Elemen Lanskap Sejarah IDENTIFIKASI LANSKAP PECINAN 5.1 Orientasi Kawasan

adalah jalan kecil diluar jalan utama yang dicirikan dengan deretan pemukiman kecil Gambar 15 Gambar 15. Pembagian Jalan Kawasan Pecinan

5.4 Elemen Lanskap Sejarah

Latar belakang terbentuknya kawasan Pecinan Suryakencana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menjadikan kawasan ini sebagai kawasan yang bernilai sejarah. Pada kawasan ini ditemukan beberapa bangunan bersejarah dan beberapa diantaranya telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai benda cagar budaya Gambar 38. Lanskap dan bangunan bersejarah yang akan dijelaskan berikut ini adalah tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah penting bagi kawasan dan Kota Bogor.

5.4.1 Kelenteng Hok Tek Bio

Kelenteng Hok Tek BioVihara Dhanagun terletak di Jalan Suryakencana No.1 Bogor, Kelurahan Babakan Pasar Gambar 16 Gambar 16. Kelenteng Hok Tek Bio Jalan sekunder Jalan utama Jalan sekunder Jalan Suryakencana Jalan Roda Jalan Kampung Cincau Rumah Toko Rumah Toko

5.4.1.1 Sejarah Singkat

Hok Tek Bio telah berdiri sekitar tiga abad yang lalu, kurang lebih pada abad ke-18 M. Nama Hok Tek Bio terdiri dari tiga nama yang merupakan sistem penamaan bangsa Cina. Nama ini diambil dari nama dewa bumi Ceng Sin Hok Tek Ceng Sin . Pada awalnya Hok Tek Bio merupakan sebuah klenteng yang dibangun oleh orang Cina sebagai tempat peribadatan kepercayaan Kong Hu Chu. Kemudian, pada saat Orde Baru klenteng ini diubah namanya menjadi Vihara Dhanagun agar keberadaannya tetap diperbolehkan. Setelah masa Orde Baru berakhir dan berganti dengan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang menerbitkan Keputusan Presiden Kepres 6 2000 tentang pencabutan Inpres 141967 nama klenteng Hok Tek Bio boleh digunakan kembali dan berbagai perayaan Cina lainnya juga diperbolehkan, seperti perayaan imlek, Cap Go Meh dan atraksi barongsai. Pada tahun 2003, kelenteng ini dipugar dengan menambahkan beberapa lantai bertingkat untuk Dhammasala ruang kebaktian umat Buddha.

5.4.1.2 Kondisi Fisik

Pada mulanya bangunan kelenteng Hok Tek Bio hanya berukuran 18 x 10 m, kemudian oleh pihak kelenteng diadakan penambahan bangunan yang meliputi bangunan di sisi barat, timur dan selatan hingga mencapai bentuknya yang sekarang. Bangunan kelenteng terdiri atas halaman, bangunan utama dan bangunan tambahan. Pada lantai atas bangunan tambahan terdapat ruang Dhammasala dengan altar Sang Buddha didalamnya yang berfungsi sebagai tempat kebaktian. Arsitektur bangunan kelenteng sendiri merupakan arsitektur kelenteng klasik. Kondisi bangunan kelenteng sendiri masih baik dan terawat.

5.4.1.3 Pengelolaan Pelestarian

Kelenteng ini masih digunakan sebagai tempat beribadah sampai sekarang dan dikelola di bawah Yayasan Dhanagun. Konservasi dan pengelolaan bangunan kelenteng dilakukan melalui pemeliharaan harian secara rutin karena sering dikunjungi oleh umat dan pengunjung. Pada dinding halaman kelenteng terpasang sebuah peringatan berdasarkan Monumenten Ordonantie dan Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang sengaja dipasang oleh pengurus kelenteng untuk memberitahu agar semua pengguna kelenteng turut menjaga dan tidak merusak kelestarian bentuk kelenteng Gambar 17. Kelenteng ini, karena peran sentralnya sebagai pusat komunitas masyarakat dan pelestarian budaya Cina, secara fisik dan ritual tampil konservatif, membuatnya mampu tampil sebagai ikon identitas kawasan Pecinan Suryakencana yang dilestarikan dan direkonstruksi hingga kini Gambar 17. Tulisan isi Monumenten Ordonantie dan Undang Undang RI tentang Benda Cagar Budaya di dinding halaman kelenteng

5.4.1.4 Lingkungan

Lokasi kelenteng terletak tepat di ujung utara Jalan Suryakencana, sebelah Yogya Plaza dan berseberangan dengan Kebun Raya Bogor. Letaknya yang strategis membuat lokasi mudah diakses. Adanya gapura sebagai gerbang kelenteng juga membuat kelenteng mudah dikenali. Karena letak kelenteng yang berada di tepi jalan dan bersebelahan dengan pusat perbelanjaan, maka di sekitar kelenteng terdapat beberapa lapak pedagang dan pejalan kaki yang berlalu lalang Gambar 18. Kondisi ini dapat mengancam keberlanjutan kelenteng. Gambar 18. Suasana Sekitar Kelenteng

5.4.2 Rumah Kapitan Tan

Di Jalan Suryakencana, terdapat rumah keluarga Tan atau yang lebih dikenal dengan rumah Kapitan Gambar 19 . Rumah Kapitan saat ini sudah dinyatakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor sebagai bangunan cagar budaya sesuai Perda No. 5 tahun 2005.

5.4.2.1 Sejarah Singkat

Keluarga Tan adalah keluarga peranakan yang terkenal kaya raya dan dihormati di Hindia Belanda. Banyak anggota keluarga Tan yang menjadi Kapitein dan Luitenant di Pecinan Suryakencana. Keluarga Tan adalah pendiri Gedung Dalam yang terkenal di kawasan ini, sayangnya Gedung Dalam sudah tidak ada dan rata dengan tanah. Gambar 19. Rumah Kapitan Tan

5.4.2.2 Kondisi Fisik

Bentuk bangunan berarsitektur Indis ini masih sama seperti dulu, hanya pagarnya saja yang berubah. Bagian bangunan yang mendapat pengaruh budaya barat pun masih dapat terlihat, seperti telundak semacam teras yang lebar, pilar- pilar besar, pintu dipasang cermin besar dan penyangga atap dari besi yang khas Belanda. Rumah Kapitan Tan ini sampai sekarang masih didiami oleh keturunan Kapitan Tan.

5.4.2.3 Pengelolaan Pelestarian

Rumah Kapitan Tan ini berada dalam kondisi yang baik. Struktur bangunan rumah dan bagian bangunan yang mendapat pengaruh budaya barat pun masih terawat dengan baik walaupun sudah agak kusam. Pengelolaan dilakukan secara pribadi dan di bawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor.

5.4.2.4 Lingkungan

Rumah ini terletak di tepi Jalan Suryakencana. Terlihat beberapa rumah dan ruko lainnya di sekitar rumah ini Gambar 20. Selain karena terletak di tepi jalan raya, bangunan ini juga terlihat sangat antik diantara bangunan lain disekitarnya sehingga keberadaannya mudah ditemukan. Gambar 20. Suasana Sekitar Rumah Kapitan Tan

5.4.3 Rumah Keluarga Thung

Tidak jauh dari rumah Kapitan Tan, terdapat rumah Keluarga Thung Gambar 21. Rumah ini juga masih didiami oleh keluarga tersebut dan sudah dinyatakan sebagai bangunan cagar budaya sesuai Perda No. 5 tahun 2005 oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor.

5.4.3.1 Sejarah Singkat

Selain Keluarga Tan, keluarga lain yang terkenal kaya dan dihormati oleh masyarakat adalah Keluarga Thung. Anggota keluarga yang terkenal adalah Thung Tjoen Pok 1874-1943, seorang tuan tanah dan anggota Volksraad jaman Belanda. Pasar Cunpok yang terletak dekat Gang Aut dan Padasuka adalah peninggalannya. Pemilik rumah ini adalah Thung Tjiang Pek, cucu dari Thung Tjoen Pok . Adik dari Thung Tjiang Pek, yaitu Thung Tjiang Kwee adalah pemilik Panorama Tour.

5.4.3.2 Kondisi Fisik

Bangunan yang juga mendapat pengaruh Eropa ini sampai sekarang masih terawat dengan baik. Yang unik dari rumah ini adalah halamannya yang sangat luas. Umumnya rumah di kawasan Pecinan tidak memiliki halaman dan saling berdempet rapat. Pepohonan yang tumbuh rindang di halaman juga meningkatkan kualitas estetik rumah. Gambar 21 Rumah Keluarga Thung

5.4.3.3 Pengelolaan Pelestarian

Rumah Keluarga Thung ini berada dalam kondisi yang baik. Struktur bangunan rumah dan halaman pun masih terawat dengan baik. Pengelolaan dilakukan secara pribadi.

5.4.3.4 Lingkungan

Rumah Keluarga Thung terletak sejajar dengan rumah kapitan dan di tepi Jalan Suryakencana. Di sebelah bangunan adalah klinik dokter dan apotik yang cukup ramai didatangi. Keindahan rumah ini masih terlihat karena adanya halaman sementara bangunan disekitarnya berdempet rapat dan tidak memiliki halaman.

5.4.4 Bangunan Bekas Hotel Pasar Baroe

Bangunan ini terletak di Jalan Klenteng No. 88, RT 02 RW 07, Kelurahan Babakan Pasar. Posisinya sangat tersembunyi di belakang Pasar Bogor dan dekat dengan tempat pembakaran sampah.

5.4.4.1 Sejarah Singkat

Hotel Pasar Baroe dibangun bersamaan dengan hotel Aryana dan hotel Salak pada tahun 1873 oleh seorang keturunan Cina bernama Tan Kwan Hong dan saat itu merupakan hotel megah berlantai dua yang berdiri di atas lahan 1,20 hektar. Hotel berarsitektur perpaduan antara Eropa dan Cina ini, menjadi primadona bagi para pelancong yang mayoritas terdiri dari warga Cina, Arab dan Bumiputra, karena Hotel Bellevue dan Hotel Salak terlalu mewah yang hanya bisa dinikmati oleh warga Belanda dan Eropa lainnya. Hotel Pasar Baroe pada masa itu terletak dikawasan pertemuan antara Kelentengweg Jl. Kelenteng dan Pasarweg Jl. Pasar. Sesudah masa kemerdekaan, hotel kemudian dihuni sejumlah keluarga dari Angkatan Udara RI hingga berakhirnya peristiwa pemberontakan PKI pada 1966. Kepemilikan hotel berpindah tangan dari keluarga Tan Kwan Hong yang sekarang tinggal di Jalan Perintis Kemerdekaan Jl. Merdeka, kemudian hotel itu dijual kepada keluarga Lim dan Lie, mereka adalah Lim Siang Yang, Lim Siang Yin, Lie Bun Kian dan Lie Bun Kwat. Ketiga orang yang disebut terakhir sudah meninggal dunia sehingga saat ini Hotel Pasar Baroe diurus oleh Lim Siang Yang dan anaknya.

5.4.4.2 Kondisi Fisik

Hotel Pasar Baroe adalah salah satu bangunan yang memiliki ciri-ciri arsitektur Indis dengan atap yang curam, jendela dan pintu yang tinggi dan lebar, besi penyangga, pilar-pilar besar serta pintu yang terletak tepat di tengah diapit dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Saat ini, kondisi bangunan bersejarah itu sangat mengkhawatirkan. Kayu- kayu yang mendominasi seluruh bangunan terlihat sudah banyak yang lapuk dan beberapa bagian bangunan tampak rusak. Material kayu yang mendominasi bangunan sebagian terlihat keropos dan bilik atap sudah mulai terkelupas. Di serambi depan banyak digunakan oleh beberapa orang sekitar pasar untuk beristirahat, walaupun sudah dipagar kawat Gambar 22. Gambar 22. Kondisi Bangunan Bekas Hotel Pasar Baroe

5.4.4.3 Pengelolaan Pelestarian

Bangunan yang sudah lapuk dan rusak ini tidak lagi diperbaiki oleh pemiliknya karena biaya perbaikannya mahal. Upaya pemerintah ditunjukkan dengan menyatakan Hotel Pasar Baroe sebagai bangunan cagar budaya sesuai Perda No. 5 tahun 2005, sejak awal tahun 2007, namun belum dirasakan tindakan dari pemerintah untuk menindaklanjuti perda tersebut.

5.4.4.4 Lingkungan

Keberadaan pasar di sekitar hotel membuat daerah sekitar menjadi becek dan bau. Bau juga disebabkan tempat pemotongan hewan yang tepat berada di depannya dan sampah yang dibuang oleh warga dekat bangunan. Sekarang bangunan ini sudah dijual oleh pemiliknya, tapi sampai saat ini belum ada yang berminat untuk membelinya, mungkin karena letaknya terpencil dan suasananya yang tidak kondusif Gambar 23. Gambar 23. Suasana Sekitar Hotel

5.4.5 Jalan Suryakencana

Jalan Suryakencana adalah jalan utama pada kawasan Pecinan. Pada jalan ini masih terdapat ruko-ruko khas Tionghoa yang berdempetan dan trotoar di kanan kiri jalan. Sejak dulu Jalan Suryakencana ini adalah salah satu jalur yang dilewati saat perayaanarak-arakan Cap Go Meh.

5.4.5.1 Sejarah Singkat

Pada tahun 1808, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels membangun jalan yang membentang dari Anyer hingga Panarukan. Jalan ini melintasi Bogor dan dinamakan Jalan Raya Pos Groote Post Weg. Jalan ini melintas Jalan Ahmad Yani, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Suryakencana, Jalan Sukasari, Tajur hingga Gadog. Pada saat itu Jalan Suryakencana bernama Handelstraat atau Jalan Perniagaan handel = niaga, straat = jalan sesuai dengan fungsinya sebagai sentra ekonomi kota. Sejak ada peraturan Wijkenstelsel , Jalan Suryakencana dijadikan sebagai pusat perkampungan masyarakat Tionghoa di Buitenzorg. Bangunan ruko yang ada di jalan ini diperkirakan didirikan sekitar tahun 1800-an hingga abad ke-19. karena sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pedagang. Ruko tidak hanya berfungsi sebagai tempat berdagang tapi juga memiliki arti penting sebagai simbol status keluarga yang terus dipelihara dan diturunkan ke generasi berikutnya, seperti pada pengelolaan toko Ngesti yang saat ini sudah beralih ke generasi ketiga dan memiliki 3 toko yang masing-masing dikelola oleh tiga anak lelaki Nyonya Ngesti.

5.4.5.2 Kondisi Fisik

Kondisi Jalan Suryakencana sudah agak rusak di beberapa bagiannya. Bila hujan turun, air akan tergenang pada bagian jalan yang berlubang dan kadang menimbulkan banjir karena drainase yang kurang baik. Pada trotoar juga terdapat lubang-lubang selokan yang tak ditutup yang dapat membahayakan pejalan kaki. Ruko-ruko di kawasan ini berdempetan rapat dan hampir tidak menyisakan lahan terbuka, memiliki muka yang sempit, sekitar empat sampai lima meter saja, namun panjangnya bisa mencapai 30 meter lebih. Dahulu bentuk muka dan bukaan jendela dan pintu sangat unik dan berbeda-beda karena dipengaruhi oleh statusperan sosial penghuninya, tapi saat ini bentuk muka ruko umumnya berupa rolling door . Bangunan ruko pun banyak menjadi sarang burung walet, akibatnya bangunan menjadi rusak dan tak terurus.

5.4.5.3 Pengelolaan Pelestarian

Perbaikan dan pembangunan jalan dan trotoar berada di bawah pengawasan Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor. Sayangnya masih jarang dilakukan perbaikan terhadap jalan dan trotoar yang sudah mulai rusak. Beberapa bangunan di Jalan Suryakencana ini sudah termasuk ke dalam benda cagar budaya terkait dengan pengelolaan dan pelestarian bangunan tersebut. Akan tetapi kenyataanya aplikasi di lapang belum terlihat nyata. Pengelolaan dilakukan seadanya sebatas dengan kemampuan dana sang pemilik.

5.4.5.4 Lingkungan

Jalan Suryakencana terletak tegak lurus dengan Kebun Raya Bogor, dan bersimpangan dengan Jalan Otto Iskandardinata dan Jalan Ir. H. Juanda. Jalan Suryakencana adalah salah satu pusat keramaian di Kota Bogor, terutama pada akhir pekan. Bukan hanya karena di sepanjang jalan itu terdapat pemukiman dan toko warga Tionghoa sejak dulu, tetapi juga karena jalan itu merupakan akses termudah mencapai Bandung dari Jakarta melalui Puncak sebelum ada Jalan Tol Jagorawi. Gambar 24 menunjukkan Jalan Suryakencana tahun 1880 sementara Gambar 25 menunjukkan Jalan Suryakencana tahun 2008. Gambar 24. Jalan Suryakencana tahun Gambar 25. Jalan Suryakencana 1880 Sumber : www.kitlv.nl tahun 2008

5.4.6 Rumah Abu Keluarga Thung

Rumah berpintu tiga ini terletak di Jalan Suryakencana dan hanya berbeda dua rumah saja dengan rumah Keluarga Thung.

5.4.6.1 Sejarah Singkat

Rumah abu yang juga dimiliki oleh Keluarga Thung ini didirikan oleh Kapitan Thung Tjoen Ho 1869-1922. Dulu nama tempat ini adalah Kioe Seng Tong dan digunakan sebagai kantor oleh Kiong Seng Liong 9 Thung Bersaudara. Setelah beberapa lama, rumah dipakai untuk menyimpan abu jenazah leluhur. Rumah ini akhirnya dikenal sebagai Rumah Abu Keluarga Thung. Saat ini rumah dipakai sebagai tempat berkumpul keluarga besar Thung dan bernama Dharma Tirta.

5.4.6.2 Kondisi Fisik

Kondisi bangunan terawat dengan baik. Karena masih dipakai sebagai tempat perkumpulan maka bangunan masih dikelola dengan baik dan masih mempertahankan arsitektur bangunan. Yang unik dari rumah ini adalah jumlah pintu depannya yang berjumlah 3, dengan pintu utama di tengah. Tidak ada jendela sama sekali di bagian depan rumah, hanya ada kaca kecil diatas pintu samping Gambar 26. Gambar 26. Rumah Abu Keluarga Thung

5.4.6.3 Pengelolaan Pelestarian

Rumah ini masih terjaga dengan baik. Struktur bangunan lama masih tetap dipertahankan. Pengelolaan rumah dilakukan secara pribadi.

5.4.6.4 Lingkungan

Rumah abu Keluarga Thung terletak sejajar dengan rumah Kapitan dan di tepi Jalan Suryakencana. Walaupun di sebelah rumah terdapat klinik dan apotik, tapi tidak menganggu aktivitas pengguna rumah, hanya saja bangunan menjadi terlihat kurang monumental Gambar 27. Gambar 27. Lingkungan Sekitar Rumah

5.4.7 Yayasan Kematian Pulasara

Yayasan Kematian Pulasara terletak di Jalan Roda No. 65 dan no. 84 RT 05 RW 02, Kecamatan Babakan Pasar. Yayasan kematian ini memiliki dua bangunan yang letaknya saling berseberangan.

5.4.7.1 Sejarah Singkat

Pulasara pada awalnya bernama Fond Miskin yang artinya mengurus dan merawat serta melayani orang yang meninggal.. Bangunan ini merupakan peninggalan perkumpulan orang-orang Cina pada masa pemerintahan Belanda dan didirikan pada tahun 1930. Pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia, bangunan ini dijadikan sebagai poliklinik. Namun akhirnya poliklinik tersebut dipindahkan ke tempat lain sesuai dengan keinginan pemerintah daerah. Pada tahun 1968, Fond Miskin berubah nama menjadi Pulasara Gambar 28. Gambar 28. Yayasan Kematian Pulasara

5.4.7.2 Kondisi Fisik

Bentuk bangunan ini tidak mengalami banyak perubahan dan juga tidak mengalami penambahan ruang. Tapi pada tahun 1970, dilakukan pembangunan tempat penitipan jenazah tepat di depan bangunan Pulasara dan bangunan tersebut mengalami renovasi Gambar 29. Gambar 29. Bangunan Baru Yayasan Pulasara

5.4.7.3 Pengelolaan Pelestarian

Pulasara sampai saat ini masih digunakan sebagai tempat mengurus orang yang meninggal. Kondisi pulasara masih dijaga dan dirawat dengan baik oleh Yayasan Pulasara. Bangunan lama masih dipertahankan bentuknya dan sudah termasuk ke dalam daftar Benda Cagar Budaya.

5.4.7.4 Lingkungan

Pulasara terletak di tepi Jalan Roda sehingga cukup strategis dan mudah untuk diakses. Lingkungan sekitar pulasara yaitu pemukiman penduduk juga tidak mengganggu aktivitas yang terjadi di dalam Pulasara. Begitu juga dengan penduduk yang tidak merasa terganggu dengan keberadaan Yayasan Pulasara.

5.4.8 Kelenteng Pan Koh Vihara Mahabrahma

Merupakan kelenteng tertua di Kota Bogor yang memuja Dewa Pan Koh dan terletak di daerah Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar No. 18 RT 02 RW

04, Kecamatan Bogor Tengah Gambar 30.

5.4.8.1 Sejarah Singkat

Tidak diketahui dengan jelas bagaimana sejarah terbentuknya kelenteng ini. Namun berdasarkan wawancara dengan beberapa nara sumber, kelenteng Pan Koh sudah berdiri sekitar 250 tahun yang lalu dan sudah ada sebelum kelenteng Hok Tek Bio dibangun. Ada anggapan juga bahwa kampung masyarakat Tionghoa Bogor adalah di Pulo Geulis karena adanya kelenteng Pan Koh. Perkampungan Tionghoa ini baru berpindah ke daerah Suryakencana setelah adanya peraturan wijkenstelsel. Gambar 30. Kelenteng Pan Koh Vihara Mahabrahma

5.4.8.2 Kondisi Fisik

Kondisi bangunan sudah agak rusak, tapi telah mengalami perbaikan. Kelenteng ini juga merupakan kelenteng yang telah mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal. Di dalam kelenteng terdapat empat buah makam, yaitu makam Eyang Jayaningrat, Embah Sakee, Embah Imam dan Raden Mangun Jaya yang dihormati oleh warga setempat. Gambar 31 menunjukkan suasana didalam Kelenteng Pan Koh. Gambar 31. Suasana Didalam Kelenteng Pan Koh

5.4.8.3 Pengelolaan Pelestarian

Karena masih sering didatangi oleh umat, kelenteng Pan Koh tetap dijaga dan dirawat. Perawatan dan pengelolaan kelenteng dilakukan oleh Yayasan Dhanagun karena tidak adanya pengurus tetap pada kelenteng Pan Koh.

5.4.8.4 Lingkungan

Kelenteng ini terletak di Pulo Geulis, lokasi yang kurang strategis menyebabkan kurangnya masyarakat yang mengetahui keberadaan kelenteng Gambar 32. Letak yang cukup jauh juga menyebabkan kurangnya umat yang datang ke kelenteng Pan Koh dan lebih memilih menuju kelenteng Hok Tek Bio. Walaupun terletak di sekitar pemukiman warga yang umumnya non-Tionghoa tapi mereka tetap menghormati keberadaan Kelenteng. Gambar 32. Jalan Menuju Kelenteng Pan Koh

5.4.9 Vihara Dharmakaya

Vihara Dharmakaya adalah salah satu vihara tertua di Kota Bogor yang terletak di Jalan Siliwangi, Kelurahan Bogor Timur Gambar 33.

5.4.9.1 Sejarah Singkat

Awalnya Vihara Dharmakaya merupakan tempat pertapaan milik keluarga Tan Eng Nio untuk seorang Ma Suhu. Kemudian pertapaan ini berkembang menjadi vihara dan dibuka untuk umum. Tidak diketahui dengan pasti usia dari vihara ini, tapi dipastikan usia vihara ini jauh jauh lebih muda dibandingkan Hok Tek Bio dan kelenteng Pan Koh. Gambar 33. Vihara Dharmakaya

5.4.9.2 Kondisi Fisik

Bangunan Vihara Dharmakaya ini merupakan perpaduan antara bangunan bertipe villa dengan arsitektur khas Tionghoa. Bagian dalam bangunan juga lebih menyerupai rumah daripada sebuah vihara. Vihara ini terlihat sepi dari umat, mungkin karena vihara ini kurang terkenal dibandingkan vihara lain. Bangunan ini lebih terkenal karena bentuk bangunan dan sejarahnya.

5.4.9.3 Pengelolaan Pelestarian

Secara keseluruhan bangunan vihara masih terlihat dalam kondisi baik. Vihara ini juga masih dijaga oleh pengurus vihara melalui pemeliharaan rutin. Karena terletak agak jauh dari kawasan Pecinan Suryakencana, pengunjung vihara tidak seramai di kelenteng Hok Tek Bio.

5.4.9.4 Lingkungan

Vihara Dharmakaya ini terletak tepat di tepi jalan raya. Tapi suasananya tidak seramai dibandingkan dengan Jalan Suryakencana. Bangunan ini juga terletak bersebelahan dengan rumah-rumah tipe villa sehingga keberadaanya mudah terlihat. Sayangnya saat malam hari, banyak pedagang yang berjualan di depan vihara yang mengurangi kualitas estetik bangunan Gambar 34. Gambar 34. Suasana Sekitar Vihara Saat Menjelang Imlek

5.4.10 Rumah Bekas Keluarga Thung

Rumah yang terletak di Jalan Siliwangi ini juga dimiliki oleh Keluarga Besar Thung. Hanya saja rumah ini sudah tidak ditempati lagi.

5.4.10.1 Sejarah Singkat

Rumah ini awalnya ditinggali oleh Thung Sin Nio. Setelah beliau meninggal tahun 1996, rumah ini diurus oleh keponakanya Thung Gwat Nio. Kondisi rumah yang berantakan dikarenakan Thung Gwat Nio yang sudah tua tidak sanggup lagi mengurus rumah ini, sedangkan dia tidak berkeluarga dan anak angkatnya sibuk di Jakarta. Gambar 35 adalah rumah bekas Keluarga Thung tahun 1930 dan Gambar 36 adalah rumah bekas Keluarga Thung tahun 2008. Gambar 35. Rumah Bekas Keluarga Gambar 36. Rumah Bekas Keluarga Thung tahun 1930 Sumber : Setiadi Thung tahun 2008 Sopandi, 2008

5.4.10.2 Kondisi Fisik

Bentuk fisik bangunan sejak tahun 1930 sampai sekarang tidak mengalami perubahan yang berarti. Hanya pagarnya saja yang diganti. Sayangnya karena tidak ada yang mengurus membuat rumah ini menjadi terbengkalai dan berantakan.

5.4.10.3 Pengelolaan Pelestarian

Sepintas bangunan masih terlihat dalam kondisi yang baik, hanya saja terkesan suram dan berantakan. Hal ini dikarenakan bangunan yang sudah tua dan sudah tidak ditempati lagi. Tidak adanya pengelolaan dari pemilik juga turut membuat kondisi bangunan seperti sekarang.

5.4.10.4 Lingkungan

Rumah bekas Keluarga Thung ini terletak di Jalan Siliwangi dan dekat dengan perempatan Jalan Roda, Jalan Suryakencana dan Gang Aut. Biasanya saat akhir pekan, daerah sekitar bangunan ramai dikunjungi warga Jakarta. Karena di seberang dan sebelah bangunan merupakan rumah makan yang menjadi tujuan kuliner warga Jakarta. Bangunan rumah makan tersebut sudah merupakan bangunan baru sehingga rumah bekas keluarga Thung terlihat sangat kontras dan dapat mengancam keberlanjutan elemen lanskap bersejarah ini.

5.4.11 Jalan Roda

Di Jalan Roda masih terdapat bangunan khas Cina yang masih cukup terawat. Keberadaan bangunan dan lanskapnya ini menunjukkan bahwa Pemerintah Belanda menempatkan masyarakat Tionghoa sebagai masyarakat kelas atas sehingga mereka diperbolehkan untuk membangun bangunan yang nampak sama dengan bangunan di tanah asal mereka 5.4.11.1 Sejarah Singkat Sejah dahulu, Jalan Roda memiliki nama yang sama. Nama Jalan Roda ini berasal dari transportasi yang biasa digunakan di Jalan Roda saat itu yaitu kereta kuda yang hanya boleh melewati Jalan Roda. Hal ini dikarenakan Jalan Roda merupakan jalan sekunder dari Handelstraat Jalan Suryakencana. Bangunan – bangunan yang ada di Jalan Roda memiliki arsitektur bangunan bergaya Cina Gambar 37. Keberadaannya mengukuhkan akan adanya pemukiman yang khusus dibuat untuk masyarakat Tionghoa di zaman itu. Dulu Jalan Roda menjadi salah satu jalan yang dilewati oleh arak-arakan Cap Go Meh, tapi sekarang sudah tidak dilewati lagi. Gambar 37. Bangunan di Jalan Roda

5.4.11.2 Kondisi Fisik

Saat ini, kondisi beberapa bangunan masih terjaga dengan baik. Bentuk khas bangunan masih dapat terlihat secara fisik. Tapi pesatnya pertumbuhan penduduk dapat menyebabkan perubahan atau penambahan bangunan baru yang dapat mengurangi karakter Pecinan di Jalan Roda.

5.4.11.3 Pengelolaan Pelestarian

Pengelolaan bangunan dilakukan seadanya sebatas kemampuan dana yang dimiliki sang pemilik, karena umumnya kepemilikan bangunan ini merupakan kepemilikan pribadi.

5.4.11.4 Lingkungan

Jalan Roda sebagian besar terletak sejajar dengan Jalan Suryakencana dan di ujung selatan bertemu dengan Jalan Suryakencana membentuk perempatan, dimana satu cabang jalan yang lain adalah Gang Aut. Aktivitas pada Jalan Roda tidak seramai pada Jalan Suryakencana karena jarangnya penjual berjualan di jalan itu. Menurut Data Rekapitulasi Benda Cagar Budaya Tidak Bergerak Tahun 2007, terdapat 47 BCB yang tersebar di Jalan Suryakencana, Jalan Roda, Jalan Ranggagading dan Jalan Siliwangi, termasuk elemen lanskap bersejarah yang telah disebutkan sebelumnya. Data elemen yang termasuk BCB dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan lokasi elemen bersejarah termasuk BCB dapat dilihat pada Gambar 39. Tabel 7. Data BCB di Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 2007 1. Kelenteng Hok Tek Bio Jalan Suryakencana No. 1 2. Rumah Tinggal Jalan Suryakencana No. 198 3. Rumah Tinggal kosong Jalan Suryakencana No. 176 4. Rumah Tinggal Jalan Suryakencana No. 168 5. Tan Ek Tjoan Jalan Suryakencana No. 6. Rumah Tinggal Jalan Suryakencana No. 184 7. Rumah Tinggal Jalan Suryakencana No. 192 8. Rumah Tinggal Jalan Suryakencana No. 210 9. Rumah Tinggal Jalan Suryakencana No. 134 10. Rumah Tinggal Jalan Ranggagading No. 17 11. Rumah Tinggal Jalan Ranggagading No. 18 12. Bioskop City Jalan Ranggagading 14. Rumah Tinggal Jalan Kelenteng 15. Rumah Tinggal Jalan Kelenteng No. 88 16. Rumah Tinggal Jalan Roda No. 28 17. Rumah Tinggal Jalan Roda No. 29 18 Rumah Tinggal Jalan Roda No. 59 19 Rumah Tinggal Jalan Roda No.71 20 Rumah Tinggal Jalan Roda No. 147 21 Rumah Tinggal Jalan Roda No. 114 A 22 Rumah Tinggal Jalan Roda 23 Rumah Tinggal Jalan Roda No. 128 24 Perusahaan Meubel Rumah Tinggal Jalan Roda No. 126 25 Salon “LELY” Jalan Roda No. 130 26 Yayasan Kematian Pulasara Jalan Roda No. 6591 27 Vihara Mahabrahma Jalan Pulo Geulis, Babakan Pasar No. 18 28 Rumah Tinggal kosong Gang Aut No. 278 29 Vihara Dharmakaya Jalan Siliwangi No. 21 30 Rumah Tinggal Jalan Siliwangi 31 Sekolah Minggu Gereja Kristus Jalan Siliwangi No. 51 32 Kantor Perhutani Jalan Siliwangi No. 19 33 Mardi Yuana Jalan Siliwangi No. 50 34 Asrama IPB Sukasari Jalan Siliwangi No. 43 35 Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 48 36 Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 41 37 Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 46 38 Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 39 39. Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 37 40. Pabrik Ban “PT. Mutu Mas” Jalan Siliwangi No. 44 41. Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 35 42. Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 33 43. Rumah Tinggal Jalan Siliwangi 44. Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 27 45. Rumah Tinggal Jalan Siliwangi 46. Rumah Tinggal kosong Jalan Siliwangi No. 18 47. Rumah Tinggal Jalan Siliwangi No. 11 Sumber : Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Bogor, 2007 Gambar 38. Lokasi Elemen Lanskap Bersejarah yang diamati Hok Tek Bio Bekas Hotel Pasar Baroe Kelenteng Pan Koh Rumah Abu Keluarga Thung Jalan Suryakencana Pulasara Rumah Keluarga Thung Rumah Kapitan Tan Rumah Bekas Keluarga Thung Vihara Dharmakaya Kebun Raya Bogor Jalan Roda Lokasi Elemen Lanskap Bersejarah Elemen Lanskap Bersejarah Gambar 39. Lokasi Benda Cagar Budaya di Kawasan Pecinan Suryakencana 5.5 Adat dan Budaya 5.5.1 Adat Sehari-hari