Daya Dukung Perairan Waduk Saguling Untuk Kegiatan Karamba Jaring Apung

Berdasarkan hasil analisa nilai TRIX di Perairan Waduk Saguling pada setiap stasiun dan pada dua bulan pengamatan diperoleh nilai seperti pada table 13. Pada Bulan Juli, nilai TRIX di stasiun 1 sampai dengan stasiun 4 memiliki nilai kisaran TRIX sebesar 3.81 – 4.8 dengan nilai trix tertinggi pada stasiun 1. Kondisi nilai TRIX yang tinggi pada stasiun 1 yang terletak pada dam waduk Saguling menunjukkan pola yang meningkat kea rah luar waduk Saguling, kecendrungan tersebut diduga akibat pengaruh kegiatan karamba jaring apung dan sistem pengeluaran air dari waduk sehingga pada saat penelitian di bulan Juli, hasil buangan aktivitas karamba jaring apung terbawa ke stasiun 1 yang disebabkan oleh adanya aliran air keluar Waduk Saguling melalui dam. Nilai TRIX pada bulan Juli menunjukkan bahwa perairan Waduk Saguling telah mencapai kondisi mesotrofik sampai eutrofik. Pada Bulan Agustus, nilai TRIX di stasiun 1 sampai dengan stasiun 4 memiliki nilai kisaran TRIX sebesar 4.25 – 4.7 dengan nilai TRIX tertinggi pada stasiun 2. Secara umum, hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juli dan Agustus dengan kisaran nilai TRIX sebesar 3.81 - 4.8 menunjukkan bahwa perairan Waduk Saguling saat ini dalam kondisi eutrofik.

4.4 Daya Dukung Perairan Waduk Saguling Untuk Kegiatan Karamba Jaring Apung

Pendugaan daya dukung perairan pada penelitian ini menggunakan pendekatan fosfor yang didasarkan pada beban limbah fosfor baik yang berasal dari budidaya dalam karamba jaring apung maupun dari aktivitas non budidaya di Waduk Saguling. Pendugaan daya dukung bagi kegiatan karamba jaring apung ini berfungsi untuk menerapkan budidaya yang memperhatikan kapasitas asimilasi lingkungan perairan terhadap buangan limbah aktivitas budidaya. Kegiatan budidaya karamba jaring apung di Waduk Saguling memiliki dua sisi yang harus diperhatikan, yang pertama sisi positif dari aktivitas karamba jaring apung yang dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar bahkan masyarakat di luar waduk Saguling sebagai penanam modal. Masyarakat Waduk Saguling selain sebagai pemilik budidaya karamba jaring apung, sebagian sebagai pekerja pada budidaya KJA sehingga aktivitas karamba jaring apung sangat membantu perekonomian masyarakat. Semakin bertambahnya unit karamba mengakibatkan munculnya sisi negatif dari aktivitas KJA di Waduk Saguling karena aktivitas tersebut dapat menghasilkan limbah bahan organik akibat menumpuknya sisa pakan dan sisa metabolisme ikan di perairan. Jumlah unit karamba jaring apung terus meningkat setiap tahunnya, tercatat pada tahun 1991 jumlah KJA telah mencapai 1800 unit, kemudian terus mengalami kenaikan pada tahun 1993 sebanyak 4250 unit. Pada tahun 1999 jumlah KJA di Waduk Saguling mencapai 4425 unit. Setelah tahun 1999 penambahan unit KJA tidak begitu signifikan karena adanya pelarangan dan pembatasan jumlah KJA yang beroprasi di Waduk Saguling, akan tetapi kondisi tersebut tidak berlangsung lama, tercatat pada tahun 2006 jumlah unit KJA mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu sekitar 6351 unit. Data terakhir yang didapatkan adalah pada tahun 2008 sejumlah 7209 unit karamba jaring apung yang aktif di sekitar Waduk Saguling. Menurut hasil wawancara di Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Barat bagian Budidaya Perairan, didapatkan bahwa estimasi kenaikan jumlah karamba jaring apung pada tahun 2009 sekitar 8 dari tahun 2008. Menurut Wardhana 2004, daya dukung alam dapat diartikan sebagai kemampuan alam atau ekosistem untuk mendukung kehidupan biota di dalamnya dan kehidupan manusia sebagai pengguna ekosistem. Beveridge 2004 mengatakan bahwa daya dukung lingkungan perairan bagi kegiatan budidaya perairan lebih menekankan pada bagaimana mewujudkan kegiatan produksi budidaya perairan yang berkelanjutan dengan menetapkan beberapa kriteria pembatas. Kegiatan budidaya yang berkelanjutan adalah kegiatan budidaya yang dapat mendukung faktor lingkungan sehingga kegiatan budidaya tersebut dapat dilakukan terus menerus. Permasalahan yang sering terjadi pada budidaya dalam karamba jaring apung adalah pemberian pakan dengan intensitas tinggi tanpa memperhitungkan atau mengikuti petunjuk teknis. Pemberian pakan dengan intensitas tinggi ini dilakukan oleh pembudidaya dengan tujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan ikan, faktanya bahwa pemberian pakan dengan intensitas tinggi tidak efektif karena banyak pakan yang akan terbuang atau tidak temakan oleh ikan sehingga akan menyumbang pertambahan bahan organik di perairan. Pakan yang dipergunakan oleh pembudidaya di waduk Saguling adalah pakan komersial yang sebagian besar menggunakan jenis turbo 88 dan shinta. Hasil analisis laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor memperlihatkan bahwa pakan komersial tersebut memiliki kandungan fosfor sebesar 1,19 . Data hasil wawancara terhadap pembudidaya mengenai sistem budidaya KJA di Waduk Saguling dan food convertion ratio FCR dapat dilihat dibawah ini: Jumlah KJA aktif : 7209 unit Jenis Ikan Budidaya : Pangasius sp patin Siklus musim : 1 tahun 1 kali musim tanam Padat Tebar : per petak 7x7x3m 3 Organisme yang dibudidaya oleh pembudidaya KJA waduk Saguling secara umum ada tiga jenis yaitu ikan patin Pangasius sp, ikan mas Ciprinus sp, dan ikan nila Oreochromis sp. Pada saat penelitian dilakukan, sebanyak 64 petani budidaya KJA membudidaya ikan jenis Pangasius sp dengan 1 kali siklus panen dalam 1 tahun. 36 lainnya membudidaya ikan mas dan ikan nila dengan sistem jaring tunggal maupun lapis dengan 3 kali musim tanam dalam 1 tahun. Alasan petani budidaya KJA memilih membudidaya ikan patin bervariasi, akan tetapi secara umum ikan patin relatif lebih tahan penyakit dan dapat bertahan hidup dalam kondisi perairan Waduk Saguling ketika terkena masukan bahan pencemar dari pabrik di sekitar Sungai Citarum. Perhitungan FCR sebesar 1.76 : 1 dapat diartikan bahwa pada Waduk Saguling, dengan pemakaian