Eutrofikasi Study of Trophic Status and Carrying Capacity for Floating Cage Aquaculture at Saguling Reservoir, West Java

lingkungan adalah sebesar 34279 ton per tahun pada tahun 2005. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produksi ikan pada tahun 2005 masih lebih kecil dibandingkan dengan daya dukung perairan waduk dengan catatan bahwa kadar oksigen terlarut mengalami defisit sehingga disarankan budidaya KJA untuk jenis-jenis ikan tertentu saja. Hasil penelitian pada tahun 2005 perlu ditindaklanjuti pada saat ini, khususnya masukan bahan organik yang diduga menjadi penyebab utama masalah defisit oksigen dan dengan adanya perubahan jumlah KJA yang aktif di tahun 2009. Daya dukung perairan waduk sangat ditentukan oleh tingkat kesuburan perairan waduk itu sendiri. Tingkat kesuburan perairan tergenang termasuk perairan waduk dapat dilihat dari beberapa parameter kualitas air, fitoplankton, jenis ikan, dan produktivitas primer. Menurut Scholten et al. 2005, Berdasarkan tingkat kesuburannya, maka perairan tergenang diklasifikasikan menjadi 4 kelas sebagai berikut : 1. Oligotrofik miskin unsur hara dan produktivitas rendah: perairan dengan produktivitas primer dan biomassa rendah. Perairan ini memilki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cendrung jenuh dengan oksigen. 2. Mesotrofik Unsur hara dan Produktivitas sedang : Perairan dengan produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan peralihan antara oligotrofik dan eutrofik. 3. Eutrofik kaya unsur hara dan Produktivitas tinggi : Perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini memilki tingkat kecerahan yang rendah dan kadar oksigen pada lapisan hipolimnion dapat lebih kecil dari 1 mgliter. 4. Hiper-eutrofik : perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer sangat tinggi. Pada perairan ini, kondisi anoksik terdapat pada lapisan hipolimnion.

2.2 Eutrofikasi

Eutrofikasi adalah suatu proses yang menggambarkan peningkatan konsentrasi dari nutrient-nutrien terlarut dan sebagai dampak peningkatan nutrient-nutrien tersebut adalah terjadinya peningkatan pertumbuhan dan produktivitas fitoplankton Pilay, 2004. Lebih lanjut dikatakan oleh Pierce 2002 bahwa eutrofikasi dan hypereutrofikasi adalah penyebab utama terjadinya ledakan populasi fitoplankton, akan tetapi hypereutrofikasi tidak selalu berbanding lurus dengan produktivitas fitoplankton, hal ini disebabkan fitoplankton membutuhkan nutrient-nutrien tertentu yang menjadi batasannya. Menurut Scholten et al. 2005, perairan yang mengalami eutrofikasi memiliki ciri meningkatnya kelimpahan cyanobakteri dan menurunnya kelimpahan organisme lainnya sehingga menyebabkan kekeruhan perairan tinggi, anoksik, timbul bau tidak sedap, dan munculnya penyakit yang disebabkan meningkatnya populasi chironomide dan culex. Bebagai pendekatan telah banyak dilakukan untuk mengukur tingkat eutrofikasi, diantaranya adalah dengan metode Trophic state index TSI yang dikemukakan oleh Carlson 1977 dalam Cooke et al. 2005. Pengukuran ini menggunakan tiga parameter, yaitu kandungan phosphor pada permukaan, kandungan chlorofil-a permukaan, dan kecerahan secchi. Tabel 1 merupakan nilai-nilai parameter yang digunakan dalam TSI : Table 1. Trophic state index TSI dan parameternya TSI Kecerahan secchi m Fosfor permukaan mgm 3 klorofil-a permukaan mgm 3 Stastus Trofik 64 0,75 0,04 Oligotrofik 10 32 1,5 0,12 20 16 3 0,12 30 8 6 0,94 40 4 12 2,6 Mesotrofik 50 2 24 7,3 60 1 48 20 Eutrofik 70 0,5 96 56 80 0,25 192 154 90 0,12 384 427 100 0,062 768 1183 Menurut Cooke et al. 2005, metode TSI adalah metode yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat eutrofikasi suatu perairan, akan tetapi metode TSI memiliki kelemahan-kelemahan yaitu tidak dapat digunakan pada waduk yang memiliki kekeruhan yang tidak hanya disebabkan oleh fitoplankton, hal ini dikarenakan dalam metode TSI kekeruhan hanya diasumsikan dari keberadaan fitoplankton, dan metode TSI parameter Sumber: Cooke et al, 2005 menggunakan parameter fosfor permukaan, oleh karena itu tidak dapat digunakan pada waduk yang memiliki keberadaan makrophyta yang tinggi. Metode lainnya yang sering digunakan dalam penentuan status trofik suatu perairan yaitu TRIX trophic index Jorgensen et al. , 2005 model ini menggunakan 4 parameter yaitu total nitrogen TN, total phosphor TP, klorofil-a, dan oksigen terlarut saturasi . Menurut Scholten 2005, Penggunaan konsentrasi total phosphor pada permukaan perairan TP sering digunakan sebagai indikator status trofik karena disini diasumsikan phosphor adalah salah satu nutrient yang sangat diperlukan oleh pertumbuhan alga. Scholten et al. 2005 juga mengatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara tingkatan trofik dengan kandungan phosphor Gambar 3 dan hubungan antara tingkatan trofik dengan kandungan chlorophyl-a Gambar 4. Gambar 3. Hubungan antara status trofik dengan total phospat Scholten et al. 2005 Gambar 4. Hubungan antara status trofik dengan kandungan chlorophyl-a Scholten et al. 2005 Penelitian mengenai permodelan eutrofikasi yang dilakukan Liu dan Chen 2009 menunjukkan bahwa fosfor merupakan nutrien penting dalam perubahan kondisi trofik suatu perairan. Penelitian tersebut menyimpulkan dengan mereduksi fosfor sebesar 20 - 80 maka akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas perairan dari status eutrofik menjadi mesotrofik dan oligotrofik.

2.3 Bahan Organik Di Perairan