Adat dan Budaya .1 Adat Sehari-hari

5.5 Adat dan Budaya 5.5.1 Adat Sehari-hari Masyarakat Pecinan Suryakencana adalah keluarga etnis Tionghoa yang masih menjalankan sistem kekeluargaan yang berdasarkan pada sistem kekeluargaan patriarkal. Dalam pemujaan leluhur dengan memelihara abu dalam rumah, ayah menjadi pemuka upacara. Kewajiban ini kemudian turun kepada anak laki-lakinya yang sulung dan begitu seterusnya. Anak perempuan tidak disebutkan dalam pemujaan leluhur, oleh karena anak perempuan sesudah menikah mengikuti suaminya dan dengan begitu yang turut diurusnya ialah pemujaan leluhur pihak suaminya. Hal ini erat hubungannya dengan tradisi Tionghoa, yaitu hanya anak laki-laki tertualah yang merupakan ahli waris dan yang akan meneruskan pemujaan terhadap leluhurnya.

5.5.1.1 Pernikahan

Pada masyarakat Tionghoa, pernikahan itu menutup suatu masa tertentu di dalam kehidupan sesorang, yaitu masa hidup membujang dan masa hidup tanpa beban keluarga. Upacara pernikahan harus mahal, rumit dan agung untuk membuat pernikahan itu menjadi suatu kejadian yang penting dalam kehidupan seseorang. Di Indonesia, upacara pernikahan golongan Tionghoa tergantung pada agama atau religi yang dianutnya. Karena itu upacara pernikahan golongan Tionghoa berbeda antara satu dengan yang lainnya. Upacara pernikahan golongan Totok berbeda dengan upacara pernikahan golongan Peranakan. Pada golongan peranakan, pernikahan antara orang-orang yang mempunyai nama keluarga atau nama she yang sama tidak dibolehkan, tapi saat kini pernikahan antara orang-orang yang mempunyai nama she yang sama tapi bukan kerabat dekat sudah dibolehkan. Peraturan lain ialah seorang adik perempuan tidak boleh mendahului kakak perempuannya menikah. Peraturan ini berlaku juga bagi saudara-saudara sekandung laki-laki, tetapi adik perempuan boleh mendahului kakak laki-lakinya menikah, demikian juga adik laki-laki boleh mendahului kakak perempuannya. Proses pernikahan akan dimulai setelah proses lamaran kepada calon mempelai wanita dengan melakukan Shang Jit Seserahan. Keluarga mempelai pria mengantarkan mas kawin berupa perhiasan, alat-alat rumah tangga dan pakaian yang dilanjutkan dengan pemberian ‘uang susu’ dan ‘uang pesta’. ‘Uang susu’ adalah uang yang diberikan keluarga mempelai pria kepada mertua perempuannya sebagai tanda jasa karena merawat dan membesarkan putrinya. ‘Uang pesta’ adalah uang yang diberikan sebagai tambahan biaya untuk mengadakan pesta tapi jika keluarga mempelai pria juga akan mengadakan pesta, biasanya uang akan dibagi dua. Proses ini akan dilanjutkan dengan Teh Pay atau upacara minum teh. Upacara ini dapat dilakukan sebelum proses pernikahan atau pada saat pernikahan. Masing-masing mempelai akan mempersembahkan teh kepada orang tua dan kerabat yang dituakan. Setelah mempersembahkan teh, para orang tua akan memberikan perhiasan yang harus langsung dipakai mempelai atau memberikan ampao. Tempat tinggal setelah menikah bagi masyarakat Tionghoa adalah di rumah orang tua si suami. Tapi situasi sekarang telah menuju perubahan mendasar pada sistem keluarga, pada golongan masyarakat Tionghoa Peranakan telah mengadopsi sistem keluarga Bilateral Sunda, pengantin muda pindah bersama orangtua dari pihak istri, berlawanan dengan sistem tradisional dimana istri menjadi bagian keseluruhan dari keluarga suami. Pernikahan boleh diselenggarakan dan kamar pengantin disiapkan di rumah orang tua, baik mempelai wanita maupun mempelai laki-laki. Meja pemujaan dan abu leluhur diwariskan kepada anak perempuan dan suaminya dalam pola tempat tinggal matrilokal. Berdasarkan pengamatan di lapang, tradisi pernikahan masyarakat Tionghoa masih dilaksanakan walaupun hanya beberapa keluarga saja yang menjalankannya. Banyak generasi muda yang sudah tidak mau menjalankan tradisi karena dirasa kurang praktis. Umumnya mereka hanya melakukan akad nikahpemberkatan secara agama lalu dilanjutkan dengan resepsi di gedung sewaan, bukan di rumah keluarga. Keluarga yang masih menjalankan tradisi biasanya memasang kain merah di atas pintu.

5.5.1.2 Kematian

Bagi masyarakat Tionghoa, kematian itu menutup kehidupan sesorang, tetapi mereka percaya bahwa seseorang yang telah meninggal masih hidup di alam lain. Oleh karena itu, mereka masih sering mengadakan sembahyang dan persembahan kepada yang telah meninggal. Di Indonesia, upacara kematian golongan Tionghoa tergantung pada agama atau religi yang dianutnya. Karena itu upacara kematian berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pengamatan, upacara kematian terdiri atas empat tahap yaitu saat belum masuk peti, saat masuk peti dan penutupan peti, saat pemakamankremasi dan setelah pemakamankremasi. Dulu di Bogor tidak ada rumah duka sehingga masyarakat Pecinan Suryakencana biasanya menyemayamkan jenazah di rumah sebelum dimakamkandikemasi. Setelah ada Pulasara dan Sinar Kasih, keluarga lebih memilih menyemayamkan jenazah di rumah duka. 5.5.2 Aktivitas Budaya 5.5.2.1 Tahun Baru Imlek Tahun Baru Imlek Sincia merupakan hari raya terbesar dari serangkaian hari raya yang dikenal masyarakat Tionghoa. Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal satu bulan pertama Cia Gwe Ce It menurut perhitungan kalender lunar. Karena berdasarkan sistem kalender lunar, maka jatuhnya yang tepat pada sistem kalender Masehi yang dipakai secara internasional akan selalu berubah. Namun Tahun Baru Imlek dapat dipastikan selalu jatuh pada awal musim semi dan berkisar antara 21 Januari dan 20 Februari. Dahulu Tahun baru Imlek dirayakan setidaknya selama 2 minggu penuh, sejak tanggal 1 bulan pertama Imlek Goan Tan hingga tanggal 15 bulan pertama Goan Siau.

5.5.2.1.1 Aktivitas

Meski secara resmi Tahun Baru Imlek baru jatuh pada tanggal satu bulan pertama, namun persiapannya sudah berlangsung lebih dari seminggu sebelumnya, yakni saat upacara bersih-bersih Dewa-Dewi di kelenteng Kim Sin, yang kemudian dilanjutkan dengan upacara mengantar Dewa-Dewi Sin Beng naik ke langit Sang An atau Sang Sin pada tanggal 24 bulan 12 Imlek Cap Jie Gwee Jie Sha . Upacara Sang Ang ini dikenal juga sebagai Jie Sha Sang An, artinya Tanggal 24 Mengantar Dewa. Tahun Baru Imlek merupakan family affair dan tidak dirayakan di luar keluarga. Pada hari raya ini, seluruh anggota keluarga berkumpul di rumah anggota keluarga yang paling tua umumnya kakek atau nenek, mereka melakukan sembahyang bersama di altar leluhur Meja Abu. Diatas meja abu itu harus disediakan kue keranjang atu yang dikenal dengan dodol Cina. Perayaan keluarga dimulai menjelang petang tanggal satu. Kepala keluarga mengadakan upacara sembahyang minum teh bagi para leluhur sekaligus memberi undangan pada mereka untuk datang di rumah tersebut besok pagi Nio, 1961, serta menyapu bersih dan membersihkan segala perabotan dengan maksud agar kesialan segera pergi dari rumah tersebut. Sejak petang hari itu seluruh anggota keluarga berkumpul dan melewatkan malam tahun baru bersama-sama dengan makan minum dan bermain kartu. Tepat tengah malam, petasan dibunyikan untuk menyambut datangnya tahun baru. Pada harian Tahun Baru Imlek, pada pagi hari pintu dan jendela rumah dibuka untuk menyambut datangnya dewa keberuntungan, dan selama dua hari mendatang rumah tersebut tidak boleh disapu agar keberuntungan tidak pergi. Selanjutnya adalah kegiatan menerima dan melakukan kunjungan ke sanak keluarga dan handai taulan. Generasi yang lebih muda wajib melakukan kunjungan ke rumah keluarga yang mempunyai Meja Abu untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru Pay Cia, kegiatan ini disebut Mencari Abu. Pada hari raya ini, kepala keluarga memberikan hadiah untuk anak-anak dan remaja yang belum menikah berupa angpau, begitu pula kepada fakir miskin atau pengamen yang datang. Pada tanggal 3 Ce Sa masyarakat melakukan upacara penyambutan para Dewa-Dewi yang turun dari langit Ci Sin. Keesokan harinya, tanggal 4 Ce Si barulah masyarakat pergi bersembahyang kelenteng dan tanggal lima Ce Go berziarah ke makam leluhur Maybong. Seminggu setelah Tahun Baru Imlek, yakni tanggal 8 Ce Peh malam tanggal 9 Ce Kao, tepat saat pergantian hari, diadakan sembahyang Tien Ti Kong atau Sembahyang Tuhan untuk mengucap syukur atas segala berkah yang dilimpahkanNya selama setahun.

5.5.2.1.2 Keberlanjutan Budaya

Tahun baru Imlek masih rutin dijalankan oleh masyarakat Tionghoa, walaupun tidak terlalu semeriah dulu. Acara kunjungan ke keluarga yang paling tua masih rutin dijalankan. Tahun ini, kelenteng Hok Tek Bio mengadakan acara- acara yang berhubungan dengan perayaan Tahun Baru Imlek, seperti pembersihanpemandian rupang patung Dewa-Dewi, 4 hari sebelum tahun baru, penyalaan lilin imlek yang berlangsung selama 2 minggu, Hou Ciang Kun naik joli, arak-arakan Dewa Pan Koh, ritual potong lidah dan akhirnya perayaan Tahun Baru Imlek ditutup dengan pesta rakyat Cap Go Meh. Tidak hanya ritual saja, tapi beberapa lomba, pameran dan seminar juga diadakan dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek kali ini. Hal ini menunjukkan bahwa euforia Tahun Baru Imlek tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Tionghoa saja, tapi oleh seluruh masyarakat Bogor.

5.5.2.2 Cap Go Meh

Cap Go Meh jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Cia Gwe Cap Go atau 2 minggu setelah Tahun Baru. Nama resminya adalah Goan Siau atau Malam Purnama Pertama. Cap Go Meh merupakan puncak dari segala kemeriahan dan penutupan dari seluruh rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek. Sesuai dengan namanya, Cap Go Meh selalu dilaksanakan pada malam hari.

5.5.2.2.1 Aktivitas

Ritual penting yang menjadi inti perayaan Cap Go Meh adalah upacara mengusung Dewa-Dewi utama pelindung masyarakat, yang dikenal sebagai Gotong Toa Peh Kong Ngia Hio. Pada ritual ini, para Dewa-Dewi diusung keluar kelenteng untuk menginspeksi masyarakatnya, guna memberi berkah serta menyingkirkan segala marabahaya yang mungkin mengancam kesejahteraan masyarakat akibat ulah segala jenis hantu jejadian. Keberadaan Langliong Tari Naga dan Langsai Barongsai atau Tari Singa juga mempunyai makna spiritual mendatangkan keberuntungan dan menyingkirkan kenaasan. Berbeda dengan Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh merupakan public affair dan perayaannya tak hanya terbatas di lingkungan keluarga. Sejak beberapa hari sebelum Cap Go Meh, Rombongan Langsai yang umumnya adalah anak-anak sudah mengamen dari pintu ke pintu mengharapkan angpau, rombongan pemusik Tanjidor dari Bekasi dan Cikarang Gambar 40 juga turut meramaikan hari-hari seputar Cap Go Meh. Pada saat Cap Go Meh berlangsung, segala jenis budaya Cina termasuk Langliong, Langsai, Cengge , dan lain-lain akan melakukan arak-arakan. Cengge adalah semacam panggung dengan gadis kecil atau anak laki-laki yang didandani seperti gadis kecil diatasnya, didandani menurut kisah-kisah klasik Tiongkok dan diusung dalam pearakan. Arak-arakan membawa keluar 3 Dewa-Dewi Dewa Kwan Kong, Dewi Kwan Im dan Dewa Hok Tek Tjeng Sin dari kelenteng Hok Tek Bio yang diarak dengan joli tandu berwarna merah penuh dengan taburan bunga. Tidak hanya Dewa-Dewi masyarakat Cina saja yang diarak, tapi juga Hou Ciang Kun Eyang Mbah Suryakencana yang berwujud macan juga ikut diarak mengawal para Dewa-Dewi Gambar 41. Hou Ciang Kun adalah salah satu pengawal raja di Pajajaran dan dianggap sebagai pahlawan masyarakat Sunda. Gambar 40. Rombongan pemusik Tanjidor Gambar 41. Hou Ciang Kun

5.5.2.2.2 Keberlanjutan Budaya

Arak-arakan Cap Go Meh di Kota Bogor sudah dikenal sejak 100-an tahun lalu, hanya saja rutenya berbeda. Dulu arak-arakan dimulai dari Hok Tek Bio – Jalan Suryakencana – Jalan Roda – Jalan Pasar – Jalan Lawang Seketeng – Jalan Ir. H. Juanda – Hok Tek Bio. Sekarang arak-arakan berlangsung dari Hok Tek Bio – Jalan Suryakencana – Jalan Siliwangi – Simpang Tiga Batutulis – Jalan Siliwangi – Jalan Suryakencana – Hok Tek Bio Gambar 42. Di setiap vihara yang dilewati arak-arakan, semua Dewa-Dewi yang diarak dan rombongannya akan masuk sebentar untuk memberi hormat. Gambar 42. Rute Arak-arakan Cap Go Meh Cap Go Meh di Bogor mulai diadakan lagi sejak tahun 2003 dan masih berlangsung sampai saat ini. Tahun 2008, sekitar 1.500 peserta, 50 Barongsai, 22 Liong dan kesenian Sunda turut memeriahkan Cap Go Meh atau Bogor Street Fest Gambar 43. Walikota Bogor Dhiani Budiarto dan Ketua DPRD Kota Bogor TB Tatang Muchtar turut melepas rombongan arak-arakan. Yang unik pada perayaan Cap Go Meh kali ini adalah hujan besar yang turun pada pukul 22.00 WIB, biasanya hujan hanya berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB dan pada saat arak- arakan dimulai, hujan berhenti dan cuacanya menjadi cerah. Menurut beberapa pengamat, hujan besar ini disebabkan karena banyaknya Dewa-Dewi yang turut hadir saat perayaan dan memberikan berkah dan rezeki kepada seluruh masyarakat Bogor. Perayaan Cap Go Meh bukan hanya untuk masyarakat Cina saja, tapi untuk seluruh masyarakat Bogor yang memiliki keanekaragaman etnis yang ditunjukkan dengan adanya kesenian Sunda yang ditampilkan Gambar 44. Hal ini dapat menumbuhkan kerukunan dan kedamaian antar etnis dan agama, maka Vihara Dhanagun Keleteng Hok Tek Bio Vihara Dhammakaya Vihara Buddhasena U No Scale diharapkan Cap Go Meh yang sudah menjadi pesta seluruh rakyat Bogor dimasa mendatang menjadi suatu icon Kota Bogor yang dapat dibanggakan. Gambar 43. Kemeriahan Cap Go Meh Gambar 44. Kesenian Sunda pada arak-arakan Cap Go Meh

5.5.2.3 Cheng Beng

Cheng Beng atau Hari Penghormatan Leluhur dilakukan pada bulan 3 Imlek, dan biasanya jatuh pada tanggal 4 atau 5 April menurut Kalender Masehi. Kata Cheng Beng berasal dari dua suku kata, Cheng berarti cerah dan Beng artinya terang sehingga bila digabungkan maka Cheng Beng berarti Terang Cerah . Sejarah Cheng Beng dimulai sejak dulu kala dan sulit dilacak kapan dimulainya. Pada Dinasti Zhou, awalnya tradisi ini merupakan suatu upacara yang berhubungan dengan musim dan pertanian serta pertanda berakhirnya hawa dingin bukan cuaca dan dimulainya hawa panas. Cheng Beng lebih tepat dikatakan terjadi pada tengah musim semi. Pertengahan musim semi Chunfen jatuh pada tanggal 21 Maret, sedangkan awal musim panas Lixia jatuh pada tanggal 6 Mei. Sejak dahulu, Cheng Beng adalah hari untuk menghormati leluhur yang telah meninggal, dengan cara membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang, dan lain-lain.

5.5.2.3.1 Aktivitas

Aktivitas yang dilakukan pada Cheng Beng antara lain membersihkan kuburan dan sembahyang. Anggota keluarga akan beramai-ramai datang ke pemakaman leluhurnya untuk melakukan upacara penghormatan, upacara penghormatan ini dilakukan dengan berbagai cara seperti mempersembahkan makanan dan minuman yang ditata sedemikian rupa kepada anggota keluarga yang telah meninggal. Setelah beberapa lama, anggota keluarga akan menanyakan kedatangan leluhur dengan media yang biasanya berupa 2 jenis uang logam. Kedua uang logam tersebut dilempar dan bila saat jatuh tampak kedua uang logam berbeda Sio Pai maka dianggap anggota keluarga yang telah meninggal sudah datang. Hal ini akan dilakukan lagi untuk menanyakan apakah mereka sudah menikmati makanan dan minuman yang dipersembahkan kepada mereka, jika sudah Sio Pai barulah makanan dan minuman tersebut dapat dibereskan. Upacara ini akan dilanjutkan dengan membakar kertas Gin Cua atau kertas perak kepada anggota keluarga yang telah meninggal dengan maksud agar mereka tidak kekurangan uang di alam setelah kematian.

5.5.2.3.2 Keberlanjutan Budaya

Cheng Beng masih rutin dijalankan oleh masyarakat Pecinan Suryakencana. Aktivitas membersihkan kuburan sudah jarang dilakukan, karena banyak juga orang Tionghoa yang dikremasi. Upacara penghormatan kadang masih dilakukan di pemakaman atau krematorium tapi banyak juga yang melakukan upacara tersebut di rumah bersama seluruh anggota keluarga. Biasanya upacara penghormatan dilakukan di rumah anggota keluarga yang paling dituakan atau di rumah anak lelaki. 5.5.2.4 Peh Cun Festival Peh Cun adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan mendayung perahu. Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek atau 8 Juni 2008 dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou. Dari catatan sejarah dan cerita turun temurun dalam masyarakat Tiongkok, asal usul festival berdasarkan atas kisah Qu Yuan. Qu Yuan 339 SM - 277 SM adalah seorang menteri negara Chu di Zaman Negara-negara Berperang. Ia adalah seorang pejabat yang berbakat dan setia pada negaranya, banyak memberikan ide untuk memajukan negara Chu, bersatu dengan negara Qi untuk memerangi negara Qin. Namun sayang, ia dikritik oleh keluarga raja yang tidak senang padanya yang berakhir pada pengusirannya dari ibukota negara Chu. Ia yang sedih karena kecemasannya akan masa depan negara Chu kemudian bunuh diri dengan melompat ke sungai Miluo. Rakyat yang merasa sedih kemudian mencari jenazah sang menteri di sungai tersebut. Mereka lalu melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri. Kemudian untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang kita kenal sebagai bakcang sekarang Gambar 45. Para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan berperahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya.

5.5.2.4.1 Aktivitas

Aktivitas yang biasa dilakukan saat Festival Peh Cun berbeda-beda antara masyarakat, tapi umumnya yang menjadi aktivitas khas Festival Peh Cun ini adalah dengan adanya lomba Perahu Naga di daerah Katulampa Bogor Tradisi khas lainnya adalah dengan makan Bakcang yang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Peh Cun. Isi bakcang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging saja. Kebiasaan unik pada saat Peh Cun adalah mendirikan telur di halaman karena dipercaya bila telur bisa berdiri tegak maka akan mendapatkan berkah.

5.5.2.4.2 Keberlanjutan Budaya

Festival Peh Cun masih sering dilaksanakan oleh masyarakat Bogor walaupun tidak semeriah dulu. Tradisi adu Perahu Naga di Katulampa sudah tidak lagi dilaksanakan, walapun di daerah seperti Tangerang masih rutin dilakukan. Biasanya Peh Cun saat ini hanya dirayakan dengan sederhana saja, cukup dengan sembahyang dan makan bakcang bersama keluarga. Gambar 45. Bakcang

5.5.2.5 Bulan Purnama

Setiap tanggal 15 bulan kedelapan penanggalan Cina, bulan akan bulat penuh dan bersinar terang bulan purnama. Masyarakat cina biasa merayakan upacara Bulan Purnama yang disebut Zhong Qiu Jie. Persembahan yang digunakan saat upacara itu adalah kue bulan atau Tiong Ciu Pi Kue Chung Chiu Gambar 46. Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat yang melambangkan kebulatan dan keutuhan.

5.5.2.5.1 Aktivitas

Pada saat Bulan Purnama, banyak masyarakat yang datang ke kelenteng untuk sembahyang yang dilanjutkan dengan menyantap kue bulan. Mereka menyantap dan membagikan kue ini sebagai tanda syukur terhadap rezeki yang mereka terima sepanjang tahun ini.

5.5.2.5.2 Keberlanjutan Budaya

Bulan Purnama sudah jarang dilaksanakan lagi oleh masyarakat Pecinan Suryakencana. Hanya sebagian kecil masyarakat saja yang merayakannya dengan sembahyang di kelenteng atau vihara, tetapi tradisi memakan kue bulan masih sering dilakukan. Biasanya sebelum Bulan Purnama, pembuat Kue Bulan akan kebanjiran pesanan dari masyarakat. Gambar 46. Kue Bulan Tiong Ciu Pia

5.5.2.6 Ciamsi

Ciamsi adalah tradisi peramalan yang berakar pada Taoisme. Zhang Tao Ling atau Zhang Daoling, pengembang ajaran Tao yang hidup pada abad ke-2 Masehi, menciptakan metode ciamsi dengan tujuan membantu orang-orang yang berdoa di kelenteng untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapi. Jawaban diberikan dalam bentuk kata-kata atau syair yang ditulis di lembar- lembar kertas yang isinya berupa penjelasan atau petunjuk tertentu yang dianggap sebagai jawaban dewa atau dewi atas doa yang dipanjatkan.

5.5.2.6.1 Aktivitas

Ciamsi dilakukan setelah berdoa di semua Dewa-Dewi di kelenteng. Penanya melakukan pengocokan nomor ramalan yang tertera di bilah-bilah kecil bambu di satu tabung bambu. Setelah hasilnya keluar, penanya akan bertanya lagi apakah pertanyaan dan doanya dikabulkan dengan menggunakan dua belah kayu sepeti kacang merah yang berbeda, jika hasilnya Sio Pai maka doa dan pertanyaannya dikabulkan, tapi jika belum Sio Pai maka penanya akan melakukan pengocokan lagi. Pengocokan hanya dapat dilakukan 3 kali dan apabila sudah 3 kali tapi hasilnya belum Sio Pai berarti doa dan pertanyaan penanya tidak dikabulkan. Nomor ramalan yang didapat dari Ciamsi akan ditukarkan dengan kertas yang berisi jawaban dalam bentuk kata atau syair. Ciamsi juga dapat dilakukan untuk mendapat resep obat, ”ciamsi obat” dilakukan dengan menyebut penyakit yang diderita dan menggunakan tabung bambu yang berbeda dengan ciamsi biasa. Nomor ramalan yang didapat akan ditukarkan dengan kertas resep oleh petugas kelenteng. Kertas resep ini berisi bahan-bahan obat dalam bahasa Mandarin yang hanya dapat dibeli di toko obat Cina.

5.5.2.6.2 Keberlanjutan Budaya

Ciamsi masih banyak dilakukan oleh masyarakat Pecinan Suryakencana di kelenteng Hok Tek Bio. Tapi untuk ”ciamsi obat” sudah jarang dilakukan lagi karena generasi muda banyak yang tidak percaya dan lebih memilih untuk pergi ke dokter. Keberadaan ”Sinse” tabib Cina juga menghilang seiring dengan perkembangan jaman. Toko-toko yang menjual bahan-bahan obat Cina pun sudah banyak menghilang digantikan oleh toko-toko baru, walaupun masih ada beberapa toko yang menjual obat Cina.

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERLANJUTAN LANSKAP SEJARAH