5. Petambak yang melakukan kerjasama: kerjasama dalam arti luas
yaitupetambak yang melakukan kerjasama dalam penjualan hasil budidayanya sebagai konsekuensi dari hal-hal antara lain: petambak
tersebut mendapatkan pinjaman modal oleh pedagang pengumpulpenyedia sarana input seperti perusahaan pakan, merupakan anak perusahaan, atau
sebagai bagian dari perusahaan terintegrasi.
V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008
Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan
menggunakan indeks RCA dan model CMSA sebagai berikut.
5.1. Analisis Keunggulan Komparatif
Analisis keunggulan komparatif menggunakan indeks RCA dibandingkan antara periode tahun 1989-2003 dengan periode 2004-2008,
untuk mengetahui perubahan daya saing setelah pergantian varietas udang yang dibudidayakan dari sebelumnya mayoritas memelihara udang windu menjadi
udang vaname. Tahun 2004 dipilih sebagai tahun pemisahdasar, karena sejak tahun tersebut data produksi udang vaname mulai disajikan pada buku Statistik
Perikanan Budidaya, walaupun introduksi udang vaname itu sendiri sudah dimulai sejak tahun 2000-2001. Penggantian udang vaname disebabkan
pengembangan udang windu terkendala serangan penyakit. Hasil perhitungan RCA untuk Indonesia dan Thailand dalam mengekspor tiga produk udang
segar, beku, dan olahan ke tiga pasar utama Jepang, AS, dan EU-27 disajikan pada Tabel 18.
Berdasarkan data pada Tabel 18, pada dua periode yang diteliti, Indonesia dan Thailand mempunyai keunggulan komparatif dalam mengekspor
tiga jenis produk udang ekspor ke tiga pasar utama yang diindikasikan dengan nilai indeks RCA lebih dari satu, kecuali ekspor udang segar Indonesia ke
Jepang pada periode 2004-2008 yang nilainya kurang dari satu. Selanjutnya, Tabel 18 juga menunjukkan bahwa keunggulan komparatif Indonesia dan
Thailand di pasar Jepang pada ketiga jenis produk udang segar, beku, dan olahan mengalami penurunan. Thailand walaupun menurun akan tetapi
mempunyai nilai RCA jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Tabel 18. Nilai Rata-Rata Indeks RCA Tiga Produk Udang Indonesia dan
Thailand di Tiga Pasar Utama, Periode Tahun 1989-2003 dan Tahun 2004-2008
Produk udang
Dari Tujuan
Indonesia Thailand
1989-2003 2004-2008
1989-2003 2004-2008
Udang Segar
Jepang 2.95
0.52 2.79
1.35 AS
3.44 1.58
16.41 4.52
UE-27 5.57
2.40 4.01
3.40 Udang beku Jepang
5.47 4.53
6.31 3.23
AS 8.11
14.05 18.77
15.72 UE-27
3.06 3.58
3.88 1.38
Udang Olahan
Jepang 4.33
2.64 26.32
12.22 AS
1.10 7.04
62.39 45.85
UE-27 1.22
4.18 6.58
6.10 Sumber: UNComtrade diolah
Berikut disajikan beberapa indikasi dari data yang disajikan pada Tabel 18. Pertama, terjadi penurunan di pasar Jepang untuk Indonesia dan Thailand
serta nilai RCA yang lebih rendah dari satu untuk udang segar Indonesia. Hal tersebut diduga terkait dengan perubahan komposisi produk ekspor yang
mayoritas menjadi vaname. Menurut Briggs et al., 2005 salah satu kelemahan udang vaname dibandingkan udang windu adalah ukuran panen
lebih kecil sehingga harganya relatif lebih murah. Sebaliknya, udang vaname mempunyai beberapa kelebihan antara lain: produktivitas lebih tinggi karena
dapat dipelihara pada padat tebar tinggi 60-150 ekorm
2
bahkan sampai 400 ekorm
2
dibandingkan padat penebaran udang windu yang hanya 40-50 ekorm
2
, lebih toleran terhadap salinitas rendah, kandungan protein pakan yang dibutuhkan lebih rendah 20-35 dibandingkan 36-42 untuk windu,