Lanskap Sejarah di Perkotaan Kawasan Pecinan di Kota Bogor

Adapun langkah-langkah konservasi yang dikemukakan oleh Goodchild 1990, terdiri atas : 1. Identifikasi tapak, yang meliputi identifikasi lokasi dan batas-batasnya 2. Deskripsi awal, yang memuat informasi yang tersedia serta karakter yang menonjol di kawasan 3. Asssesment awal, yang meliputi kondisi, karakter, dan general significance dari kawasan serta masalah yang mempengaruhinya 4. Penetapan tindakan yang diperlukan beserta pelakunya 5. Formulasi proposal atau kebijakan yang memerlukan assesment lebih detail 6. Pelaksanaan proposalkebijakan yang telah disetuji 7. Pengawasan tapak dan konservasinya, dan 8. Review, yang meliputi manajemen, pemeliharaan, konservasi, dan waktu. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum pada Bab 1 Pasal 1, pengelolaan adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pengkajian, perlindungan, pemeliharaan, pengembangan, dan pemanfaatan di bidang kepurbakalaan, kesejarahan, nilai tradisonal, dan museum Bab 3 menjelaskan tentang wewenang dan tanggung jawab pengelolaan. Bagian pertama pasal 4 menjelaskan bahwa : 1. Gubernur memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan di bidang kepurbakalaan, kesejarahan, nilai tradisional, dan museum 2. Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud ayat 1 pasal ini dilaksanakan oleh Dinas.

2.4 Lanskap Sejarah di Perkotaan

Kota merupakan lanskap buatan manusia yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk keperluan hidupnya Simonds, 1983. Kota juga dapat diartikan sebagai suatu konsentrasi penduduk dalam suatu wilayah geografi tertentu yang menghidupi dirinya sendiri secara relatif permanen dari kegiatan ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Kota bisa merupakan sebuah pusat industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan atau mencakup semua kegiatan tersebut Gallion dan Eisner, 1996. Sementara Rapoport 1985, menggunakan beberapa kriteria untuk mendefinisikan suatu kota, yaitu berukuran dan berpenduduk besar, bersifat permanen, memiliki kepadatan minimum, memiliki struktur dan pola dasar, tempat orang melakukan aktivitasnya, mempunyai sarana dan prasarana kota, masyarakat heterogen, sebagai pusat kegiatan ekonomi, pelayanan dan difusi sesuai dengan zaman dan daerahnya. Kawasan bersejarah merupakan elemen positif yang menunjukkan kualitas dari suatu kota.. Perencanaan kota yang kurang tepat, seperti mengganti karakter suatu kawasan bersejarah menjadi kawasan komersil atau pemukiman dapat mengakibatkan penurunan kualitas suatu lanskap bersejarah. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk melestarikan kembali dalam menunjang program pembangunan kota Attoe, 1988. Attoe 1988 juga menyatakan bahwa perlindungan benda bersejarah merupakan bagian penting dari perencanaan kota. Perlindungan ini dapat meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif, rehabilitasi, dan pembangunan kembali kawasan kuno yang terletak di pusat kota. Simonds 1983 juga mengemukakan bahwa kawasan kota kuno kota lama mempunyai daya tarik dari nilai monumental, baik plaza, bangunan, halaman gedung, istana, lapangan dan air mancur. Kota digambarkan sebagai seni tiga dimensi yang terbentuk dari keberadaan bangunan dan ruang terbuka.

2.5 Kawasan Pecinan di Kota Bogor

Pecinan adalah sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti di Amerika serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara. Kawasan Pecinan ini dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : 1. Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur Wijkenstelsel. Ini lumrah dijumpai di Indonesia di zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial. 2. Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu- membantu. http:www.ensiklopedia.nettopicPecinan.html. Pada masa pemerintahan J.J. Rochussen 1845-1851 di Buitenzorg Bogor ditetapkan keputusan pemerintah Hindia Belanda tentang peraturan pemukiman di Buitenzorg yang isinya antara lain memberi peruntukan lahan untuk orang Tionghoa di daerah yang berbatasan dengan jalan raya sepanjang jalan Suryakencana sampai tanjakan Empang. Semakin berkembangnya kawasan niaga ini membuat mereka mendirikan pemukiman yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan toko.

III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian