dengan non-integrasi, maka pada Tabel 53 disajikan perbandingan komponen biaya produksi dalam memproduksi udang beku per kg oleh salah satu
perusahaan terintegrasi di Lampung dan berdasarkan hasil survey pada studi ini disajikan pada Tabel 53.
Tabel 53. Biaya Produksi untuk Memproduksi Satu Kg Udang Beku
Rincian Tahun
1
Tahun
2
2007 2008
2009-2010 HPP Udang Segar
Rpkg 21 344
32 398 36 652
Pakan 58
52 - Tepung Ikan
20 - Soybean meal
20 - Wheat flour
23 - Tenaga kerja langsung
6 - Other ingredient
30 - Listrik dan air
1 Benur
9 14
- Total bahan baku 46
- Tenaga kerja langsung 1
- Listrik dan air 3
- Lainnya 51
Listrik 15
16 Water treatment
6 4
Lainnya 13
14 HPP Udang beku
Rpkg 55 975
57 440 60 000
Keterangan: 1 Salah satu perusahaan terintegrasi di Lampung data sekunder 2 Hasil studi ini, data primer periode Oktober 2009- Maret 2010
Berdasarkan data pada Tabel 53 nampak bahwa struktur biaya produksi didominasi oleh pakan, listrik, dan benur. Persamaan diantara kedua sistem
perusahaan terintegrasi dan berdasarkan hasil survey yaitu bahwa pakan merupakan hal yang dominan. Data hasil survey yang tercantum dari hasil studi
ini rata-rata lebih tinggi disebabkan saat pengambilan data terjadi serangan penyakit sehingga biaya produksi meningkat. Dengan demikian perlu upaya-
upaya Pemerintah melakukan riset mencari pengganti tepung ikan yang lebih murah.
Strategi berikutnya yaitu diferensiasi dengan menciptakan sesuatu yang baru yang dirasakan oleh keseluruhan industri sebagai hal yang unik. Hal
tersebut tercermin dari hasil analisis CMSA bahwa efek distributif dan efek komoditas udang Indonesia bernilai negatif sehingga diperlukan diferensiasi
produk. Diferensiasi merupakan strategi yang baik untuk menghasilkan laba di atas rata-rata dalam suatu industri karena strategi ini menciptakan posisi yang
aman untuk mengatasi kelima kekuatan persaingan. Diferensiasi menciptakan kesetiaan pelanggan dan kebutuhan pesaing untuk mengatasi keunikan
menciptakan hambatan masuk. Dengan strategi ini maka nilai tambah dari pengolahan produk tidak akan dikuasai oleh negara lain.
Strategi diferensiasi pada studi ini yaitu meningkatnya produk bernilai tambah. Upaya tersebut antara lain melalui peningkatan mutu sehingga produk
yang dihasilkan menjadi layak ekspor. Terkait dengan hal tersebut perlu upaya- upaya terkait dengan teknologi pengolah dan peningkatan kapasitas SDM.
Diferensiasi produk juga penting dalam rangka mengoptimalkan berkurangnya ketersediaan bahan baku, sehingga mayoritas produk yang dijual
bernilai tambah olahan. Dalam rangka penyediaan bahan baku, pemanfaatan tambak tradisional dan semi intensif dapat menjadi pilihan karena sistem
tersebut relatif tidak merusak lingkungan dibandingkan tambak intensif. Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya, produk udang olahan
jika diolah lebih jauh akan terkait dengan kemampuan tenaga kerja, dan teknologi. Terkait dengan hal tersebut, maka pemilihan produk bernilai tambah
yang cocok untuk dikembangkan memerlukan kajian tersendiri karena terkait dengan ketersediaan teknologi, SDM, bahan baku, dan lain-lain. Produk udang
olahan yang lebih menguntungkan dikembangkan Indonesia harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Akan tetapi, Indonesia dapat mengikuti seperti
disarankan Salayo 2003 kepada Pemerintah Philipina yaitu mendorong produk bernilai tambah yang intensif tenaga kerja dan intensif teknologi
mengingat upah tenaga kerja rendah.
9.5. Rangkuman