Gambar 2. Variasi jenis dan pola anyaman bambu Betung dan bambu Tali. Keterangan:
A = Anyaman bambu Betung berbahan campuran daging dan kulit bambu. B = Anyaman bambu Betung berbahan daging bambu.
C = Anyaman bambu Tali berbahan campuran daging dan kulit bambu. D = Anyaman bambu Tali berbahan daging bambu.
Masing-masing contoh uji diberi perlakuan pembatikan dan finishing dengan urutan kerja dan penggunaan bahan finishing yang berbeda. Dalam hal ini
bahan finishing yang digunakan adalah melamin, nitroselulosa dan aqua. Hasil dari pengaplikasian bahan finishing yang berbeda tersebut akan dibandingkan
secara visual, kemudian dilanjutkan dengan pengujian sifat finishing-nya. Pada penelitian ini dilakukan tiga jenis pengujian, yaitu pengujian terhadap bahan
kimia rumah tangga, asap, dan uap air. Pengujian juga dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi reaksi antara bahan-bahan pembatik dengan bahan-
bahan finishing. Adapun urutan proses finishing-nya dijelaskan pada sub pokok berikut.
3.3.1. Persiapan Permukaan Bambu
Pengapian atau pembakaran beberapa saat dilakukan pada setiap contoh uji untuk menghilangkan bulu-bulu halus yang menempel, serta kumbang
penggerek perusak anyaman bambu. Kemudian setiap contoh uji diampelas dengan kertas ampelas nomor 180. Pengampelasan bertujuan meratakan serta
B A
C D
menghaluskan permukaan bambu dan membersihkan permukaan bambu dari segala kotoran yang menempel. Anyaman yang telah diampelas kemudian
dibersihkan dengan menggunakan kuas.
3.3.2. Pemberian Filler
Pemberian filler bertujuan untuk menutup pori-pori dan merataan permukaan bambu. Ada dua jenis filler yang digunakan , yaitu Wood Filler SH-
113 yang berpelarut minyak dan Impra Aqua Wood Filler AWF-911 yang berpelarut air. Cara pengaplikasiannya dengan menggunakan kuas setelah filler
dicampur dengan pelarutnya masing-masing.
3.3.3. Pembatikan
Tahapan proses pembatikan adalah: a.
Anyaman bambu terlebih dahulu diampelas halus kemudian diberi gambar dengan pola yang diinginkan. Kegiatan membuat pola ini disebut mola.
b. Anglo atau kompor kecil dan wajan yang berisi malam disiapkan. Malam
harus mencair sempurna agar lancar keluar dari cucuk canting dan dapat menempel dengan baik pada permukaan anyaman bambu.
c. Pembatikan dimulai dengan mengambil malam yang telah mencair dengan
canting. Canting harus ditiup terlebih dahulu sebelum dibatikkan. Peniupan ini dilakukan untuk mengembalikan cairan malam dari cucuk ke nyamplung
sehingga malam tidak meleleh sebelum ditempelkan pada permukaan anyaman bambu. Selain itu canting ditiup untuk membebaskan cucuk dari
sumbatan atau kotoran malam. d.
Langkah selanjutnya yaitu menggoreskan ujung canting pada permukaan anyaman bambu. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian karena tebal tipisnya
garis batikan sangat ditentukan oleh keterampilan tangan pembatik. Jika cairan malam dalam nyamplung telah habis atau dingin, maka malam dikembalikan
lagi dalam wajan untuk kemudian mengambil cairan malam yang baru. Malam yang dingin tadi akan meleleh dan bercampur lagi dengan malam yang lain
karena selama pembatikan kompor akan terus dinyalakan dengan api yang kecil. Pembatikan diteruskan sampai seluruh pola yang disiapkan tertutup oleh
malam.
e. Anyaman bambu yang telah selesai dimalam terlebih dahulu dibersihkan
menggunakan kuas. Setelah itu dapat langsung diwarnai. Pada penelitian ini pewarna yang digunakan adalah jenis naphtol dengan cara pencelupan dingin.
Garam yang digunakan ada 2 tiga jenis, yaitu merah B dan merah GG sedangkan napthol yang digunakan terdiri dari 3 jenis, yaitu ASG, ASOL dan
soga 91. Pewarna disiapkan dengan melarutkan kostik soda, ASG, dan TRO dalam air panas. Setelah itu dicampur dengan 1 liter air dingin dan
dimasukkan ke dalam ember. Larutan pewarna didiamkan beberapa menit sampai dingin. Setelah itu anyaman dicelup dalam larutan pewarna sambil
disiram agar seluruh permukaan anyaman terkena pewarna. Pencelupan ini tidak membutuhkan waktu yang lama.
f. Anyaman bambu dapat diproses lebih lanjut untuk membangkitkan warnanya
melalui pencelupan dalam garam diazodium jenis merah B. Lamanya pencelupan tergantung pada tingkatan warna yang diinginkan. Semakin lama
anyaman berada dalam larutan ini maka warna yang dihasilkan akan semakin tua. Konsentrasi garam diazodium harus diperhatikan setelah digunakan untuk
membangkitkan warna beberapa kali. Konsentrasi garam diazodium dapat dilihat dari warna yang berhasil dibangkitkan. Anyaman bambu yang telah
dicelup kemudian dijemur untuk mengeringkan larutan garam diazodium. g.
Tahapan selanjutnya adalah pencantingan kembali kedua. Langkah ini sama halnya dengan poin d-e, namun pada pewarnaan pertama larutan yang
digunakan adalah kostik soda, ASOL, dan TRO sedangkan pada larutan kedua menggunakan garam diazodium jenis merah GG. Pada pewarnaan tahapan
ketiga, setelah pencantingan kembali ketiga pewarnaan pertama larutan yang digunakan adalah kostik soda, soga 91, dan TRO sedangkan pada larutan
kedua menggunakan garam diazodium jenis merah B. h.
Tahapan selanjutnya adalah nglorot. Tahap nglorot dilakukan dengan merebus anyaman dalam air yang telah dicampur dengan soda abu. Soda abu ini
bertujuan untuk melunakkan malam sehingga lebih mudah terlepas dari anyaman. Anyaman bambu yang telah kering setelah pewarnaan dapat segera
dilorot. Anyaman bambu dimasukan dalam air mendidih sambil dibolak-balik, hal ini dilakukan sampai semua permukaan anyaman terbebas dari malam.
Setelah permukaan anyaman bersih, anyaman diangkat dan langsung dimasukan dalam air dingin untuk dibersihkan. Anyaman bambu yang telah
bersih dari malam kemudian dijemur kembali dan siap untuk mendapat perlakuan finishing selanjutnya.
3.3.4. Pemberian Sealer