Analisis Revealed Comparatif Advantage

83 bahwa suatu produk dikatakan memiliki daya saing apabila produk tersebut mampu bertahan dalam suatu pasar meskipun dengan mengalami guncangan. Hal ini pula yang dihadapi dalam perdagangan karet alam di pasar internasional. Konsep globalisasi menuntut adanya persaingan. Persaingan yang dihadapi tidak hanya mengacu pada keunggulan komparatif produk, tetapi lebih kepada keunggulan kompetitifnya, dengan melihat trend daya saing yang dimiliki komoditas karet alam Indonesia terhadap lingkungan internasional.

8.1. Analisis Revealed Comparatif Advantage

Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif pada penelitian ini untuk masing-masing negara eksportir karet alam yaitu Revealed Comperative Advantage . Indeks RCA merupakan indikator yang menunjukkan perubahan keunggulan komparatif atau perubahan tingkat daya saing industri suatu negara di pasar global. Trend perubahan RCA untuk masing- masing negara eksportir utama karet alam disajikan pada Gambar 8 berikut ini. Sumber: International Trade Statistics diolah, 2010 Gambar 8. Perbandingan Nilai RCA Negara Eksportir Utama Karet Alam 5 10 15 20 25 30 35 40 45 2000 2002 2004 2006 2008 2010 RCA Tahun RCA Thailand RCA Indonesia RCA Malaysia 84 Berdasarkan pada hasil perhitungan nilai indeks RCA tersebut, dapat dilihat bahwa secara umum ketiga negara eksportir karet alam masing-masing memiliki nilai RCA di atas nol. Hal ini mengindikasi bahwa baik Thailand, Indonesia, maupun Malaysia masing-masing memiliki keunggulan komparatif terhadap karet alam dalam perdagangannya di pasar internasional. Hasil pengolahan data untuk RCA negara-negara eksportir karet alam dapat dilihat pada Lampiran 4 . Keunggulan komparatif yang dimiliki Thailand sebagai produsen terbesar cenderung tinggi. Indeks terbesar yang dimiliki Thailand terjadi pada tahun 2003 di mana nilai ini mencapai angka 39. Namun dalam perkembangannya, nilai RCA Thailand cenderung mengalami penurunan. Penurunan nilai RCA Thailand dari tahun ke tahun disebabkan menurunnya nilai ekspor karet alam karena ekspor dikurangi akibat meningkatnya konsumsi dalam negeri dan belum maksimalnya hasil perkebunan yang baru mulai direvitalisasi pada tahun 2000. Tahun 2003 total konsumsi dalam negeri Thailand mencapai 298.699 ton meningkat drastis menjadi 397.595 ton Soekarno, 2009. Penurunan nilai indeks Thailand terus terjadi sejak tahun 2004. Bahkan pada tahun 2006, indeks RCA negara ini sudah berada di bawah Indonesia. Hal ini dikarenakan kinerja ekspor karet alam Thailand pada tahun 2006 mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia, di mana pertumbuhannya hanya 47, sedangkan Indonesia mencapai 67 dari tahun sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan ekspor karet alam dunia mengalami peningkatan yang juga lebih besar 52 sehingga nilai ini kemudian berpengaruh 85 terhadap kinerja ekspor karet alam Thailand, terlebih terhadap daya saing komparatifnya. Indonesia memiliki nilai RCA yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menggambarkan bahwa kinerja ekspor karet alam Indonesia yang semakin membaik dalam perkembangannya. Penambahan luas areal tanam tiap tahun dengan perbaikan sistem tanam yang menggunakan klon-klon unggul membuat peningkatan produktivitas semakin membaik. Peningkatan ini seiring dengan target pemerintah Indonesia di mana Indonesia akan menjadi eksportir terbesar karet alam pada tahun 2010. Berbeda dengan Thailand dan Indonesia, Malaysia yang juga merupakan eksportir terbesar karet alam dunia memiliki nilai Indeks RCA yang lebih kecil. Meskipun demikian, Malaysia juga masih memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor karet alam. Nilai indeks RCA karet alam Malaysia cenderung stabil. Rendahnya nilai yang dimiliki Malaysia karena kuantitas ekspor yang juga relatif rendah. Salah satu penyebabnya adalah adanya alih fungsi lahan untuk tanaman perkebunan lain yang yang lebih prospektif dibandingkan dengan karet, utamanya kelapa sawit. Keterbatasan lahan yang dimiliki Malaysia menyebabkan tidak adanya penambahan luas areal tanam perkaretan negara ini selama beberapa tahun terakhir Association of Natural Rubber Countries, 2010. Selain itu, hasil produksi karet alam domestik Malaysia lebih banyak digunakan untuk kegiatan industri dalam negeri dibandingkan untuk ekspor, karena nilai ekspor untuk barang dari karet lebih tinggi dibanding nilai ekspor karet mentah, sehingga mendorong pengembangan industri pengolahan karet. 86 Krisis global yang terjadi pada kuartal ke 3 tahun 2008 membawa dampak pada ekspor karet alam Indonesia. Hal ini terlihat dari penurunan indeks RCA yang terjadi pada tahun 2009, di mana pada tahun ini indeks RCA karet alam Indonesia menurun drastis dari 35,37 pada tahun 2008 menjadi hanya sebesar 30 pada tahun 2009. Indeks ini kembali berada di bawah indeks Thailand yang pada saat yang sama memiliki nilai sebesar 30,44. Penurunan nilai ini terjadi karena akibat dari penurunan kuantitas ekspor karet alam berdasarkan kesepakatan dari ITRC yang merupakan gabungan tiga eksportir terbesar karet alam, di mana persentase penurunan kuantitas ekspor Indonesia pada kuartal pertama tahun 2009 yang lebih besar dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Jika dilihat dari pembagian penurunan kuantitas ekspor karet alam, Indonesia pada kesepakatan ini mengalami penurunan mencapai 6, sementara Thailand 5 dan Malaysia 3 dari total kuantitas ekspor tahun sebelumnya AntaraNews diolah, 2008. Sementara jika dilihat dari pertumbuhan kuantitas ekspor karet alam Indonesia, maka pada tahun tersebut, total penurunan terjadi hingga 13,3 dari tahun 2008, sementara Thailand mengalami penurunan total sebesar 3,2 dari tahun sebelumnya International Trade Statistic diolah, 2010.

8.2. Analisis Export Competitiveness Index