dalam  rendaman  air,  dan  tidak  meninggalkan  bekas  setelah  dikerok maupun dilorot.
b. Lilin batik tembokan popokan
Lilin  ini  berfungsi  menutup bagian  motif  yang akan tetap putih,  menutup dasaran kain agar tetap putih disebut nembokmopok, menutup pinggiran
pada kain panjang seret. Lilin tembok mempunyai sifat antara lain, lama mencair  dan  cepat  membeku,  daya  lekatnya  sangat  kuat  sehingga  tidak
mudah  lepasremuk,  mudah  meresap  pada  kain,  tahan  terhadap  larutan alkali,  tidak  mudah  lepas  dalam  rendaman  air,  sukar  dilorot,  dan  tidak
meninggalkan bekas setelah dilorot. c.
Lilin batik tutupanbiron Lilin  ini  berfungsi  menutup  bagian  motif  yang  akan  dipertahankan
warnanya setelah dicelup atau dicolet, menutupi warna biru wedelbiru tua mbironi  setelah  sebagain  lilin  dikerok  atau  dilorot,  merining  yaitu
memberi  efek  titik-titikcecek  pada  bagian  kerangka  motifklowongan. Lilin batik tutupanbiron mempunyai sifat antara lain, mudah mencair dan
membeku, daya lekat cukup, mudah tembus dalam kain, tidak tahan dalam larutan alkali, dan mudah dilorod.
Sifat-sifat  lilin  batik  sesuai  jenisnya  tersebut  sangat  tergantung  dan dipengaruhi  oleh  sifat-sifat  bahan  sebagai  unsur  campuran  pembentuk  lilin  batik
seperti  damar  mata  kucing,  gondorukem,  parafin,  lilin  lebahkotelilin  gombal, lilin  mikro,  dan  lemak  binatang  atau  minyak  nabati.  Komposisi  bahan  lilin
tersebut disesuaikan menurut fungsinya dan kegunaannya, karenanya unsur bahan lilin  batik  mempunyai  peranan  penting  untuk  mendapatkan  spesifikasi  lilin  serta
ikut menentukan kualitas batiknya.
2.6.2.3. Bahan Pewarna
Pewarna  atau  zat  pewarna  batik  adalah  zat  warna  tekstil  yang  dapat digunakan  dalam  proses  pewarnaan  batik  baik  dengan  cara  pencelupan  maupun
coletan  pada  suhu  kamar  sehingga  tidak  merusak  lilin  sebagai  perintang warnanya.  Berdasarkan  asalnya  zat  pewarna  batik  dapat  dibagi  menjadi  2
golongan,  yaitu  pewarna  alami  dan  pewarna  buatan.  Pewarna  alami  didapat
langsung  dari  alam  seperti  kulit  kayu  tingi,  kayu  tegeran,  dan  daun  tomnila. Pewarna  buatan  didapat  dari  zat  warna  yang  dibuat  menurut  reaksi-reaksi  kimia
tertentu.  Jenis  zat  warna  sintetis  untuk  tekstil  cukup  banyak,  namun  hanya beberapa  diantaranya  yang  dapat  digunakan  sebagai  pewarna  batik.  Hal  ini
dikarenakan  dalam  proses  pewarnaan  batik  suhu  pencelupan  harus  pada  suhu kamar. Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain:
a. Zat warna reaktif
Zat  warna  reaktif  umumnya  dapat  bereaksi  dan  mengadakan  ikatan langsung  dengan  serat  sehingga  merupakan  bagian  dari  serat  tersebut.
Jenisnya  cukup  banyak  dengan  nama  dan  struktur  kimia  yang  berbeda tergantung  pabrik  yang  membuatnya.  Salah  satu  yang  saat  ini  sering
digunakan untuk pewarnaan batik adalah remazol. Ditinjau dari segi teknis praktis  pewarnaan  batik  dengan  remazol  dapat  digunakan  secara
pencelupan, coletan maupun kuasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain,  larut  dalam  air,  mempunyai  warna  yang  briliant  dengan  ketahanan
luntur  yang  baik,  dan  daya  afinitasnya  rendah.  Untuk  memperbaiki  sifat tersebut pada pewarnaan batik dapat diatasi dengan cara kuasan dan fixasi
menggunakan Natrium Silikat. b.
Zat warna indigosol Zat  warna  indigosol  adalah  jenis  zat  warna  bejana  yang  larut  dalam  air.
Larutan zat warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada saat kain  dicelupkan  ke  dalam  larutan  zat  warna  belum  diperoleh  warna  yang
diharapkan.  Setelah  dioksidasi  atau  dimasukkan  ke  dalam  larutan  asam HCl atau H
2
SO
4
akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang  diperlukan  dalam  pewarnaan  dengan  zat  warna  indigosol  adalah
Natrium  Nitrit  NaNO
2
sebagai  oksidator.  Warna  yang  dihasilkan cenderung warna-warna  lembut atau  pastel. Dalam pembatikan zat warna
indigosol dipakai secara celupan maupun coletan. c.
Zat warna napthol Zat  warna  ini  merupakan  zat  warna  yang  tidak  larut  dalam  air.  Untuk
melarutkannya  diperlukan  zat  pembantu  kostik  soda.  Pencelupan  napthol dikerjakan  dalam  2  tingkat.  Pertama  pencelupan  dengan  larutan
naptholnya  sendiri  penaptholan.  Pada  pencelupan  pertama  ini  belum diperoleh warna atau warna belum timbul. Kemudian dicelup tahap kedua
atau  dibangkitkan dengan  larutan garam diazodium,  maka akan diperoleh warna  yang  dikehendaki.  Tua  muda  warna  tergantung  pada  banyaknya
napthol  yang  diserap  oleh  serat.  Dalam  pewarnaan  batik  zat  warna  ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua dan hanya dipakai secara
pencelupan. Jenis tampilan warna napthol dapat dilihat pada Gambar 1. d.
Zat warna rapid Zat  warna  ini  adalah  napthol  yang  telah  dicampur  dengan  garam
diazodium  dalam  bentuk  yang  tidak  dapat  bergabung.  Untuk membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam
pewarnaan  batik,  zat  warna  rapid  hanya  dipakai  untuk  pewarnaan  secara coletan.
Gambar 1. Ragam pewarna napthol
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian  ini  dilakukan  selama  2  bulan,  mulai  dari  bulan  Juni  sampai dengan  bulan  Juli  2009.  Penelitian  bertempat  di  Pusat  Batik  Desa  Jarum
Kecamatan  Bayat  Kabupaten  Klaten  Jawa  Tengah,  Laboratorium  Rekayasa  dan Desain  Bangunan  Kayu, Laboratorium  Kimia Hasi Hutan, Laboratorim  Anatomi
dan Fisika Kayu Fakultas Kehutanan IPB Darmaga.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah lakban, kertas ampelas nomor 180, gelas, pengaduk, ember,  kompor, wajan, canting, gayung, panci,  dan
sarung tangan untuk proses pembatikan. Selain itu juga dibutuhkan kertas ampelas nomor  400  dan  1000,  spray  gun,  kompresor,  water  bath,  penggaris,  alat  tulis,
kuas, kain lap, dan jam. Bahan-bahan  yang  digunakan  antara  lain  anyaman  bambu  Tali  dan
Betung, bahan-bahan pembatik seperti pewarna  napthol ASG,  ASOL, dan Soga 91, garam diazodium merah B dan  merah GG, TRO Turkish Red Oil, kostik
soda,  malam,  dan  soda  abu.  Bahan  finishing  yang  digunakan  antara  lain,  Wood Filler  SH-113,  Impra  Aqua  Wood  Filler  AWF-911,  Impra  Melamine  Sanding
Sealer  MSS-123, Sanding Sealer  SS-121, Impra  Aqua Sanding Sealer  ASS-941, Melamine  Lack  ML-131,  Top  Coat  Meuble  Lack  NC-141,  Impra  Aqua  Lacquer
AL-961.  Untuk  pengujian  sifat  finishing,  bahan-bahan  yang  digunakan  adalah minyak sayur, kecap, saos, serbuk gergaji, jerami dan air.
3.3. Metode Penelitian
Contoh  uji  dibuat  dari  sayatan  bambu  Betung  dan  bambu  Tali.  Sayatan bambu  tersebut  dianyam  membentuk  pola  anyaman  kajang.  Anyaman  dibuat
dengan ukuran 30 cm x 30 cm dengan variasi dua jenis bagian bambu yaitu kulit dan daging bambu, kemudian bambu yang telah dianyam diberi kerangka frame
untuk  mempertahankan  kestabilan  anyaman  dari  goncangan  dan  lekukan  serta memudahkan dalam pengerjaan dengan menggunakan lakban Gambar 2.