Perkembangan Produksi Karet Alam Indonesia dibandingkan

51 meningkat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan produksi rata-rata sepeda motor Indonesia merupakan yang terbesar di Asia. Kedua, peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan populasi yang juga mengakibatkan pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor di dalam negeri sehingga meningkatkan pula permintaan terhadap produk olahan karet Basri et al., 2010.

5.3. Perkembangan Produksi Karet Alam Indonesia dibandingkan

Thailand dan Malaysia Sebagai Produsen Utama Karet Alam Dunia Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menjadi andalan ekspor bagi Indonesia. Hal ini terlihat dari upaya Indonesia dalam hal peningkatan produksi karet alam nasional. Pemerintah memperlihatkan keseriusan yang cukup tinggi terhadap pengembangan perkaretan nasional. Hal tersebut terlihat dari penelitian-penelitian yang terus menerus dikembangkan terhadap komoditas karet demi menemukan klon-klon unggul yang dapat meningkatkan produksi. Luas areal perkebunan karet Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal ini tidak terlepas dari program perluasan lahan yang dilakukan Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan pemerintah Indonesia yang menyatakan bahwasanya Indonesia akan menjadi eksportir terbesar pada tahun 2010. Merujuk pada tujuan tersebut, maka upaya-upaya rehabilitasi dan peremajaan karet alam yang telah tua dan tidak produktif lagi telah dilakukan sejak awal tahun 2000. Luas areal perkebunan karet tahun 2005 bahkan tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85 merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan 15 yang merupakan perusahaan perkebunan, baik milik negara maupun yang diusahakan oleh swasta Rachman, 2008. 52 Jika dibandingkan dengan luasan Thailand dan Malaysia, hingga saat ini Indonesia baru menggunakan sekitar 1,5 dari luasan total areal kering daratan yang dimiliki untuk pemanfaatan tanaman karet. Hal ini jelas berbeda dengan pemanfaatan areal Thailand yang menggunakan sebesar 3 dari luasan total areal keringnya. Perkebunan Malaysia bahkan mencapai 3,8 luas total wilayahnya. Berdasarkan pada data faktual tersebut, maka Indonesia memiliki prospek pengembangan yang sangat besar terhadap tanaman karet karena potensi pengembangan lahan yang masih sangat besar. Indonesia merupakan negara dengan luas areal perkebunan karet terbesar di dunia. Namun kondisi ini tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai produsen utama dalam bisnis perkaretan dunia. Indonesia mesti merasa puas dengan statusnya sebagai produsen karet alam ke dua setelah Thailand. Hal ini dikarenakan kepemilikan areal yang demikian luas tidak diiringi dengan produktivitas yang tinggi. Berbeda dengan produktivitas negara pesaing lain dalam perdagangan karet alam dunia, yaitu Thailand dan Malaysia. Perbandingan luas areal dan produktivitas karet alam Indonesia, Thailand, dan Malaysia diperlihatkan pada Gambar 3. 53 Sumber: Food And Agriculture Organization, 2010 Gambar 3. Perbandingan Luas Areal Tanam dan Produktivitas Karet Alam Negara Produsen Utama Rendahnya produksi dan kualitas karet alam merupakan masalah utama bagi perkaretan nasional. Produksi yang rendah terutama disebabkan oleh fakta yang menyebutkan bahwa sekitar 85 tanaman karet Indonesia menggunakan bibit tanam dengan kualitas yang rendah Basri et al., 2010. Hal ini terjadi antara lain karena sebagian besar tanaman masih menggunakan bahan tanam asal biji seedling tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif ± 13 dari total area. Kondisi yang demikian menyebabkan sebagian besar kebun karet rakyat menyerupai hutan karet Badan Litbang Pertanian, 2005 dalam Purnama, Firdaus dan Mildaerizanti, 2007. Selain itu, teknologi pengolahan pun masih tergolong tradisional, sehingga belum dapat menghasilkan kuantitas optimal. Masalah lain yang dihadapi oleh perkaretan nasional adalah rendahnya kualitas karet alam yang dihasilkan Indonesia dibandingkan dengan karet yang dihasilkan negara eksportir lain. Kualitas tersebut terutama disebabkan masih banyaknya karet alam yang dihasilkan dari perkebunan rakyat yang pengolahan 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Luas Areal Indonesia ha Luas Areal Thailand ha Luas Areal Malaysia ha Produktivitas Indonesia kgha Produktivitas Thailand kgha Produktivitas Malaysia kgha 54 penggumpalannya tidak menggunakan koagulum ataupun bahan pengawet yang sesuai sebagaimana yang dianjurkan oleh lembaga penelitian karet seperti disebutkan pada pasal 7 – 9 Permentan No. 38 Tahun 2008. Selain itu, kadar air pada karet pun cenderung tinggi, bahkan banyak petani yang secara sengaja merendam lateks sebelum dijual dengan tujuan agar memiliki berat yang lebih, padahal hal tersebut justru menurunkan kualitasnya. Pencampuran lateks dengan bahan-bahan lain juga masih banyak dilakukan Rachman, 2008. Pada beberapa propinsi di Sumatera bahkan ditemukan pencampuran bokar dengan bahan karet mati vulkanisat, antara lain di propinsi Sumatera Selatan dan Jambi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2007. Konsekuensi dari hal- hal tersebut adalah meningkatnya biaya pengolahan untuk pembersihan ulang, sehingga harga karet di petani cenderung lemah. Bahkan untuk kasus Sumatera, ekspor karet alam dari wilayah ini ditolak oleh konsumen luar negeri. Upaya yang optimal terhadap pengembangan karet nasional terlihat dengan adanya peningkatan produktivitas pohon karet. Produktivitas karet Indonesia semakin meningkat mengingat bahwa dalam perkembangannya pemerintah telah mulai mengusahakan penanaman terhadap klon-klon unggul. Meskipun demikian, nilai produktivitas karet Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen lain. Hal ini tidak lain disebabkan sebagian besar perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang tersebar di berbagai wilayah. Persebaran ini mengakibatkan usaha penanaman pohon karet dengan bahan klonal masih terbilang rendah, yaitu hanya sekitar 40 dari total luas perkebunan nasional, sangat berbeda dengan negara eksportir lain seperti Malaysia yang telah mengusahakan penggunaan dengan bahan klonal sebesar 55 90, Thailand sebesar 95, India sebesar 99, dan Vietnam yang telah mencapai angka 100 Barani, 2008 4 . Meskipun demikian perbaikan-perbaikan masih dilakukan oleh berbagai pihak demi terciptanya hasil yang lebih baik lagi. Perkembangan produktivitas karet alam nasional sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4 berikut ini. Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2003-2009 Gambar 4. Perkembangan Produktivitas Lahan Karet Indonesia kgha berdasarkan Status Penguasahaan Kuantitas produksi karet Indonesia terus mengalami peningkatan. Dengan perbaikan pada harga karet dunia, maka nilai yang diperoleh dari industri perkaretan ini pun terus meningkat. Produksi karet secara nasional pada tahun 2007 mencapai angka 2.8 juta ton dengan nilai sebesar 1,47 milyar dolar. Perkembangan nilai dan kuantitas produksi karet alam nasional diperlihatkan pada Tabel 6. Jumlah ini masih berpotensi ditingkatkan sejalan dengan dilakukannya peremajaan dan pemberdayaan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong atau tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet. 4 disampaikan pada Lokakarya Nasional Agribisnis Karet 2008 di Yogyakarta 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rakyat Negara Swasta Rata-rata 56 Tabel 6 . Perkembangan Nilai dan Produksi Karet Alam Negara Eksportir Utama Tahun Indonesia Thailand Malaysia Nilai 000 US Produksi ton Nilai 000 US Produksi ton Nilai 000 US Produksi ton 2000 805.337 1.501.430 1.275.512 2.378.000 497.760 928.000 2001 862.209 1.607.460 1.373.669 2.561.000 473.087 882.000 2002 874.492 1.630.360 1.411.752 2.632.000 477.378 890.000 2003 961.380 1.792.350 1.534.565 2.860.966 528.656 985.600 2004 1.108.064 2.065.820 1.613.223 3.007.612 626.867 1.168.700 2005 1.218.060 2.270.891 1.596.969 2.977.309 603.963 1.126.000 2006 1.414.558 2.637.231 1.646.966 3.070.520 688.497 1.283.600 2007 1.477.819 2.755.172 1.622.124 3.024.207 643.441 1.199.600 Sumber: Food And Agriculture Organization, 2010 Sebagaimana Indonesia, Thailand yang merupakan produsen terbesar karet alam di dunia juga terlihat sangat fokus terhadap perkembangan karet alam negaranya. Hal ini terlihat dari seriusnya usaha pemerintahan Thailand dalam rangka pengembangan karet melalui penelitian-penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Thailand Rubber Research Institute. Luas areal tanam karet alam Thailand juga cenderung meningkat, dari seluas 1,52 juta ha pada tahun 2000 menjadi 1,77 juta ha pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa karet alam merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penting bagi Thailand. Produktivitas pohon karetnya pun terbilang tinggi. Produktivitas yang besar dengan luas areal yang semakin meningkat menjadikan produksi negara ini juga makin tahun semakin mengalami peningkatan. Perkembangan produksi karet alam Thailand terbilang cukup baik. Berdasarkan data yang diperlihatkan pada Tabel 6 terlihat bahwa terjadi fluktuasi perkembangan nilai dan kuantitas produksi. Namun secara umum, perkembangan nilai produksi karet alam Thailand cenderung terus mengalami peningkatan. Peningkatan produksi Thailand diiringi pula dengan peningkatan kuantitas ekspor komoditas ini di pasaran dunia. Hal ini juga yang kemudian menjadikan Thailand tetap bertahan menyandang status sebagai produsen karet alam terbesar di dunia. 57 Produksi karet alam Thailand cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2000 hingga 2004. Namun pada tahun 2005, kuantitas produksinya menurun. Penurunan ini disebabkan oleh adanya penurunan produktifitas karet, yaitu dari sebesar 1.815 kgha pada tahun 2004 menjadi 1.760 kgha pada tahun 2005 akibat telah banyak pohon-pohon karet yang telah tua dan kurang produktif, serta karet-karet baru dari revitalisasi belum dapat memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut tidak berlangsung lama, karena pada tahun selanjutnya, Thailand dapat kembali meningkatkan produksinya menjadi 3,07 juta ton dengan produktivitas 1.762 kgha. Hingga tahun 2008 produktivitas yang dapat dicapai oleh perkebunan karet Thailand telah mencapai 1.790 kgha. Malaysia yang merupakan produsen karet terbesar ke tiga setelah Thailand dan Indonesia tetap bertahan dalam jajaran eksportir terbesar karet alam internasional karena tingkat produktivitas yang cukup baik. Luas areal karet Malaysia sejak tahun 2000 hingga 2008 cenderung turun. Penurunan luas areal karet ini antara lain dipicu oleh adanya alih fungsi lahan penanaman karet untuk tanaman perkebunan lain yang lebih kondusif dan dianggap memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti kelapa sawit. Keterbatasan lahan yang dimiliki menyebabkan selama beberapa tahun terakhir tidak ada penambahan areal tanam baru bagi perkaretan Malaysia. Meskipun demikian, karena produktivitas pohon yang terus mengalami peningkatan, maka kuantitas produksi karet alam Malaysia masih dapat dipertahankan dengan pertumbuhan yang positif. Kuantitas produksi karet alam Malaysia pada tahun 2000 tercatat sebesar 928 ribu ton. Nilai ini mengalami penurunan menjadi 882 ribu ton pada tahun berikutnya. Namun pada tahun 2002 hingga 2006 kuantitas produksi karet alam 58 Malaysia kembali mengalami peningkatan. Tercatat produksi pada tahun 2006 telah mencapai angka 1,28 juta ton. Perbaikan kinerja produksi karet alam tersebut salah satunya dipicu oleh membaiknya harga karet alam di pasaran dunia sejak tahun 2003. Namun penurunan kembali terjadi. Menurut laporan dari Departemen Statistik Malaysia, pada tahun 2009 produksi karet alam negara ini hanya sebesar 857 ribu ton. Penurunan tersebut terjadi karena makin berkurangnya areal sadap karet negara ini akibat alih fungsi lahan, yaitu dari seluas 750 ribu hektar pada tahun 2008 menjadi 590 ribu hektar pada tahun 2009 Association of Natural Rubber Producing Countries, 2010 Lampiran 3.

5.4. Sentra Produksi Karet Indonesia