Produktivitas Karet Kemajuan Pemuliaan Karet Indonesia

62

5.5. Kemajuan Pemuliaan Karet Indonesia

5.5.1. Produktivitas Karet

Produktivitas pertanaman karet di Indonesia mengalami perkembangan dari tiap siklus yang dijalaninya. Siklus pertama pada pertanaman pohon karet memiliki nilai tengah populasi sebesar 1 kghath dengan kisaran 0-4,2 kgphth. Seleksi klon pada populasi awal tersebut menghasilkan klon unggul generasi pertama G-1 seperti Tjir 1, GT 1, LCB 1320, dan PR 107 dengan potensi produksi 1400-2200 kghath. Hasil persilangan klon-klon G-1 terpilih digunakan sebagai bahan seleksi klon pada siklus ke dua, dimana nilai rata-rata populasi meningkat dari 1 kghath menjadi 1,8 kgphth, dengan nilai tertinggi mencapai 5,6 kgphth. Klon terbaik dari siklus seleksi tahap II adalah klon generasi ke dua G-2 yaitu PR 255, PR 261, dan RRIM 600 dengan potensi produksi 1800-2800 kghath Sugiyanto et al., 1998. Bahan seleksi pada siklus ke tiga umumnya berasal dari persilangan ganda antara klon generasi ke dua atau dari persilangan three-way cross antara klon G-1 dan G-2. Rata-rata populasi pada hasil persilangan ini hanya sedikit meningkat, yaitu menjadi 2,2 kgphth dibandingkan dengan 1,8 kghath pada G-2. Hal ini mengindikasi bahwa telah terjadi penyempitan keragaman genetik pada tiga kali persilangan. Klon terbaik yang diperoleh dari siklus ke tiga G-3 adalah BPM 24, PB 235, PB 260, dan RRIM 712 dengan potensi produksi 2000-3000 kghath. Penyempitan keragaman genetic yang terjadi mengakibatkan upaya penggunaan sumber genetic baru, yaitu dengan menggunakan klon-klon hasil seleksi Brazil, seperti seri IAN, seri F, dan seri FX serta plasma nutfah baru hasil ekspedisi IRRDB 1981 PN-IRRD B ’81. Program persilangan ini dimulai oleh 63 Puslit Karet di Sungei Putih, Sumatra Utara pada tahun 1985. Seleksi terhadap populasi HP 85-89 menghasilkan beberapa klon baru yang kemudian diberi nama seri IRR Indonesian Rubber Research. Hasil penyadapan awal pada jenis klon ini menunjukkan adanya peluang peningkatan produktivitas, namun masih diperlukan penelitian lanjutan.

5.5.2. Pertumbuhan Tanaman Belum Menghasilkan TBM