Herfindahl Index dan Concentration Ratio

79 berlaku. Tahun 2009, ekspor karet alam yang terjadi baik pada persentase pertumbuhan dunia, maupun yang terjadi pada masing-masing negara eksportir mengalami pertumbuhan yang negatif. Indonesia bahkan mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada nilai ekspor karet alam dunia dan Thailand, yaitu mencapai 46, sementara penurunan yang terjadi pada nilai ekspor karet alam dunia dan Thailand masing-masing sebesar 43 dan 36. Hal inilah yang kemudian berpengaruh terhadap perhitungan penguasaan pangsa pasar Indonesia.

7.2. Herfindahl Index dan Concentration Ratio

Analisis struktur pasar karet alam di pasar internasional dianalisis secara kuantitatif dengan melihat penguasaan pangsa pasar masing-masing produsen karet alam. Alat analisis yang digunakan adalah Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Hasil perhitungan penguasaan pangsa pasar karet alam dari tahun 2001 hingga 2009 oleh tiga negara eksportir utama karet alam dunia diperlihatkan pada Tabel 19. Tabel 19 . Hasil Perhitungan Herfindahl Index dan Concentration Ratio Negara Eksportir Karet Alam Tahun Nilai HI Nilai CR 2001 0,2317 77,58 2002 0,2329 77,83 2003 0,2486 78,89 2004 0,2393 79,68 2005 0,2271 78,15 2006 0,2309 79,04 2007 0,2203 76,57 2008 0,2198 76,11 2009 0,2415 78,22 Rata-rata 0,2325 78,01 Sumber: International Trade Statistics diolah, 2010 80 Herfindahl Indeks menggambarkan besar kecilnya usaha dalam suatu industri yang menjadi indikator persaingan di antara pesaingnya. Nilai HI yang didapatkan dari produsen karet alam bernilai rata-rata 0,23. Nilai tersebut merupakan nilai yang mendekati nol yang mana menggambarkan industri yang bersangkutan dalam hal ini karet alam cenderung ke pasar persaingan competitive market. Penguasaan pasar yang terjadi pada usaha ini ditunjukkan dari nilai CR 3 yang diperoleh, yang mana nilai ini merupakan penjumlahan dari pangsa pasar tiga eksportir terbesar karet alam di pasar internasional. Karet alam dipasaran internasional dalam kurun waktu 2001-2009 memiliki nilai CR 3 rata-rata senilai 78 yang mana nilai tersebut menunjukkan kondisi pasar yang berbentuk oligopoli. Nilai yang diperoleh tersebut menggambarkan bahwa 78 pangsa pasar karet alam internasional dikuasai oleh tiga produsen terbesar, di mana dalam kurun waktu itu Thailand, Indonesia dan Malaysia masing-masing menguasai rata-rata 38, 26 dan 14 pangsa pasar karet alam internasional. Penguasaan pasar tertinggi terjadi pada tahun 2004 di mana pangsa pasar yang dikuasai oleh tiga produsen ini mencapai 79,68 dari pangsa pasar internasional, dimana masing-masing negara produsen menguasai 39 oleh Thailand, 25 oleh Indonesia dan 15 oleh Malaysia. Berdasarkan pada hasil yang diperoleh dari perhitungan HI dan CR, maka dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu 2001-2009 struktur pasar yang dihadapi oleh ketiga negara ekportir utama karet alam di pasar internasional cenderung ke arah persaingan yang berbentuk oligopoli. Tingginya nilai rasio konsentrasi menggambarkan bahwa industri karet alam merupakan suatu industri 81 yang terkonsentrasi dengan jumlah produsen yang relatif sedikit. Keberadaan kondisi ini juga memperlihatkan bahwa dalam perkembangannya terjadi persaingan yang ketat antar produsen, karena tidak ada produsen yang secara signifikan menguasai pasar. Kondisi pasar yang demikian diperkuat dengan adanya penggabungan produsen utama karet alam dalam suatu wadah yang dinamakan IRCo. Kebijakan yang dibuat oleh IRCo dalam rangka mempertahankan kestabilan harga turut berpengaruh terhadap penguatan stabilitas perdagangan karet alam dunia. Meskipun demikian, secara umum persaingan industri karet alam di pasar internasional belum menunjukkan persaingan yang ketat, sehingga Indonesia masih memiliki peluang yang cukup besar untuk bersaingmeningkatkan daya saingnya. Bentuk usaha yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan daya saing ini antara lain melalui promosi, peningkatan mutu, atau diferensiasi jenis produk yang dijual, mengingat persaingan dalam bentuk oligopoli lazimnya bersaing bukan dalam sistem harga melainkan lebih kepada kampanye komoditi Hikaru, 2010. 82

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM