Bahan Organik Di Perairan Karamba Jaring Apung

suatu perairan. Penelitian tersebut menyimpulkan dengan mereduksi fosfor sebesar 20 - 80 maka akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas perairan dari status eutrofik menjadi mesotrofik dan oligotrofik.

2.3 Bahan Organik Di Perairan

Karbon C yang merupakan penyusun utama bahan organik adalah elemen atau unsur yang melimpah pada semua mahluk hidup. Jenis bahan organik dalam perairan adalah senyawa-senyawa organik dalam bentuk larutan berukuran 0.5 µ m, partikel- partikel besar 0,5 µ m, yang berasal dari organisme hidup maupun organisme yang telah mati Basmi, 1991. Calf dan Eddy 1979 membedakan bahan organik berdasarkan sumbernya menjadi tiga macam yaitu: a Bahan organik yang berasal dari limbah domestik, sebagian besar terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. b Bahan organik yang berasal dari limbah industri yang terdiri dari protein, karbohidrat, minyak, lemak, dan fenol. c Bahan organik yang berasal dari limbah pertanian seperti pestisida Menurut Nuryanto 2001, Bahan organik yang masuk ke perairan Waduk Saguling berasal dari ketiga sumber diatas yang sebagian besar berasal dari DAS Citarum dan anak-anak sungainya. Kandungan bahan organik dalam perairan akan mengalami peningkatan yang disebabkan buangan dari rumah tangga, pertanian, industri, limpasan permukaan tanah, dan kegiatan perikanan. Total Fosfor dapat memberikan gambaran besaran bahan organik di perairan, karena menurut Bronmark dan Hansson 2005, sebagian besar bentuk fosfor lebih dari 80 didalam perairan adalah dalam bentuk organik

2.4 Karamba Jaring Apung

Permintaan akan ikan konsumsi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya populasi penduduk. Dengan adanya peningkatan permintaan akan ikan konsusmsi, maka kegiatan budidaya perikanan termasuk kegiatan budidaya perikanan menggunakan karamba jaring apung meningkat intensitasnya. Karamba pada awalnya digunakan oleh para nelayan untuk menyimpan ikan yang belum layak konsumsi selama beberapa waktu untuk kemudian diambil kembali ketika sudah mencapai ukuran konsumsi. Budidaya ikan pada karamba jaring apung pertama kali digunakan oleh Masyarakat Cina pada Dinasti Han sekitar 2200 tahun yang lalu menggunakan rangkaian bambu. Di Indonesia, kegiatan karamba jaring apung dimulai sekitar tahun 1920-an di Sungai Mungdung Sulawesi dengan cara menangkap ikan pada sungai tersebut dan membesarkannya pada karamba Beveridge, 2004. Kegiatan karamba jaring apung modern saat ini menggunakan tiga prinsip manipulasi daur hidup ikan, yaitu mengontrol reproduksi, mengontrol pertumbuhan, dan meminimalkan penyebab-penyebab kematian alami ikan. Kegiatan budidaya ikan dalam karamba jaring apung merupakan kegiatan budidaya yang cocok diterapkan pada perairan tertutup termasuk waduk. Kegiatan KJA di Waduk Saguling Gambar 5 pada awalnya adalah program pemerintah dalam pelaksanaan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang terkena proyek pembangunan waduk re-settlement. Awal program tersebut adalah memperkenalkan tehnologi budidaya pada karamba kepada 3000 rumah tangga dari 40000 rumah tangga yang ditempatkan disekitar Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur Pierce, 2002. Aktivitas karamba jaring apung di Waduk Saguling dilakukan dengan budidaya intensif dengan sebagian besar ikan yang dibudidaya saat ini adalah ikan patin selama 12 bulan waktu pemeliharaan. Gambar 5. Karamba Jaring Apung di Waduk Saguling Sistem budidaya intensif yaitu sistem budidaya yang mengandalkan pakan buatan berupa pellet sebagai sumber makanan utamanya. Karamba pada Waduk Saguling rata- rata menggunakan pakan sebesar 16 – 18 kg dalam satu petak perharinya. Pakan yang diberikan tidak seluruhnya dapat dikonsumsi oleh ikan-ikan yang dibudidayakan, oleh karena itu sebagian pakan yang tidak dikonsumsi akan menyumbang bahan organik ke perairan. Sisa pakan yang terkonsumsi oleh ikan akan dibuang dalam bentuk feses ikan sehingga akan menyumbang bahan organik di perairan. Tipe KJA Gambar 6 yang digunakan oleh petani budidaya di Waduk Saguling adalah tipe kuadrat dengan ukuran 7 x 7 m 2 dengan kedalaman rata-rata 2,5 meter. Sebagian petani KJA menggunakan jaring lapis dengan membudidaya 2 jenis ikan dalam satu karamba yaitu ikan mas di lapisan atas dan ikan nila pada jaring lapisan bawah. Ikan yang dibudidayakan umumnya adalah ikan patin, nila, ikan mas, dan sebagian kecil ikan gurame. Seiring dengan waktu, karamba jaring apung di Waduk Saguling semakin banyak sehingga masukan bahan organik dari aktivitas karamba jaring apung akan dapat berdampak negatif dan dapat dikategorikan sebagai polutan perairan. Sistem pengoprasian karamba jaring apung yang kurang memperhatikan cara pemberian pakan, tata letak, dan daya dukung perairan akan menimbulkan masalah pada ekosistem perairan. Daya dukung perairan dapat menurun akibat cemaran aktivitas karamba jaring apung. Gambar 6. Ukuran dan tipe KJA di Waduk Saguling Tipe jaring tunggal Tipe jaring lapis 7 7 2,5 Ikan Ikan

2.5 Daya Dukung Perairan