20
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk membuat bir pletok, penyimpanan dan bahan-bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk pembuatan bir
pletok terdiri dari jahe, kayu secang, cabe jawa, kayu manis, sereh, lada putih, lada hitam, daun pandan, cengkeh, kembang pala, biji pala, adas manis, kapulaga besar, kapulaga kecil, jintan, kayu
mesoyi, pekak, air, dan gula yang diperoleh dari Pasar Anyar, Bogor. Bahan untuk analisis terdiri dari bir pletok larutan DPPH dan metanol.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat untuk pembuatan bir pletok, penyimpanan, dan alat-alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan dan
penyimpanan bir pletok, yaitu oven pengering, blender kering, neraca analitik, steam jacket, centong, kulkas, saringan, dan botol kaca. Alat-alat yang digunakan untuk analisis, yaitu gelas
piala, tabung reaksi bertutup, pipet Mohr 1 ml, pipet Mohr 5 ml, pipet Mohr 10 ml, kuvet, spektrofotometer, dan vortex.
3.2. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan terdiri dari empat tahap, yaitu: 1 Pembuatan bir pletok dalam botol, 2 Penelitian Utama, 3 Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius, dan 4
Transformasi nilai umur simpan menjadi waktu kadaluarsa. Penelitian utama terdiri atas Penelitian Seri I dan Penelitian Seri II. Pengamatan setiap seri penelitian utama terdiri atas analisis
antioksidan dengan metode DPPH dan uji organoleptik pada akhir masa penyimpanan. Garis besar penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
3.2.1. Pembuatan Bir Pletok
Penelitian tahap pertama meliputi persiapan bahan pembuatan bir pletok dan pembuatan bir pletok. Persiapan bahan baku disesuaikan dengan resep komposisi bir pletok yang dapat terlihat
pada Tabel 5. Kandungan rempah-rempah dalam bir pletok adalah 1,00 wv sementara kandungan gula dalam bir pletok adalah 10 wvvolume air yang digunakan adalah campuran
rempah-rempah dan gula. Proses pengolahan yang digunakan dalam penilitian ini didasarkan pada proses yang biasa dilakukan masyarakat Betawi pada umumnya dengan modifikasi dan dalam
jumlah besar. Proses pengolahan bir pletok ditunjukkan pada Gambar 6.
21
Gambar 5. Diagram alir penelitian Tabel 3. Komposisi bir pletok Dulimarta, 2000
Jenis Rempah Jumlah
Jahe 20,53
Cabe Jawa 20,53
Kayu Secang 13,69
Kayu Manis 10,66
Sereh 6,84
Lada Putih 3,43
Lada Hitam 3,43
Daun Pandan 3,43
Cengkeh 3,43
Kembang Pala 3,43
Biji Pala 3.43
Adas Manis 1,72
Kapulaga Besar 1,72
Jintan Hitam 1,72
Pekak 1,72
Kapulaga kecil 1,72
Kayu mesoyi 0,69
Pendugaan Umur Simpan
Penelitian Seri I Penelitian Seri II
Rempah-rempah Pembuatan bir pletok
bir pletok dalam botol Penyimpanan dengan suhu yang
berbeda Penyimpanan dengan warna botol
yang berbeda Analisis kapasitas antioksidan
Analisis kapasitas antioksidan Uji rating hedonik
Uji rating hedonik Pendugaan Umur Simpan
Transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluarsa
22
Gambar 6. Proses pembuatan bir pletok Dulimarta, 2000
3.2.2. Penelitian Utama
Penelitian utama pada dasarnya adalah penyimpanan bir pletok selama 8 minggu dan pendugaan umur simpan dengan model Arrhenius berdasarkan perubahan kadar antioksidan
selama umur simpan tersebut. Penelitian utama terdiri atas Penelitian Seri I dan Penelitian Seri II. Uji yang dilakukan baik untuk Penelitian Seri I maupun Penelitian Seri II adalah uji kapasitas
Pengecilan ukuran dengan blender
Penimbangan sesuai ukuran
Ekstraksi dengan air mendidih selama 15
menit Ekstrak bir pletok
Dekantasi 18 jam pada suhu refrigerator
Bir Pletok Rempah-rempah
kering Rempah-rempah
segar
Pengeringan suhu 50
C
Penyaringan
Pembotolan
Sterilisasi 105 C, 18
menit Pendinginan
Gula Pasir 12
23
antioksidan serta uji organoleptik akhir. Perbedaan Penelitian Seri I dan Penelitian Seri II terdapat dalam penyimpanan bir pletok. Faktor yang dipakai pada Penelitian Seri I adalah suhu, sedangkan
warna botol yang dipakai adalah gelap dan disimpan dalam inkubator. Faktor yang dipakai pada Penelitian Seri II adalah transparansi kemasan yang diwakilkan oleh pembedaan warna botol,
sedangkan suhu yang dipakai adalah 30 C dan disimpan pada ruang terbuka. Suhu yang digunakan
untuk penyimpanan Penelitian Seri I adalah 30 C, 37
C, dan 50 C. Warna botol kaca yang
digunakan untuk Penelitian Seri II adalah tidak berwarna, coklat, dan gelap. Pendugaan umur simpan dihitung dengan metode Accelerated Storage Studies ASS dan model Arrhenius
berdasarkan perubahan kadar antioksidan selama umur simpan tersebut. Penataan penelitian yang digunakan menggunakan univariated factor pada masing-
masing seri penelitian dan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Faktor yang akan dipelajari pada Penelitian Seri I adalah suhu penyimpanan dan faktor yang akan dipelajari pada Penelitian Seri II
adalah transparansi kemasan yang diwakilkan oleh pembedaan warna botol kaca. Pendugaan umur simpan dihitung dengan metode Extended Storage Studies ESS berdasarkan perubahan kadar
antioksidan selama umur simpan tersebut.
3.2.3. Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius
Model Arrhenius merupakan jenis pendekatan yang mengkuantifikasikan pengaruh suhu terhadap reaksi deteriorasi. Persamaan Arrhenius menunjukkan kebergantungan konstanta laju
reaksi terhadap suhu dalam kisaran suhu yang luas. Persamaan model Arrhenius :
= .
−����
Dengan mengubah persamaan di atas maka menjadi : �� =
− ��
�� Hasil yang diperoleh selanjutnya diplotkan pada grafik hubungan antara lama
penyimpanan hari dan rata-rata penurunan mutuhari k. Jika reaksi kerusakan pangan yang disimpan belum diketahui model orde reaksinya, maka plot nilai diatas dapat dilakukan baik pada
Ordo Nol maupun Ordo Satu. Pada Ordo Nol, plot dilakukan antara rataan skor pengamatan dengan waktu penyimpanan, sedangkan Ordo Satu, nilai rataan skor terlebih dahulu diubah dalam
bentuk lon ln lalu diplotkan dengan waktu penyimpanan. Langkah berikutnya adalah menentukan regresi linearnya.
Hasil plot di atas akan memberikan nilai k, intersep dan koefisien korelasi masing-masing suhu penyimpanan. Untuk melihat dan menentukan orde reaksi kerusakan bahan pangan yang
disimpan dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi yang lebih besar R
2
. Setelah jenis orde reaksi kerusakan pangan diketahui, maka langkah selanjutnya adalah memplotkan nilai k terhadap
suhu penyimpanan dalam bentuk Kelvin K, 1T. Nilai k terlebih dahulu diubah dalam bentuk ln jika orde reaksi kerusakan pangan mengikuti Ordo Satu. Hasil plot tersebut akan memberikan nilai
k, intersep dan koefisien korelasi. Nilai k hasil plot ini merupakan nilai dari energi aktivasi dibagi dengan konstanta gas EaR, karena persamaan garis linear hasil pemplotan akan mengikuti
persamaan Arrhenius. Selanjutnya umur produk bir pletok dalam botol dapat dihitung dengan persamaan :
� = � − ��
Keterangan : t
= prediksi umur simpan hari Ao
= nilai mutu awal
24
At = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t
k = konstanta penurunan mutu pada suhu normal
3.2.4. Transformasi Nilai Umur Simpan Menjadi Waktu Kadaluarsa
Transformasi nilai umur simpan menjadi waktu kadaluarsa dilakukan dengan menghitung umur simpan produk pada berbagai suhu penyimpanan. Dalam penelitian ini waktu
kadaluarsa dihitung pada estimasi suhu penyimpanan konvensional dengan suhu siang hari 35 C
dan malam hari 25 C
3.3. PROSEDUR ANALISIS
3.3.1. Pengukuran Kapasitas Antioksidan Menggunakan DPPH Leong dan Shui, 2002
Sebelum dilakukan pengukuran kapasitas antioksidan, dilakukan pembuatan kurva standar dengan menggunakan larutan asam askorbat dengan konsentrasi 0 sampai 110 ppm.
Prosedur pembuatan larutan untuk standar sama dengan prosedur pengujian sampel. Selanjutnya dibuat kurva standar asam askorbat dengan memplotkan hubungan antara konsentrasi asam
askorbat dan A blanko – A sampel. Prosedur pengujian sampel diawali dengan memasukkan 1 ml sampel bir pletok ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 7 ml metanol. Larutan DPPH sebanyak 2 ml ditambahkan ke dalam tabung reaksi sehingga konsentrasi akhir larutan DPPH menjadi 0.02 mM, lalu dikocok
dengan alat vortex. Campuran larutan didiamkan selama 30 menit dalam suhu ruang dan diukur absorbansinya A sampel pada panjang gelombang 517 nm. A blanko diperoleh dengan prosedur
yang sama kecuali tidak ada penambahan sampel sehingga metanol yang digunakan menjadi 8 ml. Selanjutnya selisih A blanko dikurangi nilai A sampel yang disubstitusikan pada persamaan kurva
standar asam askorbat untuk menentukan AEACAscorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity.
3.3.2. Uji Organoleptik dengan Uji Rating Hedonik Adawiyah dan Waysima, 2009
Uji rating hedonik dilakukan terhadap kedua seri penelitian secara terpisah baik Seri I maupun Seri II pada akhir masa penyimpanan. Panelis diminta untuk menilai atribut-atribut
sensori sampel yang disajikan, yakni dalam hal warna, aroma, rasa, dan keseluruhan. Dalam uji ini, digunakan panelis tidak terlatih sebanyak 70 orang. Taraf signifikansi yang digunakan
adalah 5. Analisis data dilakukan menggunakan ANOVA Analysis of Variance dengan uji lanjut Duncan. Skala yang digunakan dalam uji ini adalah skala kategori 7 poin dengan deskripsi
sebagai berikut: 1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka 3 = agak tidak suka
4 = netral 5 = agak suka
6 = suka 7 = sangat suka
25
3.4. PERLAKUAN
3.4.1. Penelitian Seri I
Pada Penelitian Seri I perlakukan yang diterapkan adalah suhu dengan tiga taraf sebagai berikut:
A1 = Suhu 30 C
A2 = Suhu 37 C
A3 = Suhu 50 C
3.4.2. Penelitian Seri II
Pada Penelitian Seri II, perlakukan yang diterapkan adalah warna botol yang merepresentasikan transmisi cahaya dengan tiga taraf sebagai berikut:
B1 = Bening Tidak berwarna B2 = Coklat
B3 = Gelap dilapisi alufo
3.5. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan dalam Penelitian Seri I dan Penelitian Seri II adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan masing-masing tiga ulangan. Model matematik
RAL tersebut adalah sebagai berikut: Yij = µ + Ai
+ Σ ij Di mana:
Yij = Nilai pengamatan
µ = Nilai rata-rata umum
Ai = Pengaruh taraf perlakuan ke-i
Σ ij = Galat percobaan Analisis keragaman Analysis of Variance dilakukan dengan menggunakan program
komputer SPSS Seri 17.1 pada p = 0,05. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan Uji Duncan.
26
y = 0.0182x - 0.4897 R² = 0.995
0.5 1
1.5 2
20 40
60 80
100 120
A b
so rb
a n
si
Konsentrasi ppm
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN SERI I
4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan
Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam askorbat. Penentuan persamaan kurva standar asam askorbat dilakukan dengan kurva yang
menghubungkan absorbansi larutan asam askorbat terukur Ablanko-Asampel sebagai y dan konsentrasi asam askorbat ppm sebagai x seperti Gambar 7. Persamaan kurva standar asam
askorbat yang didapat adalah y= 0,018x – 0,4897.
Gambar 7. Kurva standar asam askorbat Kapasitas antioksidan bir pletok ditentukan dengan mengukur absorbansi sampel dan
memasukkannya dalam persamaan kurva standar asam askorbat. Kapasitas antioksidan awal dari bir pletok pada penelitian adalah sebesar 101,5769 ppm AEAC. Contoh perhitungan kapasitas
antioksidan adalah sebagai berikut : Absorbansi sampel H
U1= 0,282 Absorbansi sampel H
U2= 0,280 Absorbansi blanko = 1,640
Absorbansi blanko – Absorbansi sampel H U1 = 1,358
Absorbansi blanko – Absorbansi sampel H U2 = 1,360
Y = 0,018x – 0,4897 1,358 = 0,018 x – 0,4897
�1= 101.521978 ppm AEAC Y = 0,018x – 0,4897
1,360 = 0,018 x – 0,4897 �2 = 101.6318681 ppm AEAC
Kapasitas antioksidan H =
�1 + �2 2 ⁄ = 101.5769 ppm AEAC
Dengan cara yang sama maka dapat dihitung kapasitas antioksidan selama penyimpanan bir pletok pada masing-masing waktu dan perlakuan. Perubahan kadar antioksidan bir pletok
selama penyimpanan ditunjukkan oleh Gambar 8 dan Tabel 4.