16
2.6.3. Perumusan Model Umur Simpan
Umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu Extended Storage
Studies ESS dan Accelerated Storage Studies ASS. Floros dan Granasekharan, 1993. ESS sering juga disebut sebagai metode konvensional yaitu penentuan tanggal kadaluarsa dengan
menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga mencapai tingkat kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun
memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relatif banyak. Metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai kadaluarsa kurang dari 3 bulan. Floros dan
Granasekharan, 1993. Metode Accelerated Storage Studies ASS digunakan untuk mempercepat pendugaan
waktu umur simpan. Kondisi penyimpanan pada metode ini diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan Arpah, 2001.
Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan. Model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini
menggunakan pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai Ordo Nol atau
Ordo Satu untuk bahan pangan. Menurut Syarief dan Halid 1993, untuk menganalisis penurunan mutu dengan metode akselerasi diperlukan beberapa pengamatan yaitu harus ada parameter yang
diukur secara kuantitatif. Menurut Syarief dan Halid 1993, suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
perubahan mutu pangan. Pendugaan umur simpan seharusnya dilakukan di ruangan dengan suhu tetap. Metode Arrhenius baik untuk diterapkan dalam penyimpanan produk pada suhu
penyimpanan yang relatif stabil. Menurut Labuza 1982, persamaan Arrhenius menunjukkan ketergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap suhu yang dirumuskan sebagai berikut :
=
−����
keterangan : k
= konstanta penurunan suhu k
o
= konstanta tidak bergantung pada suhu E
a
= energi aktivasi Kalmol T
= suhu mutlak K R = konstanta gas 1.986 Kalmol K
Persamaan di atas diubah menjadi : �� =
− ��
�� Berdasarkan persamaan di atas, diperoleh kurva berupa garis linier pada plot ln k
terhadap 1T dengan slope –EaR seperti Gambar 2. Interpretasi Ea energi aktivasi dapat memberikan gambaran mengenai besarnya
pengaruh suhu terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope garis lurus hubungan ln K dengan 1T. Energi aktivasi yang besar menunjukkan perubahan nilai ln K yang besar dengan hanya
perubahan beberapa derajat suhu sehingga nilai slope akan besar Labuza, 1982.
17
-EaR
1T ln K
Gambar 2. Kurva hubungan nilai ln k dengan slope -EaRT pada persamaan Arrhenius
Labuza 1982 menyatakan penilaian tentang umur simpan dapat dilakukan dengan kondisi dipercepat accelerated shelf life test yang selanjutnya dapat memprediksi umur simpan
yang sebenarnya. Metode ini dapat dilakukan dengan mengkondisikan bahan pangan pada suhu dan kelembaban relatif yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai. Penentuan umur
simpan dengan metode Arrhenius termasuk ke dalam metode akselerasi. Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka semakin
sedikit asumsi yang dipakai. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pendugaan umur simpan metode Arrhenius ini adalah :
a. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja. b. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu.
c. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat proses-proses yang terjadi sebelumnya.
d. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap. Menurut Labuza 1982, reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh
Ordo Nol dan Ordo Satu, dan sedikit pada ordo reaksi lain. 2.6.3.1. Ordo Nol
Penurunan mutu reaksi nol dalah penurunan mutu yang konstan. Reaksi yang termasuk pada Ordo Nol, laju reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi pereaksinya, dengan kata lain
reaksi berlangsung dengan laju yang tetap. Jenis Ordo Nol tidak terlalu umum terjadi. Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika Ordo Nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan
enzimatis, dan oksidasi. Adapun contoh Ordo Nol lainnya adalah reaksi gas pada permukaan logam, reaksi dengan katalis enzim pada konsentrasi substrat tinggi, reaksi fotosintesis pada hijau
daun di siang hari, dan reaksi glukosa dengan hemoglobin pada darah. Implikasi dari Ordo Nol adalah kecepatan penurunan mutu berlangsung secara tetap pada
suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut : − �
� =
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu maka dilakukan integrasi terhadap persamaan :
� �
� ��
= � . �
�
Sehingga menjadi :
�� − � = − . �
18
di mana : At adalah jumlah pada waktu t dan Ao adalah jumlah awal A Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu pada Ordo Nol adalah
berupa garis lurus, dengan slope kemiringan k yang nilainya konstan. Bentuk umum grafik tersebut terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu produk pada Ordo Nol Labuza, 1982
2.6.3.2. Ordo Satu Tipe kerusakan yang mengikuti Ordo Satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba,
produksi off flavor penyimpangan flavor oleh mikroba pada daging, ikan, dan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan lain sebagainya.
Persamaan reaksinya adalah − �
� = .
� Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu maka dilakukan integrasi terhadap
persamaan : � � �
⁄
��
= − � . �
�
Sehingga menjadi :
�� �� − �� � = − . �
Grafik Ordo Satu berupa kurva bukan garis lurus, namun akan membentuk garis lurus dalam persamaan logaritmanya, dengan slope kemiringan k yang nilainya tidak konstan seperti
yang terlihat pada Gambar 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi kimia terdapat tujuh faktor, anatara lain
jenis zat yang bereaksi, konsentrasi zat yang bereaksi, suhu, katalis dan otokatalis, tekanan, luas permukaan, sinar, dan cahaya. Jenis zat yang beraksi merupakan faktor terpenting dalam suatu
reaksi. Suatu zat A dapat dengan mudah bereaksi dengan zat B, tetapi belum mudah bereaksi bila dengan zat C. Selain itu, laju rekasi akan semakin naik jika konsentrasi pereaksi makin tinggi.
Makin tinggi suhu campuran zat yang bereaksi, makin cepat reaksi berlangsung. Hal ini berdasar A
[A]
At t
k = Slope, nilainya konstan
Waktu reaksi
19
teori kinetik molekul, yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu suatu zat, semakin kuat gerakan-gerakan molekulnya Irawadi, 2005.
Gambar 4. Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu produk pada Ordo Satu Labuza, 1982
a Grafik hubungan waktu dan perubahan mutu Ordo Satu b Grafik hubungan waktu dan logaritma perubahan mutu Ordo
Satu
a b
Slope = k Waktu
Waktu Slope =
�� ��
[A] ln [A]
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk membuat bir pletok, penyimpanan dan bahan-bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk pembuatan bir
pletok terdiri dari jahe, kayu secang, cabe jawa, kayu manis, sereh, lada putih, lada hitam, daun pandan, cengkeh, kembang pala, biji pala, adas manis, kapulaga besar, kapulaga kecil, jintan, kayu
mesoyi, pekak, air, dan gula yang diperoleh dari Pasar Anyar, Bogor. Bahan untuk analisis terdiri dari bir pletok larutan DPPH dan metanol.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat untuk pembuatan bir pletok, penyimpanan, dan alat-alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan dan
penyimpanan bir pletok, yaitu oven pengering, blender kering, neraca analitik, steam jacket, centong, kulkas, saringan, dan botol kaca. Alat-alat yang digunakan untuk analisis, yaitu gelas
piala, tabung reaksi bertutup, pipet Mohr 1 ml, pipet Mohr 5 ml, pipet Mohr 10 ml, kuvet, spektrofotometer, dan vortex.
3.2. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan terdiri dari empat tahap, yaitu: 1 Pembuatan bir pletok dalam botol, 2 Penelitian Utama, 3 Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius, dan 4
Transformasi nilai umur simpan menjadi waktu kadaluarsa. Penelitian utama terdiri atas Penelitian Seri I dan Penelitian Seri II. Pengamatan setiap seri penelitian utama terdiri atas analisis
antioksidan dengan metode DPPH dan uji organoleptik pada akhir masa penyimpanan. Garis besar penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
3.2.1. Pembuatan Bir Pletok
Penelitian tahap pertama meliputi persiapan bahan pembuatan bir pletok dan pembuatan bir pletok. Persiapan bahan baku disesuaikan dengan resep komposisi bir pletok yang dapat terlihat
pada Tabel 5. Kandungan rempah-rempah dalam bir pletok adalah 1,00 wv sementara kandungan gula dalam bir pletok adalah 10 wvvolume air yang digunakan adalah campuran
rempah-rempah dan gula. Proses pengolahan yang digunakan dalam penilitian ini didasarkan pada proses yang biasa dilakukan masyarakat Betawi pada umumnya dengan modifikasi dan dalam
jumlah besar. Proses pengolahan bir pletok ditunjukkan pada Gambar 6.