Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Khusus Sekitar Kebun Raya Bogor

(1)

FADHILAH CHANDRA PRAGIA

PELESTARIAN LANSKAP SEJARAH KAWASAN KHUSUS

SEKITAR KEBUN RAYA BOGOR

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Khusus Sekitar Kebun Raya Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Fadhilah Chandra Pragia NIM A44110032


(3)

ABSTRAK

FADHILAH CHANDRA PRAGIA. Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Khusus Sekitar Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh NURHAYATI

Kota Bogor mempunyai karakteristik unik yang terbentuk dari kondisi alam dan pembangunan kotanya sepanjang sejarah perkembangannya. Hal ini membuat Kota Bogor ditetapkan sebagai salah satu Kota Pusaka di Indonesia. Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan pusat Kota Pusaka sehingga kawasan sekitarnya juga merupakan bagian dari Kota Pusaka dan ditetapkan sebagai kawasan penyangga dari KRB. Kawasan ini memiliki banyak elemen bernilai sejarah yang harus dijaga kelestariannya. Pemerintah telah menetapkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) untuk melestarikan karakteristik lanskap di kawasan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan rekomendasi tindakan pelestarian lanskap sejarah untuk menguatkan karakteristik kawasan sekitar KRB. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-analisis, spasial-analisis, dan metode skoring untuk penilaian elemen atau sejarah. Rekomendasi tindakan pelestarian pada sub zona A1 (lanskap Jalan Sudirman dan Jalan Jalak Harupat) dengan nilai komposit tinggi dilakukan tindakan konservasi untuk mencegah bertambahnya kerusakan pada sub zona ini. Pada sub zona A2 (lanskap kawasan militer ) dan A4 (lanskap Jalan Pengadilan, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Ir. H. Juanda) dengan nilai komposit tinggi adalah preservasi dengan mengurangi campur tangan manusia untuk mencegah terjadinya kerusakan pada elemen lanskapnya. Lalu pada sub zona dengan nilai komposit sedang, yaitu A3 (lanskap Jalan Sawojajar) dan B1 (lanskap Jalan Kapten Muslihat, Jalan Paledang dan Jalan Juanda) tindakan pelestarian yang dilakukan adalah rehabilitasi untuk memperbaiki lanskap ke arah standar modern tetapi tetap mempertahankan karakter sejarahnya. Kemudian sub zona B2 (lanskap Jalan Paledang, Jalan R.Saleh Bustaman dan Jalan Otto Iskandardinata), B3 (lanskap Jalan Bangka) dan B4 (lanskap Jalan Pajajaran dan Jalan Malabar) dengan nilai komposit rendah tindakan pelestarian yang dilakukan adalah rehabilitasi dengan penataan ruang publik dengan tetap mempertahankan karakter sejarahnya.

Kata kunci : Karakter Lanskap Sejarah, Kebun Raya Bogor, Lanskap Sejarah, Pelestarian Lanskap

ABSTRACT

FADHILAH CHANDRA PRAGIA. Historical Landscape Conservation in The Specific Zone Around Bogor Botanical Garden. Supervised by NURHAYATI

Bogor city has its own unique characteristics which formed by historical heritage. This made the city of Bogor established as one of the Heritage Cities in Indonesia. Bogor Botanical Garden is the center of Heritage City so that the surrounding area is also part of the Heritage City and designated as a buffer zone of Bogor Botanical Garden.There are many elements with historical values which are expected to be preserved. The government have made the Building and Environment Plan to preserve the characteristics of this landscape. The purpose


(4)

of this study is to provide recommendations of historical landscape conservation measures to strengthened the characteristic of Bogor Botanical Garden’s zone around. The study used several methods such as descriptive analysis, spatial analysis, and the scoring method. The preservation of A1 sub zone (Jalan Sudirman dan Jalan Harupat) with high composite value need steps of conservation approach to prevent the increasing damage in sub zone. For A2 sub zone, (landscape of military zone) and A4 sub zone (landscape of jalan Pengadilan, Jalan Dewi Sartika, and Jalan Ir. H. Juanda) with high composite value is preservation by decreasing human influence to prevent damage of the landscape elements. For A3 sub zone (landscape of Jalan Sawojajar) and B1 sub zone (landscape of Jalan Kapten Muslihat, Jalan Paledang, and Jalan Juanda), the sub zone with low composite value, needs rehabilitation to improve and keep the landscape character. B2 sub zone (landscape of Jalan Paledang, Jalan R.Saleh Bustaman, and Jalan otto Iskandar), B3 (landscape of Jalan Bangka), and B4 (landscape of Jalan Pajajaran and jalan Malabar) with low composite value needs rehabilitation with public area arrangement to keep the history characteristic.

Keywords: Bogor Botanical Garden, A Landscape Conservation, Historical Landscape, Historical Landscape Character


(5)

PELESTARIAN LANSKAP KAWASAN KHUSUS SEKITAR

KEBUN RAYA BOGOR

FADHILAH CHANDRA PRAGIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur Lanskap

pada Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu-wa-ta’-ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Khusus Sekitar Kebun Raya Bogor” berhasil diselesaikan.

Atas semua doa, bantuan, bimbingan dan perhatian yang telah diberikan, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT atas ridho yang telah diberikan.

2. (Alm) dr. Zuly Abdul Rachman dan Iim Heryati selaku orang tua, Depia dan Ocan serta keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Nurhayati H. S. Arifin, M.Sc selaku dosen pembimbing yang tidak pernah lelah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

4. Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, M.Sc selaku pembimbing akademik yang selalu membimbing dan mengarahkan selama kuliah di ARL.

5. Instansi Pemerintah Kota Bogor terkait (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, BAPPEDA dan KESBANGPOL) selaku pemberi data guna mendukung penelitian ini.

6. Mba Uty, Mas Reza, Pak Nashar, Pak Bonar dan Pak Dayan selaku anggota dari Komunitas Bogor 100 dan Kampung Bogor yang telah memberikan penilaian, masukan serta informasi kepada penulis terkait penelitian.

7. Log (Like, Indri, Raya, Risna, Tara, Pita, Ara, Uty, Defi, Pocut, Intan, dan Sasa, Elle), Inces (Miya, Ipeh, Vira, El, Pea, Naf, Ayas, Safia dan Aruna), Marbels (Sisca, Mona, Uca, Sifna, Eca dan Ais), Rw (Ndyn, Amel, Ririt, Ericka, dan Nakul) yang selalu memberikan doa, semangat, dan motivasi kepada penulis.

8. Pea,Naftali dan Uum selaku teman seperjuangan.

9. Alam, Kak Anya, Bang Fariz dan Bang Gery yang membantu penulis menyelesaikan penelitian.

10.Kalimas Dwi Nandono yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 11.Seluruh teman-teman ARL 48 yang selalu memberikan semangat dan

keceriaan selama perkuliahan

12.ARL 45, ARL 46, ARL 47, ARL 49 dan ARL 50 yang selalu memberikan pengetahuan-pengetahuan baru selama kuliah.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca.

Bogor, Januari 2016


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Manfaat 2

1.4 Kerangka Pikir 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Lanskap Sejarah 4

2.2 Pelestarian Lanskap Sejarah 5

2.3 Kota Bogor Sebagai Kota Pusaka 7

2.4 Kawasan Penyangga Kebun Raya Bogor 7

III. METODE 8

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 8

3.2 Alat dan Bahan 9

3.3 Metode Penelitian 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12

4.1 Kondisi Umum Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor 12 4.2 Analisis Lanskap Sejarah Perkembangan Kota Bogor 21 4.3 Identifikasi LanskapSejarah di Kawasan PenyanggaKebun

Raya Bogor 43

4.3.1 Pola Lanskap 43

4.3.2 Pola Sirkulasi 45

4.3.3 Struktur Bangunan 46

4.3.4 Jenis dan Pola Vegetasi 49

4.3.5 Elemen Bersejarah 51

4.3.6 Aktivitas Sosial Budaya 76

4.3.7 Aktivitas Ekonomi 77

4.4 Analisis Penilaian Kondisi Elemen dan Nilai Signifikansi

Sejarah 78

4.5 Persepsi Masyarakat Terhadap Pelestarian Kawasan

Sekitar Kebun Raya Bogor 83


(10)

4.7 Rekomendasi Tindakan Pelestarian Kawasan Sekitar Kebun

Raya Bogor 88

V. SIMPULAN DAN SARAN 92

5.1 Kesimpulan 92

5.2 Saran 93

DAFTAR PUSTAKA 93

LAMPIRAN 95


(11)

DAFTAR TABEL

1 Tindakan Pelestarian Kawasan Bersejarah 6

2 Jenis, Bentuk dan Sumber Data 9

3 Kriteria Penilaian Kondisi Elemen Lanskap Sejarah 10

4 Kriteria Penilaian Keaslian 11

5 Kriteria Penilaian Keunikan 11

6 Jumlah Penduduk Kota Bogor tiap Kecamatan 14

7 Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Bogor 16

8 Mata Pencaharian berdasarkan Lapangan Pekerjaan 16 9 Perkembangan Bentuk dan Fungsi Kota Bogor 37

10 Elemen Lanskap di Sub Zona A1 51

11 Elemen Lanskap di Sub Zona A2 55

12 Elemen Lanskap di Sub Zona A3 56

13 Elemen Lanskap di Sub Zona A4 58

14 Elemen Lanskap di Sub Zona B1 62

15 Elemen Lanskap di Sub Zona B2 66

16 Elemen Lanskap di Sub Zona B3 69

17 Elemen Lanskap di Sub Zona B4 72

18 Nilai kondisi elemen lanskap kawasan penyanggaKebun Raya

Bogor 78

19 Nilai keaslian lanskap kawasan penyanggaKebun Raya Bogor 78 20 Nilai keunikan lanskap kawasan penyanggaKebun Raya Bogor 79 21 Nilai komposit lanskap kawasan penyangga Kebun Raya Bogor 79 22 Pendapat masyarakat kawasan penyangga Kebun Raya Bogor

terhadap eksistensi bangunan kuno di sekitarnya 85 23 Pendapat masyarakat kawasan penyangga Kebun Raya Bogor


(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pikir 3

2 Lokasi Tapak 8

3 Peta Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor 13

4 Kepadatan Penduduk di Kawasan Penyangga Kebun Raya Bogor 15 5 Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Kota Bogor 17 6 Rencana tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031 18

7 Peta Penggunaan Lahan Kota bogor 19

8 Zona A Kawasan Penyangga Kebun Raya Bogor 20

9 Zona B Kawasan Penyangga Kebun Raya Bogor 20

10 Wilayah Masa Kerajaan Pakuan-Pajajaran (1482 -1677) 22 11 Bogor Pada Masa Kolonial I (1600-1754) (awal) 24 12 Bogor Pada Masa Kolonial I (1600-1754) (akhir) 25

13 Bogor pada masa kolonial II (1754-1845) 27

14 Pembagian Kawasan Pemukiman berdasarkan Etnis pada masa

Kolonial III (1845-1904) 28

15 Bogor Pada Masa Kolonial III (1845-1904) 29

16 Bogor Pada Masa Kolonial IV (1905-1942) 30

17 Peta Buitenzorg Tahun 1920 31

18 Peta Kawasan Kebun Raya Bogor dan Sempur tahun 1946 32 19 Kota Bogor Pada Periode I Masa Kemerdekaan (1945-1965) 33 20 Kota Bogor Pada Periode I Masa Kemerdekaan (1965-1995) 34 21 Kota Bogor Pada Periode III Masa Kemerdekaan (1995-sekarang) 35 22 Perkembangan Kota Bogor Masa Kerajaan sampai Masa

Kemerdekaan 41

23 Peta Overlay Kawasan Penyangga dan Kawasan RTBL 42 24 Konsep Garden City yang dikemukakan oleh Ebenezer Howard 43

25 Pola lanskap Garden City Buitenzorg 44

26 Pola lanskap Buitenzorg pada lanskap Kota Bogor saat ini 45 27 Pola Sirkulasi Radial Kosentris pada Kawasan Penyangga Kebun

Raya Bogor 46

28 Bangunan dengan Kondisi Baik 46


(13)

30 Pintu, Jendela dan Ventilasi Bangunan Kolonial 47

31 Jenis Atap pada Bangunan Kolonial 47

32 Warna Bangunan Kolonial 48

33 Jembatan di Jalan Jalak Harupat 48

34 Jembatan di Jalan Otto Iskandardinata 48

35 Vegetasi pada Zaman Kolonial 49

36 Jenis Vegetasi pada Zona A 50

37 Jenis Vegetasi pada Zona B 50

38 White paal pada Zaman Kolonial 53 39 a) Rumah Sakit Salak Tahun 1800-an dan

b) Rumah Sakit Salak Tahun 2015 54

40 Hotel Salak Zaman Kolonial 61

41 Peta Pesebaran Elemen Lanskap Sejarah Kawasan Sekitar

Kebun Raya Bogor 75

42 Peta Rute Bogor Heritage Run 77

43 Ruko di Sekitar Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor 77 44 Peta Penilaian Komposit Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor 80

45 Sirkulasi Jalan Sudirman Dulu dan Sekarang 81

46 Bangunan IPB Pasca Sarjana Dulu dan Sekarang 83

47 Ilustrasi Papan Interpretasi 89

48 Ilustrasi Pepohonan pada Pedestrian 91

49 Ilustrasi Penataan Pedagang Kaki Lima 91


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lampiran Kuisioner Persepsi Masyarakat di dalam Kawasan

Sekitar Kebun Raya Bogor 96

2 Kuesioner Persepsi Masyarakat di luar Kawasan Sekitar

Kebun Raya Bogor 99

3 Kuisinoner Penilaian Kondisi Elemen dan Nilai Signifikansi


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Bogor terbentuk dengan karakteristik yang unik yang terbentuk dari kondisi alam dan pembangunan kotanya sepanjang sejarah perkembangannya. Hal ini yang melatarbelakangi Kota Bogor ditetapkan sebagai salah satu Kota Pusaka di Indonesia. Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang besar yang terwujud dan berisikan keragaman pusaka alam, budaya baik ragawi dan tak ragawi, serta saujana (Adishakti, 2008). Sebagai Kota Pusaka, strategi utama pengembangan Kota Bogor haruslah berbasis pada pelestarian pusaka (heritage).

Dalam pelaksanaan program Kota Pusaka, Kebun Raya Bogor dan sekitarnya ditetapkan sebagai pusat dari Kota Pusaka. Kebun Raya Bogor (KRB) dianggap sebagai elemen kota yang sangat penting yang telah ada sejak masa kerajaan Pajajaran sebagai samida (hutan buatan), kemudian dikembangkan sebagai s’Lands Plantentuinte Buitenzorg pada masa kolonial Belanda dan masih ada hingga sekarang dengan kondisi baik. Kawasan penyangga memiliki peranan penting dalam melindungi KRB dari pengaruh negatif. Akan tetapi, kawasan ini juga merupakan kawasan yang masih memiliki elemen-elemen peninggalan yang harus dijaga kelestariannya. Hal ini karena saat ini beberapa elemen tersebut mengalami perubahan fungsi dan bentukan bangunan serta hilangnya vegetasi eksisting yang dapat mengurangi karakteristik lanskapnya.

Kawasan yang berada di sekitar KRB menurut Rencana Penataan Kawasan Pusaka (RPKP) Kota Bogor terbagi menjadi dua zona yaitu A dan B. Zona A sendiri berada di Jl. Sudirman, Jl. Sawojajar, Jl. Dewi Sartika, Jl.Kapten Muslihat, Jl. Pengadilan dan Jl. Jalak Harupat. Untuk Zona B berada di Jl. Kapten Muslihat, Jl. Paledang, Jl. Ir.H. Juanda, Jl. R. Saleh Bustaman, Jl. Otto Iskandardinata, Jl. Pajajaran serta kawasan komplek IPB dan Baranangsiang. Kawasan sekitarnya merupakan pusat kota dengan karakteristik kolonial yang sangat kental. Dalam program RPKP, kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan RTBL.

Pemerintah Kota Bogor telah menetapkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada kawasan ini guna menjaga dan melestarikan karakteristik lanskapnya (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2013). Adapun pelestarian lanskap sangat diperlukan untuk: (1) mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan; (2) menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu kawasan; (3) kebutuhan psikis manusia; (4) motivasi ekonomi; dan (5) menciptakan simbiolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Untuk mendukung pembangunan di kawasan tersebut, perlu disusun rencana pelestarian untuk melestarikan elemen-elemen bernilai sejarah dan menguatkan karakteristik lanskapnya.


(16)

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) mengidentifikasi elemen lanskap yang berpotensi sebagai penanda dan penguat karakteristik Kota Pusaka di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor yang termasuk kawasan RTBL,

2) menganalisis kondisi elemen dan nilai signifikansi lanskap sejarah di kawasan RTBL untuk mendukung tindakan pelestarian, dan

3) memberikan rekomendasi tindakan pelestarian lanskap sejarah pada kawasan sekitar Kebun Raya Bogor yang termasuk kawasan RTBL. 1.3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam upaya pelestarian dan pengelolaan lanskap sejarah kawasan sekitar Kebun Raya Bogor yang termasuk RTBL, khususnya untuk memperkuat karakter lanskap Kota Bogor sebagai Kota Pusaka.

1.4. Kerangka Pikir

Dalam program Kota Pusaka, Kebun Raya Bogor (KRB) dan kawasan sekitarnya merupakan pusat kota dengan karakteristik kolonial yang sangat kental. Kawasan sekitar KRB telah ditetapkan sebagai kawasan RTBL yang memiliki elemen baik fisik maupun non fisik. Elemen-elemen tersebut perlu dilestarikan agar nilai-nilai yang terkandung di dalam lanskap tersebut tidak hilang. Untuk menjaga dan mempertahankan karakter kawasan ini, perlu identifikasi elemen lanskap yang berpotensi sebagai penanda dan penguat karakteristik Kota Pusaka serta analisis kondisi elemen lanskap sejarah yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap tersebut. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis tersebut didapatkan rekomendasi tindakan pelestarian lanskap sejarah kawasan sekitar Kebun Raya Bogor. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(17)

Gambar 1 Kerangka pikir

Persepsi dan Preferensi Masyarakat Kawasan

Penyangga Kawasan RTBL sekitar

Kebun Raya Bogor

Lanskap Sejarah

Elemen Non Fisik: 1) Sejarah

Perkembangan Kota Bogor 2) Aktivitas Sosial

Budaya 3) Aktivitas

Ekonomi

Kondisi Umum: 1) Letak Geografis 2) Kondisi Lanskap 3) Demografi 4) RTRW 5) Penggunaan

Lahan 6) Pengelolaan

Kawasan RTBL

Analisis Kondisi Elemen dan Nilai Siginifikansi Sejarah

Rekomendasi tindakan pelestarian Elemen Fisik:

1) Pola Lanskap 2) Pola Sirkulasi 3) Struktur

Bangunan 4) Jenis & Pola

Vegetasi 5) Elemen

Bersejarah

Kondisi elemen fisik dari lanskap

sejarah saat ini Informasi Sejarah

Sistem pengelolaan lanskap sejarah saat


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanskap Sejarah

Lanskap Sejarah (historical landscape), yang secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of the past) merupakan bagian dari bentukan lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya (Nursisyah dan Pramukanto, 2001). Sedangkan menurut Harris dan Dines (1988), lanskap sejarah adalah lanskap masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti fisik atas kehadiran manusia di bumi dimana peninggalan-peninggalannya di masa sekarang memiliki kesinambungan antara masa lalu dengan masa kini.

Menurut Goodchild (1990) suatu lanskap dikatakan bernilai sejarah apabila di dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap seperti berikut :

1. merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah;

2. memuat bukti yang menarik untuk dipelajari sejarah tentang tata guna lahan, lanskap dan taman, atau sikap budaya terhadap lanskap dan taman; 3. memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat, atau peristiwa penting

dalam sejarah;

4. memiliki nilai-nilai sejarah dengan bangunan atau monument bersejarah. Adapun menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) suatu lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah apabila mengandung satu atau beberapa kriteria:

1. kriteria umum

a. etnografis, merupakan produk khas suatu sistem ekonomi dan sosial suatu kelompok/suku masyarakat (etnik). Contohnya adalah rural landscape dan urban landscape,

b. associative, lanskap yang berasosiasi atau yang dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa, personal, masyarakat, legenda, pelukis, estetika dan sebagainya,

c. adjoining, bentukan lanskap yang merupakan bagian dari suatu unit, monument, atau struktur bangunan tertentu,

2. kriteria khusus

a. lanskap merupakan suatu contoh penting yang harus dihargai,

b. mengandung bukti-bukti peristiwa penting, baik yang berada diatas maupun dibawah permukaan tanah dan menarik dikaji dan dipelajari lebih lanjut,

3. memiliki kaitan dengan masyarakat atau peristiwa sejarah dengan berbagai latar belakang :

a. peranan sejarah, suatu tempat merupakan lokasi peristiwa penting sebagai bentuk ikatan simbolis peristiwa dulu dan sekarang,

b. kejamakan, lanskap merupakan wakil, contoh, tipe dari suatu lanskap tertentu,

c. kelangkaan, lanskap merupakan satu-satunya contoh yang masih tersisa,

d. keistimewaan, lanskap merupakan istimewa karena terbesar, tertua, dan sebagainya,

e. estetik, pelestarian dilakukan karena memiliki prestasi khusus dari suatu gaya tertentu,


(19)

4. mengandung nilai-nilai yang terkait dengan bangunan bersejarah, monumen, taman dan sebagainya.

Lanskap sejarah memiliki karakter yang terdiri atas atau yang dapat diamati dari karakter utama kawasan, situs atau tapak tersebut dan hubungan-hubungannya terhadap tapak. Kedua hal ini dibentuk oleh dua faktor (Nurisjah dan Pramukanto, 2001) yaitu:

1. Historic/prehistoric feature, yaitu feature yang terletak diatas atau bawah permukaan tanah (seperti lanskap), dan

2. Informasi-informasi sejarah yang berhubungan dengan tapak tersebut (seperti cerita rakyat, legenda, atau catatan sejarah proses terjadinya suatu tapak.

2.2. Pelestarian Lanskap Sejarah

Setiap lanskap yang ada baik alami maupun buatan, masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri yang membuatnya unik dan bernilai. Oleh karena nya, suatu lanskap harus dilestarikan guna menjaga nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Jenis-jenis pelestarian lanskap terbagi menjadi pelestarian lanskap sejarah dan pelestarian lanskap budaya. Kedua pelestarian tersebut harus terintegrasi satu sama lain.

Nurisyah dan Pramukanto (2001) menyatakan lebih spesifik bahwa pentingnya pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya dan sejarah adalah untuk:

1. mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan,

2. menjamin terwujudnya ragam kontras yang menarik dari suatu areal atau kawasan, misalnya keberadaan areal sejarah di suatu kawasan modern akan memiliki kesan visual dan sosial yang berbeda,

3. memenuhi kebutuhan psikis manusia, untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan yang tercermin dalam obyek atau lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri, percaya diri dan sebagai identitas diri suatu kelompok masyarakat tertentu,

4. memberikan motivasi ekonomi, suatu peninggalan sejarah atau budaya akan memiliki nilaoi yang tinggi apabila dipelihara dengan baik, dan dapat mendukung perekonomian kota dan daerah jika dapat dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata,

5. menciptakan simbolisme sebagai menifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu.

Menurut Goodchild (1990), lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu:

1. menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya

2. menjadi bukti fisik dan arkeologis dari sejarah warisan budaya tersebut 3. memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan

berbudaya

4. memberi kontribusi bagi keanekaragaman pengalaman yang ada 5. memberikan kenyamanan publik (public amenity)


(20)

Adapun menurut Goodchild (1990) langkah-langkah dalam proses konservasi (pelestarian), yaitu:

1. identifikasi tapak, memuat tentang identifikasi lokasi dan batas-batasnya, 2. deskripsi awal, memuat informasi yang tersedia serta karakter yang

menonjol,

3. assessment awal, berisi tentang kondisi, karakter dan general significance

dari tapak serta masalah-masalah yang paling mempengaruhinya, 4. penetapan tindakan yang diperlukan dan pelakunya,

5. formulasi proposal atau kebijakan, yang memerlukan survei dan

assessment lebih rinci,

6. pelaksanaan proposal atau kebijakan, 7. pengawasan tapak dan konservasinya,

8. review, yang meliputi manajemen, pemeliharaan, konservasi dan waktu. Harris dan Dines (1988) mengemukakan beberapa bentuk tindakan pelestarian lanskap sejarah yang umum, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Tindakan pelestarian kawasan bersejarah (Harris dan Dinnes 1988)

No Pendekatan Definisi Impliksasi

1 Preservasi Mempertahankan tapak

seperti kondisi awal tanpa melakukan penambahan maupun merusaknya

 Intervensi (campur tangan) rendah, melindungi lanskap sejarah tanpa perusakan

 Tanpa membedakan perkembangan

tapak

2 Konservasi Mencegah bertambahnya

kerusakan pada tapak atau elemen tapak

 Melindungi lanskap bersejarah, terkadang melibatkan sedikit penambahan atau pergantian

 Pemakaian teknologi dan adanya

pengujian keilmuan

3 Rehabilitasi Meningkatkan standar

modern dengan tetap memperkenalkan dan mempertahankan karakter sejarah

 Terbatasnya penelitian mengenai sejarah untuk mengetahui elemen yang sesuai

 Adanya kesatuan antara elemen

sejarah modern

 Melibatkan tingginya tingkat intervensi, sehingga semakin menghilangkan lanskap sejarah

4 Restorasi Mengembalikan seperti

kondisi awal (tempo dulu) sebisa mungkin

 Mengembangkan penelitian

kesejarahan secara luas dan tepat

5 Rekonstruksi Menciptakan kembali

kondisi awal, dimana tapak (eksisting) sudah tidak lagi bertahan

 Melakukan penelitian mengenai

sejarah dan arkeologi untuk memperoleh ketepatan

 Mengembangkan desain, elemen,

dan artefak apabila diperlukan

 Mempertimbangkan tapak museum

yang sesuai

6 Rekonstitusi Menempatkan atau

mengembalikan periode (waktu), skala, penggunaan, dan lainnya yang sesuai

 Memperluas penelitian kesejarahan untuk mempertahankan karakter dan pola yang akan dikembangkan


(21)

2.3. Kota Bogor sebagai Kota Pusaka

Pusaka adalah peninggalan masa lalu yang bernilai sejarah, pemikiran, kualitas rencana dan pembuatannya, perannya yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup manusia. Adapun Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang besar yang terwujud dan berisikan keragaman pusaka alam, budaya baik ragawi dan tak ragawi, serta saujana (Adishakti, 2008). Menurut Dirjen PU (2013) yang dimuat dalam buku Inventarisasi Program Pelestarian dan Penataan Kota Pusaka (P3KP), Kota Bogor merupakan salah satu kota yang ditetapkan sebagai Kota Pusaka. Kota Bogor memiliki peninggalan sejarah yang sebagian besar masih terjaga hingga saat ini.

Sebagai Kota Pusaka, strategi utama pengembangan Kota Bogor haruslah berbasis pada pelestarian pusaka (heritage). Sejarah Kota Bogor yang sangat panjang dimulai dari Kerajaan Padjajaran hingga masa Kolonial menghasilkan peninggalan-peninggalan yang tersebar di seluruh Kota Bogor. Beberapa diantaranya adalah Prasasti Batu Tulis, Istana Bogor, Kebun Raya Bogor, Stasiun, Klenteng, Gereja, Masjid, Rumah Sakit, serta bangunan-bangunan tua yang memiliki arsitektur khas yang sudah terdaftar dalam Benda Cagar Budaya. Berdasarkan hasil identifikasi aset pusaka oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2013, pengembangan Kota Pusaka di Kota Bogor menjadi 6 sub kawasan yaitu kawasan Kebun Raya Bogor, kawasan Pecinan, kawasan Empang, kawasan Pemukiman Eropa, kawasan Plan Karsten, dan kawasan Pemekaran Barat.

2.4 Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor

Dalam UU No. 11 Tahun 2010 Pasal 72 menyatakan bahwa batas-batas keluasan dan pemanfaatan ruang dalam situs dan kawasan ditetapkan dengan sistem zonasi berdasarkan hasil kajian yang pada pasal 73 ayat (3) terdiri dari zona inti, zona penyangga, zona pengembangan dan atau zona penunjang. Selain itu dalam pasal yang sama pada Ayat (4) dijelaskan bahwa penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan sebuah aset yang memiliki nilai penting bagi Kota Bogor. Menurut Wibisono (2012), KRB selain berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) terbesar di Kota Bogor dan pusat penelitian Botani, KRB juga memiliki nilai kesejarahan dalam perjalanan perkembangan Kota Bogor. KRB memiliki nilai penting yang berhubungan dengan ditetapkannya sebagai kawasan yang perlu dilestarikan. Berikut merupakan nilai-nilai penting yang terdapat di KRB (Wibisono, 2012):

1. Landmark Kota Bogor dan berada tepat di tengah Kota Bogor.

2. RTH yang penting bagi Kota Bogor yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan maupun hewan yang hidup di KRB baik yang langka maupun yang sudah hidup ratusan tahun.

3. Nilai sejarah sebagai pusat kota pada penerapan konsep Garden City 4. Nilai sejarah sebagai bagian dari Istana Bogor (sejak masa kolonial) 5. Sebagai tempat cikal bakal lembaga penelitian.

6. Terdapat bangunan dan monumen bersejarah di dalamnya. 7. KRB merupakan Kebun Raya tertua di Asia Tenggara.


(22)

Karena keberadaan KRB yang memiliki nilai penting dan nilai sejarah, maka sesuai UU No. 11 Tahun 2010 Pasal 73 ayat 3 KRB membutuhkan suatu kawasan penyangga. Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) (2013), KRB ditetapkan sebagai pusat Kota Pusaka di Kota Bogor terutama dikaitkan dalam Program Kota Pusaka. Karena penetapan tersebut, maka dalam upaya pelestariannya, KRB memerlukan kawasan yang mampu menyangga keberadaannya.

Kawasan penyangga memiliki peranan penting untuk melindungi KRB dari ancaman pembangunan yang dapat mengurangi nilai sejarah KRB. Kawasan penyangga KRB juga telah ditetapkan sebagai kawasan yang perlu dilestarikan sesuai dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Bogor. Kawasan penyangga KRB meliputi kawasan sekitar KRB yang berada di Jl. Sudirman, Jl. Sawojajar, Jl. Dewi Sartika, Jl. Kapten Muslihat, Jl. Pengadilan, Jl. Jalak Harupat, Jl. Paledang, Jl. Ir.H. Juanda, Jl. R. Saleh Bustaman, Jl. Otto Iskandardinata, Jl. Pajajaran, serta kawasan komplek IPB dan Baranangsiang.

III. METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor yang berada di sebagian Kecamatan Bogor Tengah dan Bogor Timur (Gambar 2). Penetapan tapak berdasarkan Rencana Penataan Kawasan Pusaka (RPKP) Kota Bogor yang terbagi menjadi dua zona yaitu A dan B. Zona A berada di Jl. Sudirman, Jl. Sawojajar, Jl. Dewi Sartika, Jl.Kapten Muslihat, Jl. Pengadilan dan Jl. Jalak Harupat. Zona A terbagi menjadi 4 sub zona yaitu sub zona A1, A2, A3, dan A4.

Untuk Zona B berada di Jl. Kapten Muslihat, Jl. Paledang, Jl. Ir.H. Juanda, Jl. R. Saleh Bustaman, Jl. Otto Iskandardinata, Jl. Pajajaran serta kawasan komplek IPB dan Baranangsiang. Zona B sendiri terbagi menjadi 4 sub zona yaitu sub zona B1, B2, B3 dan B4. Waktu penelitian dan penyusunan skripsi dilakukan pada bulan Maret hingga Agustus 2015.

Peta Kota Bogor Peta Kawasan Bersejarah di Kota Bogor Peta kawasan penyangga KRB Gambar 2 Lokasi tapak

Sumber: Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) - Kota Bogor Tahun 2013


(23)

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kamera digital, papan jalan, alat tulis, alat gambar. Sedangkan bahan yang akan digunakan adalah peta dasar Kota Bogor, data fisik, data biofisik dan data sosial budaya. Penelitian ini juga akan menggunakan beberapa software pendukung diantaranya Microsoft Word 2007, Microsoft office Excel 2007, AutoCAD 2011, dan Adobe Photoshop CS4.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan yaitu, inventarsisasi data, identifikasi, analisis dan sintesis.

3.3.1. Inventarisasi Data

Tahap inventarisasi berupa pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari survei lapang, wawancara dengan narasumber dan penyebaran kuisioner terkait pengelolaan dan pelestarian tapak (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Sedangkan data sekunder didapatkan dari studi pustaka, data-data yang bisa didapatkan dari RTRW yang bersumber dari Pemda Kota Bogor, dan sumber-sumber terkait yang berhubungan langsung dengan penelitian. Berikut ini adalah data yang nantinya akan dikumpulkan pada penelitian (Tabel 2).

Tabel 2 Jenis, bentuk dan sumber data

Jenis data Bentuk data Sumber data

Kondisi Umum

a) Letak Geografis - Batas administratif - Luas wilayah

Deskriptif & spasial Deskriptif & spasial

Bappeda

 Bappeda

b) Kondisi Lanskap c) Demografi

- Bogor dalam angka d) RTRW

e) Penggunaan Lahan

f) Program Kota Pusaka di Kawasan Penyangga

Deskriptif

Deskriptif & spasial Deskriptif & spasial Deskriptif & spasial Deskriptif & spasial

Survey lapang Bappeda Bappeda Bappeda

Bappeda & Disbudpar

Elemen Fisik

a)Pola lanskap b)Pola sirkulasi c)Struktur bangunan d)Jenis dan pola vegetasi e)Elemen Bersejarah

Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif

Deskriptif & spasial

Survei lapang & studi pustaka Survei lapang & studi pustaka Survei lapang & studi pustaka Survei lapang & studi pustaka Survei lapang, Bappeda & Disbudpar

Elemen Non Fisik

a) Sejarah Perkembangan Kota Pusaka Bogor

b) Aktivitas Sosial Budaya c) Aktivitas Ekonomi

Deskriptif & spasial Deskriptif

Deskriptif

Disbudpar & studi pustaka

 Wawancara

 Wawancara

Persepsi Masyakarat terhadap Pelestarian di Kawasan Penyangga

Deskriptif  Wawancara & kuisioner

Pengelolaan di Kawasan Penyangga

Deskriptif  Wawancara & Bappeda

3.3.2. Identifikasi

Identifikasi dilakukan terhadap elemen lanskap yang berpotensi sebagai penanda dan penguat karakteristik Kota Pusaka. Elemen ini diidentifikasi dengan


(24)

survei langsung kemudian dilihat secara spasial dari peta kawasan sekitar Kebun Raya Bogor lalu dianalisis secara deskriptif dari hasil studi literatur dan survei langsung ke lapang.

3.3.3. Analisis

Tahap ini dilakukan untuk menganalisis kondisi elemen lanskap sejarah pada tapak yang telah diidentifikasi serta nilai sejarah yang terkandung pada kawasan sekitar Kebun Raya Bogor. Analisis dilakukan melalui penilaian dengan menggunakan kuisioner terhadap responden yang berjumlah 20 orang (Lampiran 3). Responden terdiri dari 2 orang aparat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), 3 orang aparat Badan Perencanaan & Pembangunan Daerah (Bappeda) , 5 orang ahli dari komunitas Kampung Bogor dan Bogor 100, 1 orang pengelola Kebun Raya Bogor, dan 9 orang responden dari kedelapan sub zona kawasan penyangga Kebun Raya Bogor. Hasil penilaian dianalisis secara deskriptif maupun spasial serta dengan metode skoring. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kondisi elemen dan nilai signifikansi sejarah kawasan.

1) Analisis Kondisi Elemen Sejarah Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor

Kondisi elemen sejarah pada kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dianalisis dengan pengamatan langsung dan penilaian berdasarkan kriteria yang terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria penilaian kondisi elemen lanskap sejarah

Kriteria Skor 1 Skor 2 Skor 3

Kondisi Elemen/ Bangunan

Kondisi elemen lanskap pada zona ini dalam keadaan yang rusak & tidak terawat sama sekali

Kondisi elemen lanskap pada zona ini dalam keadaan yang baik & terawatt

Kondisi elemen lanskap pada zona ini dalam keadaan yang sangat baik & terawat Kondisi Lanskap Kondisi lanskap pada

zona ini tidak mendukung atau mencerminkan satu kesatuan lanskap sejarah masa kolonial

Kondisi lanskap pada zona ini mempunyai bagian-bagian tertentu yang masih mencerminkan satu kesatuan lanskap sejarah masa kolonial, tetapi pada bagian lainnya kondisi nya tidak mendukung

Kondisi lanskap pada zona ini sebagian besar

mencerminkan satu kesatuan lanskap sejarah masa kolonial yang kuat

(Sumber : Modifikasi dari Harris dan Dines, 1988)

2) Analisis Nilai Signifikan Sejarah

Analisis ini berupa penilaian terhadap elemen lanskap sejarah di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor. Penilaian yang dilakukan meliputi penilaian keaslian (originality) dan keunikan (uniqueness) menurut Harris dan Dines (1988) (Tabel 4 dan Tabel 5).


(25)

Tabel 4 Kriteria penilaian keaslian (Originality)

Kriteria Skor 1 Skor 2 Skor 3

Pola Penggunaan Lahan

Mengalami perubahan penggunaan lahan >50% dibanding masa kolonial

Mengalami perubahan penggunaan lahan 25-50%.

Tidak mengalami perubahan penggunaan lahan atau berubah <25%.

Bangunan Elemen bangunan

mengalami perubahan struktur dan elemen. Tidak mewakili karakter dan gaya arsitektur masa kolonial. Terdapat sedikit bangunan kuno dengan umur >50 tahun

Elemen bangunan

mengalami asimilasi struktur dan elemen namun masih mewakili karakter dan gaya arsitektur masa kolonial.

Terdapat cukup banyak

bangunan kuno dengan umur >50 tahun.

Elemen bangunan tidak

mengalami perubahan

karakter, struktur, dan elemen sehingga sangat mewakili gaya arsitektur

masa lalu. Terdapat

banyak bangunan kuno dengan umur >50 tahun. Pola Sirkulasi Jaringan jalan mengalami

perubahan yang merubah karakteristiknya

Jaringan jalan mengalami perubahan namun masih mempertahankan karakteristiknya

Jaringan jalan tetap, relative tidak mengalami perubahan, dan

karakteristiknya masih asli

(Sumber : Harris dan Dines, 1988)

Tabel 5 Kriteria penilaian keunikan (Uniqueness)

(Sumber : Harris dan Dines, 1988)

Kriteria Skor 1 Skor 2 Skor 3

Asosiasi kesejarahan

Lanskap/elemen tidak memiliki hubungan dengan kesejarahan Kota Bogor di masa kolonial

Lanskap/elemen memiliki hubungan yang lemah dengan kesejarahan Kota Bogor di masa kolonial

Lanskap/elemen memiliki hubungan yang kuat dengan kesejarahan Kota Bogor di masa kolonial

Keragaman yang berbeda

Lanskap pada zona ini tidak memiliki elemen-elemen dengan karakter yang khas

Lanskap pada zona ini memiliki elemen khas tetapi masih terdapat di tempat lain

Lanskap pada zona ini memiliki elemen-elemen dengan karakter khas dan tidak terdapat di tempat lain Kualitas estetik Lanskap/elemen lanskap

tidak memiliki estetika/gaya arsitektur yang dapat menunjukkan kekhasannya pada masa kolonial

Lanskap/elemen lanskap masih memiliki estetika/gaya arsitektur yang dapat menunjukkan kekhasannya pada masa kolonial

Lanskap/elemen lanskap memiliki estetika/gaya arsitektur yang dapat menunjukkan kekhasannya pada masa kolonial

Integritas Karakter, struktur dan

fungsi elemen lanskap tidak membentuk satu kesatuan lanskap sejarah masa kolonial

Karakter, struktur dan fungsi elemen lanskap membentuk satu kesatuan lanskap sejarah masa kolonial dengan karakter yang kurang kuat

Karakter, struktur dan fungsi elemen lanskap membentuk satu kesatuan lanskap sejarah masa kolonial dengan karakter yang kuat


(26)

Penilaian terhadap aspek kondisi elemen, keaslian dan keunikan dihitung dengan metode skoring (Selamet 1983 dalam Allindani 2007) dengan rumus interval kelas:

Interval Kelas (IK) =

Tinggi= SMi + 2IK + 1 sampai SMa Sedang= SMi+ IK + 1 sampai ( SMi+2IK) Rendah= SMi sampai SMi + IK

Hasil penilaian ketiga aspek tersebut menghasilkan kategori dari elemen-elemen lanskap sejarah dari kategori kondisi elemen-elemen, keaslian dan keunikan elemen yang menampilkan skor-skor dengan skala :

 Skor 1 = tingkat kondisi elemen/keaslian/keunikan rendah, mengalami banyak perubahan namun lanskap sejarah masih dipertahankan

 Skor 2 = tingkat kondisi elemen/keaslian/keunikan/ sedang, mengalami sedikit perubahan

 Skor 3 = tingkat kondisi elemen/keaslian/keunikan/ tinggi, lanskap sejarah tidak mengalami perubahan.

Penilaian gabungan aspek kondisi elemen, keaslian dan keunikan menghasilkan peta komposit dengan beberapa sub zona yang kemudian dianalisis secara spasial deskriptif untuk mengetahui sub zona di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dengan nilai komposit rendah, sedang, dan tinggi.

3.3.4. Sintesis

Pada tahap ini, setelah didapat hasil analisis dari setiap sub zona kemudian dihasilkan usulan tindakan pelestarian per sub zona dilihat dari karakter khas sub zona tersebut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor 4.1.2. Letak Geografis

Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor berada di kecamatan Bogor Tengah. Kawasan ini mencakup beberapa kelurahan yaitu, Kelurahan Pabaton, Kelurahan Paledang, Kelurahan Babakan, Kelurahan Sempur, Kelurahan Tegalega dan Kelurahan Baranangsiang di Kecamatan Bogor Timur (Gambar 3).

Kawasan ini terbagi menjadi dua zona menurut RTBL Kota Bogor yaitu zona A dan zona B. Zona A sendiri memiliki luas 598.834,77 m2 dan zona B memiliki luas 827.308,90 m2 dengan total luas wilayah 1.426.143,67 m2.


(27)

Gambar 3 Peta kawasan sekitar Kebun Raya Bogor

Sumber: diolah dari RPKP Kota Bogor (2013) dan Bappeda Kota Bogor (2013)

Secara Administatif, Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini berbatasan langsung dengan kelurahan-kelurahan yang berada di Kecamatan lain, yaitu : Sebelah Utara : Kelurahan Tanah Sareal dan Kebon Pedes


(28)

Sebelah Barat : Kelurahan Cibogor, Panaragan, dan Kebon Kelapa Sebelah Selatan : Kelurahan Babakan Pasar, Empang, dan Gudang 4.1.2. Kondisi Lanskap

Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor pada umumnya berfungsi sebagai area pemerintahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, serta militer. Sebagian besar bangunan yang digunakan untuk fungsi tersebut masih mempertahankan bentuk fasad bangunan bergaya kolonial. Bangunan-bangunan tersebut masih dipertahankan karena selain dari keinginan pemilik untuk mempertahankan kesan historis bangunan tersebut, kawasan sekitar Kebun Raya Bogor termasuk dalam program Rencana Pembangunan Kota Pusaka (RPKP).

Meskipun beberapa bangunan masih dapat dipertahankan bentuk fisiknya, tidak semua bangunan dalam kondisi yang baik sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu kesatuan pola lanskap kolonial yang ada. Selain kondisi bangunan yang mempengaruhi pola lanskap, vegetasi eksisting yang ada juga mempengaruhi pola lanskapnya, seperti pohon kenari (Canarium commune) dan beringin (Ficus benjamina).

4.1.3. Demografi

Jumlah penduduk di kecamatan Bogor Tengah berdasarkan data keseluruhan Kota bogor yang bersumber dari BPS Kota Bogor (2013) yaitu sebesar 1.103.719 jiwa. Jumlah penduduk ini menempati urutan kedua terendah dari total keseluruhan penduduk di Kota Bogor (Tabel 6). Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 52.416 jiwa untuk penduduk laki-laki dan 51.303 jiwa untuk penduduk perempuan.

Tabel 6 Jumlah penduduk Kota Bogor tiap Kecamatan

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan

(jiwa/km2)

1 Bogor Utara 92.726 89.889 182.615 10.306

2 Bogor Selatan 98.131 93.337 191.468 6.214

3 Bogor Timur 50.797 49.720 100.517 9.903

4 Bogor Barat 114.229 110.734 224.963 6.848

5 Bogor Tengah 52.416 51.303 103.719 12.758

6 Tanah Sareal 106.498 103.239 209.737 11.133

Kota Bogor 514.797 498.222 1.013.019 8.549

Sumber: BPS (2013)

Kecamatan Bogor Tengah merupakan wilayah yang memiliki kepadatan paling tinggi di Kota Bogor yaitu sebesar 12.758 jiwa/km2, hal ini karena Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kegiatan sosial, perekonomian dan pemerintahan. Namun, kawasan sekitar Kebun Raya Bogor ini sendiri didominasi oleh kategori kepadatan penduduk rendah yang berkisar antara 41-80 jiwa/ha di kelurahan Pabaton, Paledang dan Babakan. Sementara itu, untuk Kelurahan Baranangsiang termasuk kategori kelurahan kepadatan penduduk sedang, yaitu berkisar antara 81-120 jiwa/km2 (Gambar 4).


(29)

Gambar 4 Kepadatan penduduk di kawasan penyangga Kebun Raya Bogor

Sumber: Bappeda Kota Bogor (2013)

Tingkat pendidikan akhir masyarakat di Kecamatan Bogor Tengah cukup beragam dan sebagian besar penduduknya berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu sejumlah 30.636 jiwa. Sementara itu tingkat pendidikan Diploma merupakan tingkat pendidikan dengan jumlah paling sedikit yaitu 4.116 jiwa (Tabel 7)


(30)

Tabel 7 Tingkat pendidikan penduduk Kota Bogor

No Kecamatan Tidak

Tamat SD

SD SMP SMA Diploma Sarjana

(S1/S2/S 3)

Jumlah

1 Bogor Selatan 36.405 50.234 29.778 36.824 4.213 6.575 163.669

2 Bogor Timur 16.546 21.896 14.700 22.595 3.753 6.579 86.069

3 Bogor Utara 30.962 34.434 25.644 42.956 6.944 13.172 154.112

4 Bogor Tengah

15.248 20.246 17.053 30.636 4.116 6.396 93.695

5 Bogor Barat 35.356 43.459 33.565 56.866 8.095 14.603 191.944

6 Tanah Sareal 36.952 41.540 28.753 44.521 7.153 13.355 172.274

Kota Bogor 171.109 211.809 149.493 234.398 34.274 60.680 861.763

Sumber: BPS (2013)

Dilihat dari mata pencahariannya, penduduk di Kota Bogor sebagian besar bekerja di bidang perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel yaitu sebanyak 134.076 jiwa dengan jumlah total angkatan kerja sebanyak 403.628 jiwa. (Tabel 8)

Tabel 8 Mata pencaharian berdasarkan lapangan pekerjaan

No. Lapangan Kerja Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan

7.693 632 8.325

2 Industri Pengolahan 43.983 18.164 62.147

3 Perdagangan Besar, Eceran,

Rumah Makan, dan Hotel

76.839 57.237 134.076

4 Jasa Kemasyarakatan 59.462 41.097 100.559

5 Lainnya 88.436 10.085 98.521

Jumlah 276.413 127.215 403.628

Sumber: BPS (2013)

4.1.4. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor tahun 2011-2031 termuat dalam data rencana penetapan kawasan strategis Kota Bogor (Gambar 5). Rencana ini terbagi menjadi 3 jenis kawasan yaitu kawasan strategis lingkungan, kawasan strategis ekonomi, dan kawasan strategis budaya. Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor sendiri masuk dalam rencana kawasan strategis lingkungan dan kawasan strategis ekonomi. Dari data tersebut, diketahui bahwa kawasan ini belum ditetapkan sebagai kawasan strategis budaya sebagaimana terdapat di Rencana Tata Ruang Kota (RTRK).

Selain itu, dalam rencana tata ruang (RTRW) tahun 2011-2031 kawasan Penyangga Kebun Raya Bogor terdiri dari kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan, kawasan pemerintahan, kawasan militer, dan ruang terbuka hijau (Gambar 6). Kawasan perdagangan dan jasa terletak di Jalan Sudirman, Jalan Pajajaran dan Jalan Otto Iskandardinata. Kawasan perumahan terletak di Kelurahan Pabaton, Kelurahan Paledang, Kelurahan Babakan dan Kelurahan Baranangsiang. Untuk kawasan pemerintahan terletak di Jalan Juanda. Selanjutnya untuk kawasan militer terletak di Jalan Sudirman serta ruang terbuka hijau disekitar jalan Sudirman dan jalan Jalak Harupat

Menurut Wibisono (2012), kawasan sekitar Kebun Raya Bogor merupakan wilayah sebagai pusat kota yang memberikan kontribusi utama pada kegiatan perdagangan, jasa, pemerintah sarana, dan prasarana skala kota dan regional.


(31)

Fungsinya ini sebenarnya dapat menekan Kebun Raya Bogor yang letaknya berada di wilayah pusat kota. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di wilayah pusat kota ini dengan perencanaan kawasan yang terpadu dengan pola

cluster. Tekanan yang diakibatkan oleh fungsi sebagai pusat kota ini dapat diredam dengan upaya berupa adaptive use terhadap fungsi penggunaan baru dengan nilai-nilai kesejarahan pada kawasan penyangga Kebun Raya dengan kekhasan karakteristiknya masing-masing.

Gambar 5 Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Kota Bogor


(32)

Gambar 6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tahun 2011-2031

Sumber: Bappeda Kota Bogor

4.1.5. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan pada wilayah Kota Bogor dengan luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu Kawasan Terbangun dan Kawasan Belum Terbangun. Kawasan Terbangun dengan luas total sebesar 4.411,86 ha atau sekitar 37,23% dari luas total Kota Bogor, yang berupa lahan perdagangan, permukiman, perumahan terencana, komplek militer, istana, industri, terminal, dan gardu. Kawasan terbangun di wilayah Kota Bogor didominasi oleh kawasan permukiman 3.135,79


(33)

Ha (26,46%), yang di dalamnya terdapat fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, serta perkantoran.

Lalu Kawasan Belum Terbangun dengan luas total sebesar 7.438,14 ha atau sekitar 62,77% dari luas total Kota Bogor, yang berupa Situ, Sungai, Kolam, RTH, Tanah Kosong Non RTH, dan Lain-Lain yang tidak teridentifikasi. Kawasan Belum Terbangun di Kota Bogor didominasi oleh RTH seluas 6.088,58 ha atau 51,38%, yang didalamnya terdapat hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau SUTET, kawasan hijau, kebun raya, lahan pertanian kota, lapangan olah raga, sempadan sungai, TPU, taman kota, taman lingkungan, taman perkotaan, dan taman rekreasi.

Adapun pada kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, penggunan lahan pada tahun 2008 berdasarkan RTRW tahun 2011-2031 terdiri dari area pemerintahan, pendidikan, perdagangan, permukiman, RTH, kesehatan, jasa, transportasi, dan militer (Gambar 7).

Gambar 7 Peta Penggunaan Lahan Kota Bogor Sumber: Bappeda


(34)

4.1.6. Program Kota Pusaka di Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor

Berdasarkan RTBL Kota Bogor, kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dibagi menjadi dua zona besar yaitu zona A dan zona B. Zona A terbagi menjadi 4 sub zona berdasarkan fisik dan fungsional. Secara fisik antara lain morfologi sub zona dan pola/pattern sub zona, dan secara fungsional antara lain kesamaan fungsi, karakter eksisting ataupun karakter yang ingin diciptakan serta kesamaan dan potensi pengembangan. Sub zona tersebut terbagi menjadi 4 area yaitu (Gambar 8);

 Sub zona A1 Kawasan Sudirman, Juanda dan Jalak Harupat

 Sub zona A2 Kawasan Militer

 Sub zona A3 Kawasan Sawojajar dan Dewi Sartika

 Sub zona A4 Kawasan Pengadilan dan Dewi Sartika

Gambar 8 Zona A kawasan sekitar Kebun Raya Bogor

Zona B sendiri terdiri dari 4 sub zona yang terbagi berdasarkan aspek fisik dan fungsional. Sub zona tersebut terbagi menjadi 4 area yaitu (Gambar 9):

 Sub zona B1 Kawasan Juanda-Kapten Muslihat dan Paledang

 Sub zona B2 Kawasan Juanda-Paledang-Otto Iskandardinata

 Sub zona B3 Kawasan Pajajaran-Otto Iskandardinata

 Sub zona B4 Kawasan Pajajaran


(35)

4.2. Analisis Lanskap Sejarah Perkembangan Kota Bogor

Pembagian masa sejarah Kota Pusaka Bogor berdasarkan Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2013), dibagi berdasarkan adanya peristiwa-peristiwa sejarah penting yang membawa pengaruh penting bagi perkembangan kota, terutama secara fisik. Pembagian sejarah tersebut terbagi dalam 5 masa sebelum kemerdekaan dan 3 periode setelah kemerdekaan berdasarkan beberapa kajian yang telah dilakukan yakni;

4.2.1 Masa Kerajaan Pakuan-Padjajaran (1482 -1579)

Wilayah Bogor diketahui sebagai Ibukota Kerajaan Padjajaran-Pakuan pada abad ke 8. Nama wilayah Bogor pada masa Kerajaan Pakuan-Padjadjaran adalah Dayeuh yang diperintah oleh seorang rajanya yang paling terkenal, yaitu Sri Baduga Maharaja atau yang diyakini pula sebagai Prabu Siliwangi yang memerintah sejak tanggal 3 Juni 1482 dan dianggap sebagai tahun lahirnya Bogor.

Pada tahun 1579, terjadi penyerangan antara penguasa Banten dan Pakuan yang menyebabkan masa ini dianggap sebagai masa berakhirnya Pakuan. Akibatnya, rantai sejarah keberadaan wilayah ini dapat dikatakan hilang sama sekali. Setelah tahun 1579, tidak ada keterangan tertulis lagi mengenai peristiwa yang terjadi di wilayah tersebut (Missing Link) sampai adanya ekspedisi oleh Scipio dan rombongannya pada tahun 1687, Adolf Winkler pada tahun 1690 dan Abrahan Van Riebeck pada tahun 1703, 1704, dan 1709. Dari laporan-laporan ekspedisi tersebut diketahui beberapa batas kerajaan Pakuan Pajajaran, seperti bahwa wilayah alun-alun Empang ternyata merupakan alun-alun bekas luar jaman Pakuan, dan letak- letak gerbang masuk kerajaan (Sarilestari, 2009).

 Kondisi Fisik Masa Kerajaan Pakuan-Padjajaran :

Wilayah ini diapit oleh Sungai Cisadane dan Sungai Cipakancilan. Sungai Cisadane, Cipakancilan, dan Ciliwung sudah ada sejak masa kerajaan, dimana Sungai Cipakancilan menjadi bagian utama dari kerajaan tersebut (Wibisono, 2012). Komponen fisik kota yang terdapat dalam Pakuan terletak di dalam dan di luar benteng Pakuan. Elemen kota yang terdapat di dalam benteng yaitu Keraton dan Alun-alun dalam Kotaraja. Keraton Kerajaan Pajajaran merupakan bangunan megah, indah, dan dihiasi oleh 330 tiang kayu dengan tinggi ± 9,14 m. Keraton ini terletak di sekitar Batutulis, yaitu dimulai dari Jalan Batutulis (sebelah barat), Gang Amil (sebelah selatan), bekas parit yang telah menjadi perumahan saat ini (sebelah timur), dan Benteng Batu yang ditemukan oleh Scipio (1687) sebelum tempat prasasti Batutulis (sebelah utara) bagian selatan Gang Balekambang (Sarilestari, 2009).

Sedangkan elemen kota yang terdapat di luar benteng diantaranya Bukit Badigul, Tajur Agung, dan Alun-alun luar Kotaraja. Pada masa tersebut, alun-alun luar memiliki fungsi sebagai medan latihan keprajuritan bagi para laskar Pajajaran. Seluruh kegiatan acara keramaian umum di luar protokol juga dilaksanakan di alun-alun ini. Lalu pada akhirnya alun-alun tersebut menjadi palagan (medan pertempuran) saat melawan laskar Banten yang ingin menguasai wilayah Pajajaran di Pajajaran ditahun 1579 (Danasasmita (1983) dalam Wibisono 2012).


(36)

Menurut Sarilestari (2009) batas-batas fisik kerajaan Pakuan-Padjajaran adalah sebagai berikut:

Sebelah Barat : berupa benteng alam, yaitu dan puncak tebing Cipaku yang curam sampai lokasi Stasiun Kereta Api Batutulis, dan terus membentang sepanjang jalur rel kereta api sampai tebing Cipakancilan setelah melewati lokasi Jembatan Bondongan (di Kampung Cincaw).

SebelahTimur : berupa benteng yang membentang sejajar dengan Jalan Suryakancana,yaitu dari setelah perpotongan dengan Jalan Suryakancana sampai ke Gardu Tinggi, selanjutnya benteng tersebut mengikuti puncak Lembah Ciliwung melintasi pertemuan antara Jalan Siliwangi dengan jalan Batutulis, dan berlanjut sepanjang puncak Lereng Ciliwung melewati Komplek Perkantoran PAM hingga memotong Jalan Pajajaran.

Sebelah Utara : berupa tebing terjal, yaitu dari ujung Iembah Cipakancilan (Kampung Cincau) tersambung dengan tebing gang beton sampai memotong Jalan Suryakancana.

Sebelah Selatan : berupa benteng yang membentang dari setelah perpotongan dengan Jalan Pajajaran menembus Jalan Siliwangi terus memanjang sampai di Kampung Lawang Gintung.

Pintu gerbang Pakuan terletak pada bagian utara yang berlokasi di Jembatan Bondongan, dan selatan yang berlokasi di Jalan Siliwangi, Bantar Peuteuy (depan Komplek Perumahan LIPI). (Gambar 10)

Gambar 10 Wilayah Masa Kerajaan Pakuan-Padjajaran (1482 -1579)


(37)

Menurut Drs. Saleh Danasasmita disebutkan hubungan antara Pakuan, Pajajaran, Gunung Batu dan Kampung Balai (sekitar Ciampea). Tempat tersebut erat kaitannya dengan ditemukannya pohon pakujajar. Pohon pakujajar ditengarai sebagai asal usul nama Pakuan sebagai Ibukota Kerajaan Pajajaran. Sumber sebagai asal usul nama Pakuan dari pohon pakujajar dapat diperiksa pada sebuah naskah Carita Waruga Guru yang ditulis sekitar tahun 1750 dan berhuruf serta berbahasa Sunda Kuno. Naskah tersebut menyebutkan pohon pakujajar yang tumbuh di sekitar lokasi sekitar lokasi kerajaan yaitu di sekitar lahan Makam Mbah Dalem, pintu gerbang kerajaan Pajajaran di Kampung Bantar Peuteuy dan di Gunung Batu sendiri.

4.2.2 Bogor Pada Masa Kolonial I (1600-1754)

Pada tahun 1619, Kerajaan Banten hengkang dari Sunda Kelapa yang kemudian dirubah namanya menjadi Batavia oleh Belanda. Hal ini berdampak pada Bogor yang semula berfungsi sebagai pusat orientasi Kota Batavia, pada masa ini berubah menjadi wilayah terbelakang (hinterland) pada tahun 1619. Tahun 1659 terjadilah perjanjian antara VOC dengan Kerajaan Banten, tentang sungai Cisadane sebagai batas-batas kekuasaan antara kedua belah pihak, sebelah sungai Citarum diserahkan Mataram kepada VOC dengan demikian Bogor termasuk yang dikuasai VOC.

 Kondisi Fisik Bogor pada Masa Kolonial I :

Setelah mengadakan tiga kali ekspedisi, pada tahun 1687, Letnan Tanujiwa mendirikan Kampoeng Baroe di Parung Angsana. Kampung inilah yang menjadi cikal bakal berkembangnya wilayah Buitenzorg. Kampung lain yang didirikan oleh Tanuwijaya antara lain Parakan Pandjang, Parung Koedjang, Panaragan, Bantar Djati, Sempoer, Baranang Siang, Paroeng Banteng, Cimahpar. Kampoeng Baroe yang merupakan tempat kedudukan Tanujiwa dijadikan sebagai pusat pemerintahan bagi kampung-kampung lainnya (Sarilestari,2009)

Pada tahun 1744, yaitu dari tanggal 20 Agustus sampai September, Gubemur Baron Van Imhoff mengadakan peninjauan. Beliau menaruh perhatian pada Kampoeng Baroe yang dapat dikembangkan menjadi daerah pertanian dan tempat peristirahatan Gubemur Jenderal. Selanjutnya pada tahun 1745, Baron mengajukan petisi kepada Dewan Perwakilan Resmi Pemerintahan Hindia Belanda yang berisi:

1. Daerah Kampoeng Baroe diubah menjadi tempat peristirahatan Gubernur Jenderal dan Staf VOC.

2. Menjadikan daerah tersebut sebagai daerah pertanian dan perkebunan, serta sebagai contoh daerah lain.

3. Merencanakan perubahan perilaku masyarakat yang dianggap malas (pada waktu itu), menjadi masyarakat yang mempunyai kemampuan atau keahlian seperti ambtenar (pegawai negen), ahli pertanian, ahli perkebunan dan sebagainya.

Baron Van Imhoff cenderung pada liberalisme Perancis. Beliau penganut setia paham romantisme ajaran Rosseau, yang menganjurkan manusia kembali kepada alam. Pada waktu itu, mode para pencari kewajaran alami adalah dengan membangun villa sederhana, mungil, dan serasi dengan alam sekitar. Villa ini disebut Sans Souci (istilah Perancis) atau istilah Belanda nya Buitenzorg


(38)

Gambar 11 Bogor pada Masa Kolonial I (1600-1754) (awal)

Sumber : Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013

Tahun 1745 sembilan buah kampung digabung menjadi satu pemerintahan yang dikepalai seorang demang (bupati). Kampung tersebut antara lain Tjisaroea, Pondok Gede, Tjiawi, Tjiomas, Tjitdjeroek, Sindang Barang, Balaoboer, Darmaga dan Kampoeng Baroe. Gabungan kampung ini disebut sebagai Regentschap Kampoeng Baroe, dan kemudian dikenal sebagai Regentschap Buitenzorg

(Danasasmita, 1983 dalam Sarilestari, 2009). Regentschap Buitenzorg menjadi cikal bakal lahirnya Kabupaten Bogor terhitung sejak tahun 1754-1872. Sedangkan Kota Bogor itu sendiri mulai terbentuk dari wilayah Kelurahan Babakan, Empang, dan Paledang (Wibisono, 2012).

Pada tahun 1745 dibangun bangunan militer di Jalan Sudirman, jalan yang pada masa tersebut merupakan akses utama menuju wilayah Buitenzorg. Bangunan militer tersebut berfungsi sebagai pos penjagaan di pintu masuk utama (Gambar 12).


(39)

Gambar 12 Bogor pada Masa Kolonial I (1600-1754) (akhir)

Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang

4.2.3 Bogor Pada Masa Kolonial II (1754 - 1845)

Pada tahun 1754, Bupati Wiranata memindahkan pusat pemerintahan yang semula berlokasi di Kampoeng Baroe (di dalam Kebun Raya Bogor saat ini), dipindahkan ke Sukahati, yaitu sebuah tempat yang berada di sebelah timur Cisadane dekat muara Cipakancilan. Lokasi tersebut merupakan daerah yang berada di dalam kawasan Buitenzorg, serta memiliki kolam besar atau empang dan lembah di depannya. Pemindahan ini disertai surat keputusan Gubernur Jendral Jacob Mossel pada tahun 1755. Kemudian pada tahun 1759–1761 Gubernur Jenderal Jacob Mossel membangun Istana Buitenzorg.

 Kondisi Fisik Bogor pada Masa Kolonial II:

Pada tanggal 28 Oktober 1763 dikeluarkan akte resmi pembentukan

Buitenzorg dengan menyatukan kesembilan kampoeng tersebut. Sekitar tahun 1770, Sukahati mulai dikenal dengan sebutan Empang, dan diresmikan pada tahun 1815 (Haan (1912) dalam Sarilestari 2009). Soekahati saat itu digambarkan sebagai tempat orang-orang Eropa yang sering memancing di sungai kecil Cipakancilan. Soekahati juga memiliki kolam besar atau empang dan lembah di depannya.Wilayah Kampoeng Baroe ini terus berkembang dengan mendatangkan orang dari Jawa Tengah, termasuk orang-orang Cina (Dirjen PU, 2013). Pemindahan pusat pemerintahan membuat kawasan tersebut menjadi ramai, sehingga muncul pasar di Kampoeng Baroe yang dinamakan Pasar Bogor sampai saat ini. Pertumbuhan pasar ini kemudian mempopulerkan nama Bogor sehingga akhirnya dipakai pada masa-masa selanjutnya.


(40)

Pada tahun 1808-1811, Gubernur Jenderal Daendels membuka babak baru perkembangan Buitenzorg dengan membangun jalan yang menghubungkan antara Anyer dan Panarukan yang membelah wilayah Bogor dari Utara ke Selatan. Jalan tersebut dinamakan Jalan Raya Daendels (Jalan Raya Pos atau

Groote Postweg). Jalan yang digunakan oleh Daendels adalah jalan kuda yang memang sudah digunakan penduduk pribumi sebelumnya. Karena Istana Buitenzog dibangun dengan posisi tegak lurus terhadap jalan kuda tersebut,

Groote Postweg yang melalui wilayah Bogor dibuat melingkari Istana Buitenzorg.

Groote Postweg menjadi jalur utama transportasi, terutama untuk mengangkut hasil perkebunan.

Dalam masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), tempat peristirahatan (Buitenzorg) menjadi istana resmi Gubernur Jenderal. Walaupun pusat pemerintahan tetap berada di Batavia, sebagian besar waktu Gubernur Jenderal dihabiskan di Buitenzorg, termasuk pada saat melakukan perundingan perundingan dengan Dewan Hindia Belanda (De Stichting van Buitenzorg, 1920 dalam Sarilestari 2009).

Ketika VOC bangkrut, wilayah nusantara dikuasai oleh Inggris di bawah kepemimpinan Gubernur Jendral Thomas Rafless. Gubernur Jendral Thomas Rafless merenovasi Istana Bogor dan dengan bantuan para ahli botani, W. Kent dibuat halaman istana menjadi taman bergaya Inggris (English Landscape Garden). Komponen taman Inggris ini mencakup kolam, hamparan rumput yang luas, latar belakang pepohonan, serta arsitektur picturesque sebagai titik fokal yang pencapaiannya dirancang menurut sekuens tertentu. Pada masa pemerintahan Gubemur Jenderal Inggris, Buitenzorg ditetapkan sebagai pusat administrasi keresidenan yang membawahi Kabupaten Buitenzorg, Cianjur, dan Sukabumi.

Masa kependudukan Inggris terhadap Bogor berlangsung pada tahun 1811-1813 (Wibisono, 2012). Lalu pada akhirnya wilayah nusantara dikembalikan oleh Inggris kepada Belanda, untuk memperingati peristiwa tersebut di Buitenzorg

didirikan pilar Pabaton atau Witte Paal di Jalan Sudirman, berhadap-hadapan dengan Istana Buitenzorg.

Pada tahun 1817, pembangunan Kebun Raya Bogor dicanangkan oleh seorang ahli biologi asal Jerman bernama Prof. Dr. C. G. K. Reinwardt yang berada di Indonesia pada awal abad ke-19. Reindwardt menganggap eksplorasi tumbuhan dan masalah pertanian juga merupakan tugasnya di Hindia Belanda. Kemudian ia menulis surat kepada Komisaris Jenderal G.S.G.P. van der Capellen yang mengemukakan keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, sebagai tempat pendidikan dan koleksi tumbuhan. Dan pada tanggal 18 Mei 1817, Prof. Dr. C. G. K. Reinwardt membangun sebuah kebun tanaman tropis yang dilengkapi dengan sebuah gedung herbarium sebagai pusat penelitian tumbuhan tropis dengan nama ’s Lands

Plantentuin te Buitenzorg (Mamiri, 2007). Berikut Bogor pada masa kolonial II dapat dilihat pada Gambar 13.


(41)

Gambar 13 Bogor pada Masa kolonial II (1754-1845)

Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013

4.2.4 Bogor Pada Masa Kolonial III (1845-1904)

Pada tanggal 8 Juli 1845 dikeluarkan Surat Keputusan tentang zoning kota berdasarkan Etnis (Wijk). Peraturan tersebut dikenal dengan istilah Wijkenstelsel

dan Passenstelsel. Wijkenstelsel merupakan peraturan yang menginstruksikan bahwa orang-orang timur asing harus bertempat tinggal pada wilayah tertentu sesuai dengan ras dan komunitasnya. Orang-orang Cina atau Arab tidak boleh tinggal dekat dengan warga pribumi. Sedangkan Passenstelsel merupakan peraturan surat jalan, maksudnya adalah jika orang-orang timur asing mau keluar dari kampung tempat tinggalnya maka harus izin dahulu untuk mendapat surat jalan.

Aturan-aturan ini yang akhirnya membuat perkampungan etnis atau ethnic quarter di kota-kota di nusantara. Karena adanya peraturan ini, maka daerah-daerah kota yang berkembang hanya daerah-daerah orang Eropa yaitu daerah-daerah sebelah barat jalan raya mulai dari Pilar Pabaton sampai dengan Istana Bogor dan daerah Paledang, dan daerah Orang Cina yaitu daerah sepanjang Jl. Surya Kencana sampai tanjakan Empang. (Gambar 14)


(42)

Gambar 14 Pembagian Kawasan Pemukiman Berdasarkan Etnis pada Masa Kolonial III

Sumber : diolah dari Direkorat Jenderal Penataan Ruang 2013

 Kondisi Fisik Bogor Pada Masa Kolonial III :

Pada tahun 1870 munculnya Undang-Undang Agraria yang berdampak pada perkembangan ekonomi di Buitenzorg. Batas Buitenzorg berdasarkan Dokumen Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 1 Mei 1871 adalah (Sarilestari, 2009) :

Sebelah Utara :Jalan dari Pilar Pabaton sampai Jembatan Cipakancilan Sebelah Barat :Jembatan Cipakancilan sampai Jembatan di Jalan Kecil

Batutulis.

Sebelah Selatan :Jalan kecil Batutulis sampai Jalan Besar (jalan dan batas-batas persilangan Sukasari sampai Sungai Ciliwung) Sebelah Timur : Sungai Ciliwung sampai persilangan Pilar

Pada tahun 1872, mulai ditetapkan sistem perdagangan pasar, kawasannya dipusatkan di kompleks pecinan dan sekitar kawasan asrama kavaleri (pasar Bogor sekarang), pada masa itu juga dibuka jalan kereta api 'Preanger Lijn'

melewati kota Bogor, dan pada tanggal 31 Januari 1873, dibuka jalur KA Jakarta-Bogor yang mempengaruhi kegiatan arus lalu lintas penumpang dan barang di Bogor. Adanya stasiun kereta api di Bogor juga memicu pertumbuhan kota ke arah barat.

Pada tahun 1888 dibangun Gedung Algemeene Secretarie sebagai kantor pusat pemerintahan umum di Buitenzorg sehingga mempunyai fungsi sebagai kota

Kawasan EropaRumah Peristirahatan

Kawasan Kampong Baroe

Kawasan Pecinan


(43)

Pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang dipindahkan dari Batavia (Ruiter, 1918 dalam Sarilestari, 2009). Dari Morfologi dapat dilihat bahwa pada masa itu, setelah adanya jalur kereta api, pertumbuhan kota ke arah barat mulai dibuka, misalnya dengan adanya perkebunan di sekitar Stasiun. Kemudian dengan ditetapkan adanya kawasan pasar, kawasan pecinan yang sudah ada sejak tahun 1800-an mulai berkembang dengan pola kawasan pertokoan yang memanjang di Jalan Surya Kencana. Pada masa itu, bangunan-bangunan penting terpusat di jalan-jalan utama, Jalan Sudirman, Jalan Kapten Muslihat dan Jalan Paledang (Gambar 15)

Gambar 15 Bogor pada Masa Kolonial III (1845-1904)

Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013

4.2.5 Bogor Pada Masa Kolonial IV (1905-1942)

Pada tahun 1905 Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan pada tahun 1941 diberikan otonomi sendiri berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.208.

 Kondisi Fisik Bogor Masa Kolonial IV :

Geemente Bogor tercatat memiliki luas wilayah 22 km persegi yang terdiri atas dua distrik dan tujuh desa dan diproyeksikan dapat menampung penduduk sebanyak 30.000 jiwa. Gemeente ini sendiri dipimpin oleh seorang Burgemeenter

dan corak pemerintahan ini berlangsung sampai dengan masa Pendudukan Jepang. Setelah menjadi Gemeente, terjadi banyak perubahan dibidang administratif pemerintahan dan perkembangan fisik. Perkembangan selanjutnya adalah direncanakannya daerah perumahan di sebelah utara dan timur oleh


(44)

Ir.Thomas Karsten pada tahun 1917. Perkembangan kota yang direncanakan luasnya hampir setengah dari luas kota eksisting pada masa itu. Perkembangan ke arah timur dilakukan untuk mencegah perkembangan kota yang linear yang terpusat di Groote Postweg (Gambar 16). Thomas Karsten merencanakan

Buitenzorg memiliki bentuk desain kota yang simetris dan rapi dengan Istana dan Kebun Raya sebagai pusat atau point dari Buitenzorg pada masa itu (Wibisono, 2012). Permasalahan utama dalam perancangan perluasan kota yang dilakukan Karsten adalah untuk merancang untuk tiga ras penghuni kota yang berbeda secara karakter, kebutuhan, dan pola hidup. Ketiga ras tersebut juga memiliki level yang berbeda dalam tingkatan sosial (P3KP, 2013).

Gambar 16 Bogor pada Masa Kolonial IV (1905-1942)

Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013

Dari data peta lama pada tahun 1920 (Gambar 17), diketahui bahwa area perluasan belum direalisasikan, dan area Kebun Raya masih belum diperluas dan belum memiliki batas jalan sebelah timur. Sedangkan pada peta tahun 1946 (Gambar 18) terlihat bahwa perluasan Kebun Raya Bogor dan perumahan sudah selesai. Dari bukti peta dapat disimpulkan, meskipun rencana perluasan dibuat pada tahun 1917, tetapi pembangunan dilakukan antara tahun 1920-1946.


(45)

Gambar 17 Peta Buitenzorg tahun 1920


(46)

Gambar 18 Peta kawasan Kebun Raya Bogor dan Sempur tahun 1946

Sumber: Disbudpar Kota Bogor (2015)

4.2.6 Bogor Pada Masa Setelah Kemerdekaan

Setelah periode masa kolonial, tepatnya setelah Indonesia merdeka, perkembangan Kota Bogor semakin menuju arah perkotaan. Periode ini terbagi menjadi tiga periode berdasarkan iklim politik pemerintahan yang berlaku pada masanya yang akan menentukan corak perkembangan Kota Bogor (Wibisono, 2012). Periode pertama yang diacu dalam Wibisono (2012) dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 hingga 1965. Lalu periode kedua dimulai tahun 1965 hingga 1995 dan periode ketiga dimulai sejak 1995 hingga sekarang.

1. Periode pertama (1945-1965)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950, Pemerintahan di Kota Bogor (Gemeente Buitenzorg) diubah namanya menjadi Kota Besar Bogor. Lalu pada tahun 1957 berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor.

 Kondisi Fisik Periode Pertama Masa Kemerdekaan :

Pada tahun ini, Bogor sedang merealisasikan pembangunan perumahan di daerah bagian selatan seperti daerah Sempur, Kedunghalang, Perumahan Riau dan Kompleks Kehutanan di Bondongan, serta sebelah barat yaitu daerah Pasir Kuda dan Ciomas.

Perkembangan ini membentuk Kota Bogor memiliki pola penggunaan (Gambar 19) :

a. Di tengah kota terdapat KRB dan Istana Bogor yang keduanya merupakan lanskap tertua dan landmark Kota Bogor pada masa tersebut.

b. Pada tepi jalan yang mengelilingi KRB terdapat bangunan-bangunan pemerintahan umum.

c. Kawasan perdagangan terdapat di tiga lokasi yaitu, di bagian selatan sepanjang jalan ke luar kota (Jl. Suryakencana), di bagian barat (sekarang Jembatan Merah), dan di bagian barat laut (sekarang Jl. Merdeka).


(47)

d. Kawasan pemukiman terdapat hampir di seluruh wilayah Kota Bogor, namun di sebelah barat terdiri atas bangunan yang lebih tua.

e. Terdapat pula bangunan-bangunan seperti Pabrik Pembuatan Ban Good Year, Institut Pertanian Bogor (IPB), Rumah Sakit PMI, Rumah Sakit Jiwa dan Masjid Empang.

Berdasarkan karakteristik fisiknya, bentuk Kota Bogor pada periode pertama menjadi semi kosentrik dengan titik pusat di sekitar Kebun Raya Bogor.

Gambar 19 Kota Bogor Pada Periode I Masa Kemerdekaan (1945-1965)

Sumber: Diolah dari Bappeda dan Sarilestari (2009)

2. Periode kedua (1965-1995)

Periode kedua Masa Kemerdekaan dimulai sejak pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor (1965) sampai menjelang perluasan wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor (1995) (Sarilestari, 2009).

 Kondisi Fisik Periode Kedua Masa Kemerdekaan:

Pembentukan Kotamadya daerah Tingkat II dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 serta Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Luas Kotamadya Bogor adalah 2.156 Ha dengan 5 Kecamatan kota. Kecamatan tersebut yaitu, Kecamatan Bogor Utara (Lingkungan Bantarjati, Babakan, Tanah Sareal); Kecamatan Bogor Selatan (Batutulis, Bondongan, dan Empang); Kecamatan Bogor Timur (Lingkungan Sukasari, Babakan Pasar, dan Baranang Siang); Kecamatan Bogor Barat (Lingkungan Ciwaringin, Panaragan, Menteng, dan Kebon Kelapa; dan Kecamatan Bogor Tengah ( Lingkungan Pabaton, Paledang dan Gudang).


(48)

Adapun terdapat 16 lingkungan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Sungai Cipakancilan dan Gang Masjid; b. Sebelah Timur : Sungai Ciater;

c. Sebelah Selatan : Sungai Cipaku dan Cisadane; d. Sebelah Barat : Sungai Cisadane.

Komponen pembentuk Kota Bogor pada periode ini meliputi perumahan, fasilitas perkantoran, perdagangan dan jasa, industri dan jaringan jalan. (Gambar 20). Berdasarkan karakter fisiknya, Kota Bogor pada periode ini menunjukkan pola kosentrik dengan titik pusat di sekitar lokasi Balaikota Bogor.

Gambar 20 Kota Bogor Pada Periode II Masa Kemerdekaan (1965-1995)

Sumber: Diolah dari Bappeda dan Sarilestari (2009)

3. Periode ketiga (1995-sekarang)

Pada periode ini, sejak tahun 1995 Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor mengalami perluasan wilayah dari 2.159 Ha menjadi 11.850 Ha. Namanya pun diubah menjadi Kota Bogor berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kota Bogor bertambah menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan (Gambar 21).


(49)

Gambar 21 Kota Bogor Pada Periode III Masa Kemerdekaan (1995-sekarang) Sumber: Bappeda (2015)


(50)

Adapun batas administrasinya sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor;

b. Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor;

c. Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor;

d. Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

Pola penggunaan lahan Kota Bogor didominasi oleh pemukiman sekitar 70,01% dari luas keseluruhan kota. Pemukiman tersebut berkembang secara linear mengikuti jaringan jalan yang ada sehingga berpotensi meningkatkan laju perkembangan wilayah Kota Bogor. Saat ini, struktur Kota Bogor berbentuk kosentrik dengan titik pusat di sekitar lokasi Balaikota.

Dilihat dari periode pembentukanya, Kota Bogor mengalami perkembangan struktur, elemen dan fungsinya sejak Masa Pajajaran hingga saat ini (Tabel 9). Perkembangan Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 22.

Perkembangan pembangunan di Kota Bogor semakin pesat terutama di daerah sekitar Kebun Raya Bogor. Oleh karena itu, penetapan kawasan penyangga seperti yang diusulkan oleh Wibisono (2012) dibutuhkan guna melindungi kawasan tersebut. Selain itu, saat ini pemerintah telah menetapkan RTBL untuk daerah sekitar Kebun Raya Bogor (Gambar 23).

Dari Gambar 23 dapat dilihat kawasan RTBL mencakup hampir sebagian besar kawasan penyangga yang diusulkan oleh Wibisono (2012). Wibisono (2012) menetapkan konsep pelestarian pada kawasan penyangga Kebun Raya Bogor yang juga mencakup kawasan RTBL. Konsep pelestarian ini disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi area-area tersebut berdasarkan RTRK yang telah dibuat oleh pemerintah. Pelestarian yang diterapkan pada area sekitar Kebun Raya Bogor adalah preservasi, konservasi dan revitalisasi. Bentuk pelestarian preservasi diperuntukan bagi elemen yang sejak tempo dulu fungsi dan bentuk elemennya tidak berubah, sehingga kondisi aslinya masih bisa tetap terjaga dan dipertahankan nilai sejarahmya. Bentuk pelestarian konservasi diperuntukan pada area yang memiliki karakteristik khas. Dan bentuk revitalisasi diperuntukan bagi area dengan fungsi dapat berubah sesuai penggunaanya saat ini.

Pada kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, letak elemen lanskap yang terbentuk pada masa perkembangannya tidak mengalami perubahan tata letak hingga saat ini. Elemen-elemen tersebuut berupa Istana Bogor, Kebun Raya Bogor, bangunan pemerintahan, bangunan perkantoran, bangunan sekolah, bangunan peribadatan, bangunan komersil, bangunan rumah sakit dan bangunan militer.


(1)

c. Anggota masyarakat (pendatang) f. Lainnya ... 3. Menurut anda seperti apa karakteristik kawasan ini?

a. Pemukiman Kolonial Eropa d. Pemukiman Arab

b. Pemukiman Sunda e. Lainnya ... c. Pemukiman Tionghoa

4. Apakah anda masih dapat merasakan nuansa pemukiman tersebut (berdasarkan jawaban pertanyaan 3) ?

a. Ya b. Tidak

5. Menurut anda apakah landmark / penciri dari kawasan ini (berdasarkan jawaban pertanyaan 3) ?

a. Arsitektur bangunan khas d. Pertokoan b. Pola Sirkulasi e. Perkantoran

c. Taman f. Lainnya ... 6. Menurut anda apakah bangunan kuno di kawasan ini (pilih salah satu jawaban

dari setiap poin)? a. Indah / tidak indah b. Unik / tidak unik

c. Masih cukup banyak / sedikit d. Fungsional / tidak fungsional

e. Membanggakan / tidak membanggakan f. Bernilai budaya tinggi / tidak bernilai budaya g. Bernilai sejarah tinggi / tidak bernilai sejarah

7. Apakah kawasan sekitar Kebun Raya Bogor beserta bangunan kuno yang berada di dalamnya perlu dilestarikan?

a. Ya b. Tidak

8. Kontribusi apa yang dapat anda berikan dalam kegiatan pelestarian tersebut? a. Mendukung secara pasif

b. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran c. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang tenaga d. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang finansial e. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran,

tenaga, dan finansial

9. Siapa yang seharusnya berperan dalam melakukan tindakan pelestarian kawasan?


(2)

a. Pemerintah daerah c. Swasta e. Semua pihak b. Masyarakat d. Pengelola

10. Bagaimana pendapat anda tentang Bogor sebagai Kota Pusaka? a. Setuju b. Tidak setuju

Apa saran anda terhadap terhadap program Kota Pusaka di Kota Bogor? a. Umum

………

..

………

..

b. Kawasan sekitar Kebun Raya Bogor

………

..

………

..


(3)

(4)

Lampiran 3 Kuisinoner Penilaian Kondisi Elemen dan Nilai Signifikansi Sejarah Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor

LEMBAR KUISIONER PENILAIAN

Dengan Hormat, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam membantu pengumpulan data penelitian yang sedang saya lakukan dengan mengisi lembar kuisioner penilaian dibawah ini dengan baik dan benar. Penelitian ini berjudul Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Khusus Sekitar Kebun Raya Bogor. Atas kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/Saudari saya ucapkan terimakasih.

Fadhilah Chandra Pragia/A44110032 Departemen Arsitektur Lanskap

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

A. Analisis kondisi elemen lanskap kawasan sekitar Kebun Raya Bogor

Sub Zona Kriteria Skor

1 2 3

A1 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

A2 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

A3 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

A4 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

B1 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

B2 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

B3 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

B4 Kondisi Elemen/Bangunan

Kondisi Lanskap

B. Analisis nilai signifikansi sejarah kawasan sekitar Kebun Raya Bogor Penilaian Keaslian

Sub Zona Kriteria Skor

1 2 3

A1

Pola penggunaan lanskap Bangunan

Sirkulasi A2

Pola penggunaan lanskap Bangunan

Sirkulasi A3

Pola penggunaan lanskap Bangunan

Sirkulasi A4

Pola penggunaan lanskap Bangunan


(5)

Penilaian keaslian (lanjutan)

Sub Zona Kriteria Skor

1 2 3

B1

Pola penggunaan lanskap Bangunan

Sirkulasi B2

Pola penggunaan lanskap Bangunan

Sirkulasi B3

Pola penggunaan lanskap Bangunan

Sirkulasi B4

Pola penggunaan lanskap Bangunan

Sirkulasi Penilaian Keunikan

Sub Zona Kriteria Skor

1 2 3

A1

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik

Integritas

A2

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik

Integritas

A3

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik

Integritas

A4

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik

Integritas

B1

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik

Integritas

B2

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik

Integritas

B3

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik

Integritas

B4

Asosiasi kesejarahan Keragaman yang berbeda Kualitas estetik


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14 April 1993 dari (Alm) Bapak dr. Zuly Abdul Rachman dan Ibu Iim Heryati. Penulis merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan di TK Bungong Jeumpa, Aceh (1998). Kemudian penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 1 Bogor (1999-2005). Lalu penulis menamatkan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Bogor (2005-2008) dan sekolah menengah atas di SMAN 5 Bogor (2008-2011). Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan tinggi ke Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan (SNMPTN-Undangan).

Selama penulis menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan intra dan ekstra kampus, yaitu: anggota UKM MAX, dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya Departemen Arsitektur Lanskap. Penulis juga merupakan penerima beasiswa BBM atau Bantuan Belajar Mahasiswa.