11
mendukung kelangsungan hidup harimau karena terdapat kepadatan populasi mangsa yang cukup tinggi seperti babi hutan, rusa, kijang, dan kancil. Harimau jarang
menjelajah sampai ke hutan mangrove, satwa ini lebih memilih daerah yang tidak selalu tergenang dan terdapat areal yang kering.
6. Satwa Mangsa
Harimau sumatera merupakan satwa karnivora pemakan daging yang tidak dapat menggantikan pakannya dengan tumbuhan karena struktur anatomi alat
pencernaannya khusus sebagai pemakan daging. Oleh karena keberadaan satwa mangsa sangat penting sebagai pakan utama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keluarga kucing besar seperti harimau merupakan satwa karnivora spesialis yang cenderung untuk menangkap beberapa jenis mangsa dengan rata-rata kurang lebih
empat jenis Kitcherner, 1991 ; Jackson, 1990. Jenis-jenis felidae termasuk harimau merupakan satwa opportunis, namun
dalam pemilihan makan, harimau cenderung melakukan pemilihan. Satwa mangsa utama harimau adalah satwa-satwa ungulata dan dari suku bovidae Karanth dan
Sunquist, 1995. Namun demikian dalam pemilihan makan biasanya satwaliar digolongkan menjadi dua kelompok yaitu makanan utama preferred foods dan
makanan cadangan atau potensial emergency foods Alikodra, 2002.
B. Pola Sebaran Spasial Satwaliar
Pola penyebaran satwaliar di alam bebas dapat berbentuk acak, kelompok, dan sistematis. Pola penyebaran tersebut merupakan bentuk strategi untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya Alikodra, 2002. Menurut Kartono 2000 pola penyebaran suatu jenis satwaliar disebabkan oleh adanya hubungan
kekerabatan, kesamaan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya pakan dan ruang, dan antipredator. Kondisi habitat yang meliputi kualitas dan kuantitas
sangat menentukan penyebaran populasi satwaliar. Ada dua tipe satwa dalam beraktivitas, yaitu soliter dan agregatif. Satwa
soliter adalah satwa yang sebagian besar siklus biologisnya hidup sendiri
12
sedangkan satwa agregatif adalah satwa yang sebagian besar siklus biologisnya hidup dalam kelompok. Harimau sumatera merupakan satwa yang hidup soliter,
tetapi pada saat tertentu hidup berkelompok seperti saat kawin dan mengasuh anak. Pola sebaran spasial adalah pola penyebaran satwaliar pada wilayah
jelajahnya. Menurut Tarumingkeng 1994 bahwa pola sebaran spasial dapat berbentuk acak, berkelompok, dan sistematik. Pola sebaran spasial acak adalah
satwaliar menyebar secara acak atau tidak tentu, baik dalam jumlah maupun wilayahnya. Pola sebaran spasial berkelompok adalah penyebaran satwaliar dalam
satu atau beberapa kelompok saja. Pola sebaran spasial sistematik adalah satwaliar menyebar secara merata dalam suatu wilayah tertentu. Pola sebaran spasial sangat
ditentukan oleh sumberdaya yang tersedia dan juga predator satwa tersebut. Tarumingkeng 1994 menjelaskan bahwa untuk pola sebaran spasial
mengelompok dapat disebabkan oleh sifat spesies yang gregarious bergerombol atau adanya keragaman heterogeneity habitat sehingga terjadi pengelompokkan
di tempat yang terdapat banyak sumberdaya seperti makanan dan sebagainya. Hutchinson 1953 dalam Tarumingkeng 1994 menyatakan bahwa
penyebab perbedaan pola sebaran spasial diakibatkan oleh berbagai faktor, yaitu : 1.
Faktor vektoral, yang timbul dari gaya-gaya eksternal seperti arah aliran air dan intensitas cahaya.
2. Faktor reproduktif, yang berkaitan dengan cara berkembang biak suatu organisme.
3. Faktor sosial, sebagai sifat yang dimiliki spesies tertentu atau perilaku bawaan
waktu lahir, misalnya perilaku teritori. Penyebab terjadinya karena sifat social pada spesies-spesies tertentu seperti pada beberapa jenis kera yang membentuk
kelompok pada suatu areal tertentu. 4.
Faktor koaktif, yang timbul sebagai akibat interaksi interen dan inter spesies, seperti persaingan ruang, pakan dan pasangan.
5. Faktor stokostik, yang sebenarnya merupakan variasi acak dari faktor-faktor
sebelumnya.
13
Pola sebaran spasial harimau sumatera sangat berkaitan dengan pola penggunaan ruang. Diduga pola sebaran spasial harimau berkaitan dengan sebaran
spasial satwa mangsa. Secara tidak langsung pola sebaran spasial harimau sumatera juga dipengaruhi oleh kondisi habitat yang digunakan. Harimau sumatera
menggunakan ruang habitat yang ada untuk melakukan aktivitas kesehariannya seperti makan, minum, berburu, bermain, istirahat, dan bereproduksi. Pola sebaran
spasial satwa dipengaruhi oleh faktor eksternal ekologis dan internal biologis dan perilaku dari satwa itu sendiri. Tarumingkeng 1994 menyatakan bahwa pola
sebaran spasial suatu ekologi dapat ditentukan dengan berbagai macam indeks penyebaran dispersion index, yaitu : indeks dispersi ID, indeks Agregatif IC, dan
indeks Greens GI.
C. Pola Penggunaan Ruang