18
membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Kedua, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata bahasa itu. Kata-kata dalam puisi adalah kata-kata yang puitis, yakni mempunyai efek
keindahan dan berbeda dari kata-kata yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Pemilihan kata-kata dalam penulisan puisi sudah melalui pertimbangan dari
berbagai aspek, maka kata-kata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absolut dan tidak bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun maknanya
tidak berbeda. Jika kata itu diganti akan mengganggu komposisi dengan kata lainnya dalam konstruksi keseluruhan puisi yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang digunakan penyair untuk menyampaikan gagasan. Diksi atau
pilihan kata mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan puisi. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan absolut.
Bersifat konotatif, karena memiliki kemungkinan makna lebih dari satu. Bersifat absolut, karena tidak bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun maknanya
tidak berbeda.
2.2.4.2 Pengimajian
Suharianto 1981:71 menyatakan bahwa usaha menjadikan sesuatu yang semula abstrak menjadi konkret sehingga dapat dengan mudah ditangkap oleh
pancaindra disebut dengan pengimajian. Menurut Waluyo 2002:10-11 pengimajian adalah kata atau susunan kata
yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair.
19
Melalui pengimajian apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat imaji visual, didengar imaji auditif, atau dirasa imaji taktil. Imaji visual
menampilkan kata atau kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas seperti dapat dilihat oleh pembaca. Imaji auditif pendengaran adalah
penciptaan ungkapan oleh penyair sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara yang digambarkan oleh penyair, sedangkan imaji taktil perasaan adalah
penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaannya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengimajian adalah kata atau susunan kata yang menjadikan sesuatu yang semula abstrak menjadi
konkret sehingga apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat, didengar, atau dirasa. Imaji yang ditimbulkan dapat dibagi menjadi tiga yaitu, imaji visual, imaji
auditif pendengaran, dan imaji taktil perasaan.
2.2.4.3 Kata Konkret
Kata konkret merupakan kata-kata yang dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh Waluyo 1991:831, sedangkan menurut Jabrohim, dkk. 2003:41
kata konkret adalah kata-kata yang digunakan penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan
imaji pembaca. Dalam hubungannya dengan pengimajian, kata konkret merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian.
2.2.4.4 Bahasa Figuratif
Menurut Waluyo 1991:83 bahasa figuratif adalah bahasa yang dipergunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara tidak biasa, secara
tidak langsung mengungkapkan makna.
20
Jabrohim, dkk. 2003:42 menyebutkan bahwa bahasa figuratif pada dasarnya adalah bentuk penyimpangan dari bahasa normatif, baik dari segi makna
maupun rangkaian katanya dan bertujuan mencapai arti dan efek tertentu. Pradopo dalam Jabrohim, dkk. 2003:44 menyebutkan bahasa figuratif
atau kiasan dibagi menjadi tujuh macam yaitu : perbandingan simile, metafora, perumpamaan epos epik simile, allegori, personifikasi, metonimia, dan
sinekdok. 1.
Perbandingan atau simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal yang lain, dengan mempergunakan kata-kata
pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, laksana, dan lain-lain. Misalnya ”seperti langit dan warna biruseperti sepi
menyeru”. 2.
Metafora adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa menggunakan kata-kata pembanding. Misalnya ”kami kejar
cahaya”, contoh ini mempersamakan ’cahaya’ dengan sesuatu yang berlari, maka ’kami’ berusaha mengejarnya.
3. Perumpamaan epos adalah perbandingan yang dilanjutkan atau
diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat pembandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase
yang berturut-turut. Misalnya puisi Emha berikut ini: Tuhanku
duniaku menghutan hutanku jadi taman
tamanku kering, kembali jadi hutan tanpa pepohonan
Tuhanku panas merambah
kucari tetumbuhan yang bertahan dari api yang kami nyalakan sendiri
di mana
21
4. Allegori adalah bahasa kiasan yang mempergunakan cerita kiasan
ataupun lukisan kiasan. Misalnya dalam puisi ’Teratai’, TERATAI
Kepada Ki Hajar Dewantara Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai; Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu Akarnya tumbuh di hati dunia,
................................................ ................................................
................................................ “Teratai”, Sanusi Pane
“Teratai” menyimbulkan Ki Hajar Dewantara yang menjaga bumi Indonesia dengan ajarannya yang bersifat kebangsaan dengan
semangat keindonesiaan asli. 5.
Metonimia adalah bahasa kiasan yang berupa penggunaan sejumlah atribut sebuah objek untuk menggantikan objek tersebut. Misalnya
“Tuhanku lingkarilah jiwaku dengan cincin kasih-Mu kubuka mulut kuminum cahaya-Mu demi kebenaran kitan-kitab-Mu
6. Sinekdok adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang
penting dari suatu benda untuk menamakan benda atau hal itu sendiri. Misalnya “segala bangunan yang kami ciptakan dalam kehidupan,
ternyata hanyalah ulat-ulat, busuk dan menjijikkan”, pada penggalan puisi tersebut “segala bangunan kehidupan yang diciptakan manusia”
diumpamakan sebagai “ulat-ulat busuk dan menjijikkan”. Penyebutan sebagian untuk menyebut keseluruhan seperti itu menimbulkan
22
gambaran yang jelas tentang kesia-siaan manusia dalam menjalani hidup ini.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara
yang tidak biasa, yaitu dengan menyimpang dari bahasa normatif baik dari segi makna maupun strukturnya, untuk mencapai arti dan efek tertentu. Dalam
mempergunakan bahasa figuratif, penyair dapat memanfaatkan perbandingan, pertentangan, atau pertautan, antar hal yang satu dengan hal yang lain.
2.2.4.5 Versifikasi