Proses Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten

- Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. - Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Menurut tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa ada 7 sekolah yang memenuhi 8 prinsip sekolah inklusi atau sebesar 63,63, 3 sekolah hanya memenuhi 7 prinsip 27,27, dan 1 sekolah hanya memenuhi 6 prinsip atau 9,09. Prinsip pendidikan inklusi yang belum dilaksanakan oleh sekolah seperti yang tercantum pada tabel di atas tidak berarti belum dilaksanakan sama sekali, tetapi baru dilaksanakan sebagian. Berdasarkan data tersebut di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat diterima karena sudah lebih dari 50 sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo menerapkan prinsip-prinsip sekolah inklusi.

2. Proses Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten

Kulon Progo Semua sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo dalam penerimaan peserta didik baru hanya mempertimbangkan usia anak sebagai syarat utama, namun hanya anak berkebutuhan khusus yang masih bisa dididik dan dilatih saja yang dapat diterima. Pada prinsipnya tidak dilakukan seleksi, tetapi apabila jumlah pendaftar melebihi kuota dilakukan seleksi usia. Seleksi usia dilakukan dengan cara memberi prioritas kepada anak yang usianya lebih tua. Sesuai dengan ketentuan penerimaan peserta didik baru dari pemerintah Kabupaten Kulon Progo kuota untuk setiap rombongan belajar adalah 28 anak ditambah maksimum 4 anak berkebutuhan khusus. Apabila dalam penerimaan peserta didik baru terdapat anak berkebutuhan khusus maka sekolah mendatangkan Guru Pembimbing Khusus GPK dari Sekolah Luar Biasa SLB sebagai solusi untuk memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus. GPK bertugas mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran dan memberikan saran kepada guru kelas dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Hal itu dilakukan karena guru kelas tidak dipersiapkan sebagai guru anak berkebutuhan khusus melalui seleksi. Keberadaan anak berkebutuhan khusus diketahui berdasarkan kegiatan identifikasi Kustawan 2013: 94. Sarana dan prasarana sekolah pun disesuaikan dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Idealnya sekolah inklusi harus menyediakan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan untuk diakses oleh anak berkebutuhan khusus, meliputi: 1 jalan menuju halaman sekolah; 2 pintu ruang kelas; 3 jendela; 4 koridor kelas; 5 ruang kelas; 6 perpustakaan; 7 laboratorium; 8 ruang konseling; 9 arena olahraga; 10 arena bermain dan taman sekolah; 11 toilet; 12 tangga; 13 penyeberangan jalan menuju sekolah; dan 14 tanda-tanda khusus sekolah di lingkungan sekitarnya, namun berdasarkan data sarana dan prasarana yang dapat dipenuhi baru meliputi gedung, perpustakaan, kantin, UKS, mushola, WC, plengsengan, dan pegangan. Semua anak berkebutuhan khusus mendapatkan fasilitas yang sama dari sekolah. Sumber daya biaya yang digunakan untuk memfasilitasi semua siswa, baik anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus, diperoleh dari dana BOS, yaitu: BOS pusat, BOS provinsi, dan BOS kabupaten. Sumber daya biaya tersebut dikelola sesuai dengan petunjuk teknis dari pemerintah dan tanpa campur tangan wali siswa. Kegiatan yang dilakukan guru setelah peserta didik baru adalah melakukan identifikasi terhadap anak. Identifikasi adalah upaya guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatankelainangangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional, dan soasial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya Kustawan 2013: 93. Guru-guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo melakukan identifikasi dengan cara mengamati perilaku dan wawancara dengan anak. Kegiatan identifikasi tersebut akan menghasilkan data tentang anak yang termasuk berkebutuhan khusus dan yang tidak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data yang diperoleh maka selanjutnya ditentukan bentuk layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, yaitu kurikulum yang dikembangkan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah dengan mengacu pada pedoman dan model kurikulum dari pemerintah. Semua guru sudah memahami prinsip-prinsip pendidikan inklusi. Kurikulum yang diberlakukan sudah memenuhi 4 komponen utama, yaitu tujuan, isimateri, proses, dan evaluasi Kustawan 2013: 107. Meskipun di dalam kurikulum belum terdapat program khusus bagi anak berkebutuhan khusus, namun dalam pelaksanaan pembelajaran guru sudah melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan anak berkebutuhan khusus secara fleksibel. Guru-guru sudah merancang sistem pembelajaran yang mendorong keaktifan dan kreatifitas anak. Penyusunan kurikulum oleh sebagian besar sekolah dasar inklusi belum mempertimbangkan keragaman anak, baik keragaman latar belakang maupun keragaman kemampuan anak, karena anak berkebutuhan khusus yang ada masih dalam level ringan. Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru sudah sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran guru menentukan indikator yang lebih rendah bobotnya bagi anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan indikator bagi anak tidak berkebutuhan khusus. Penyesuain itu dilakukan karena pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpusat pada anak. Bahan ajar yang digunakan untuk mengajar anak sudah memenuhi 3 aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap Kustawan 2013: 111. Dalam kegiatan belajar mengajar anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus dijadikan satu, namun anak berkebutuhan khusus diberi pendampingan oleh guru. Guru menerapkan berbagai metode pembelajaran sebagai strategi agar anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dapat mengikuti dan menangkap materi pembelajaran dengan baik. Guru menyiapkan suasana belajar yang efektif dan kondusif dengan selalu menciptakan suasana yang menyenangkan. Pendekatan yang diterapkan guru agar anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dapat menangkap materi pelajaran dengan maksimal adalah pendekatan personal. Pendekatan personal maksudnya adalah disamping penyampaian materi secara klasikal guru juga memberikan bantuan individual kepada setiap anak lebih-lebih anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus ditempatkan di dekat meja guru dimaksudkan agar guru mudah memantau dan memberikan bantuan individual. Ruang kelas hendaknya ditata agar menunjang suasana belajar yang kondusif dan memudahkan anak baik anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus untuk beraktivitas. Meja dan kursi seyogyanya dapat diatur sehingga dengan mudah dapat dipindahkan untuk mempersiapkan kerja kelompok Kustawan 2013: 114. Lantai dibawah pintu kelas dibuat plengsengan agar memudahkan anak berkebutuhan khusus yang memakai kursi roda masuk atau keluar kelas. Pencahayaan ruang kelas dibuat cukup terang agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. Dinding kelas difungsikan untuk memajang hasil karya anak. Media pembelajaran disimpan di gudang. Dalam proses pembelajaran kadang-kadang anak diatur berkelompok untuk mengembangkan keterampilan bekerja dalam kelompok. Anak-anak kadang-kadang diatur dalam kelompok besar tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil sesuai dengan bahan ajar yang diajarkan. Pengaturan dengan kelompok besar memiliki kelebihan yaitu guru mudah dalam memantau kelompok, tetapi juga memiliki kekurangan yaitu anak berkebutuhan khusus kurang dapat tertangani dengan baik. Pengaturan dengan kelompok kecil juga memiliki kelebihan yaitu setiap anak dapat dipantau oleh guru, tetapi kekurangannya adalah terlalu banyak kelompok sehingga pemantauan terhadap kelompok sulit dilakukan oleh guru. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan penggunaan kelompok besar maupun kelompok kecil maka guru lebih senang menggunakan kelompok kecil. Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk memastikan tingkat ketunaan anak Kustawan 2013: 97. Asesmen dilakukan oleh ahlinya yaitu psikolog dari SLB. Anak-anak yang diikutkan dalam kegiatan asesmen terlebih dahulu diidentifikasi oleh guru kelas dengan cara menganalisis hasil tes penguasaan materi belajar dan hasil pengamatan perilaku anak. Guru juga menyiapkan data tentang anak yang akan diikutkan dalam kegiatan asesmen secara lengkap untuk menunjang proses asesmen. Tes screening dilakukan sekali dalam setahun yaitu pada awal tahun pelajaran sesudah pelaksanaan penerimaan peserta didik baru. Tes screening bertujuan untuk menyaring anak-anak yang diduga berkebutuhan khusus. Cara untuk melakukan tes screening yaitu dengan membandingkan hasil tes penguasaan materi pelajaran dengan hasil pengamatan perilaku dan fisik anak. Dalam pelaksanaan tes screening anak-anak didampingi tenaga profesional dari SLB. Sekolah melakukan tes diagnosis pada saat-saat awal tahun pembelajaran. Tes diagnosis bertujuan untuk mengetahui hambatan-hambatan belajar pada anak, dilakukan dengan cara menganalisis hasil pengamatan perilaku dan hasil belajar anak. Tujuan dilakukannya tes diagnosis adalah sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bentuk layanan kepada anak. Sekolah menyusun program layanan kepada anak berkebutuhan khusus berdasarkan hasil tes diagnosis. Hasil tes diagnosis disampaikan kepada orang tua anak secara langsung dan bersifat rahasia. Cara menyampaikan hasil tes diagnosis yaitu orang tua anak dipanggil ke sekolah kemudian kepala sekolah menyampaikan hasil tes tanpa diketahui orang lain. Sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo belum melakukan penempatan program dalam pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Proses pembelajaran terhadap anak berkebutuhan khusus dilakukan bersama-sama dengan anak tidak berkebutuhan khusus di ruang kelas umum. Anak berkebutuhan khusus dalam mengikuti proses pembelajaran mendapat pendampingan dari GPK. Pendampingan ini dilakukan untuk melayani anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya. Seyogyanya sekolah juga melaksanakan penempatan program dalam pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus agar pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan maksimal. Sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo tidak menyusun kurikulum tersendiri bagi anak berkebutuhan khusus. Kurikulum disusun untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus. Meskipun kurikulum yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus dan yang diperuntukkan bagi anak tidak berkebutuhan khusus sama, tetapi guru-guru menetapkan indikator yang lebih rendah bagi anak berkebutuhan khusus dalam program pembelajaran. Guru-guru mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada anak apabila hasil evaluasi pengajaran menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum dapat tercapai. Keadaan itu ditandai dengan rendahnya nilai capaian dalam evaluasi belajar dari mayoritas anak sehingga Kriteria Ketuntasan Minimal KKM belum tercapai. Anak yang capaian nilainya dibawah KKM disebut belum tuntas, sebaliknya apabila telah mencapai KKM atau lebih disebut tuntas. Apabila nilai capaian yang belum mencapai KKM jumlahnya sedikit maka langkah yang dilakukan guru adalah dengan melakukan kegiatan perbaikan bagi yang belum tuntas dan melakukan pengayaan bagi yang sudah tuntas. Perubahan program pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah pada metode dan pendekatan pembelajaran. Guru-guru melakukan evaluasi terhadap program pembelajaran yang sudah dilaksanakan lebih-lebih program pembelajaran terhadap anak berkebutuhan khusus. Apabila tujuan program pembelajaran yang telah dilaksanakan tidak dapat berhasil dengan baik maka dilakukan modifikasi program pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Modifikasi program dilakukan dengan cara menentukan indikator khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Indikator bagi anak berkebutuhan khusus bobotnya dibuat lebih rendah dibandingkan indikator bagi anak tidak berkebutuhan khusus. Materi pelajaran bagi anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan kebutuhan anak. KKM untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dibuat sama tetapi bobot KKM untuk anak berkebutuhan khusus lebih rendah Kustawan 2013: 120. Guru-guru menetapkan target dalam evaluasi program pembelajaran, yaitu semua anak harus tuntas dalam capaian nilai evaluasi pembelajaran. Sekolah sudah merancang media pembelajaran untuk menunjang efektivitas proses pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi pelajaran yang dirancang oleh guru. Penggunaan media pembelajaran berdampak positif pada kualitas proses pembelajaran, yaitu anak lebih aktif dan capaian nilainya meningkat. Media pembelajaran yang digunakan ada yang dibuat sendiri oleh guru, ada yang dibeli. Media pembelajaran yang pengadaannya dengan cara membeli, dalam proses pengadaannya dilakukan pemilihan agar sesuai dengan materi pelajaran. Pada umumnya sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo belum maksimal dalam penyediaan dan pembuatan media pembelajaran. Seyogyanya sekolah lebih mengembangkan media pembelajaran adaptif, yaitu media pembelajaran yang dirancang, dibuat, dipilih, dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat dan cocok bagi anak, khususnya bagi anak berkebutuhan khusus. KKM ditentukan berdasarkan rata-rata nilai yang dicapai pada evaluasi sebelumnya. Nilai rata-rata evaluasi tersebut ditetapkan menjadi batas minimal kelulusan. KKM bagi anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus ditetapkan sama, tetapi bobot soal untuk anak berkebutuhan khusus dibuat lebih rendah. Seyogyanya penentuan KKM tidak hanya mempertimbangkan rata- rata nilai yang dicapai pada evaluasi sebelumnya, tetapi juga harus mempertimbangkan kerumitan materi pelajaran dan daya dukung yang lain seperti tersedianya buku-buku sumber, media pembelajaran, dan lain-lain. Guru-guru melakukan identifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi. Aspek-aspek yang akan dievaluasi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Identifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi memudahkan guru dalam menyusun soal evaluasi. Dalam proses identifikasi tersebut juga dilakukan pemetaan kedalaman dan keluasan materi. Guru mempertimbangkan bobot soal yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus, dibuat lebih mudah daripada soal yang diperuntukkan bagi anak tidak berkebutuhan khusus. Evaluasi yang dilakukan guru menggunakan teknik tes dan teknik non tes agar aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat diukur secara lengkap. Penilaian dilakukan bagi semua anak namun bobot soal bagi anak berkebutuhan khusus dibuat lebih rendah. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tingkat penguasaan materi oleh anak. Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan penyampaian materi. Guru menganalisis hasil evaluasi belajar anak sebagai dasar untuk menentukan tindak lanjut pembelajaran. Anak-anak yang capaian nilainya dibawah KKM dilakukan perbaikan, sedangkan anak-anak yang capaian nilainya sama dengan KKM atau lebih dilakukan pengayaan. Guru dan anak didik sama-sama aktif dalam kegiatan evaluasi. Guru menyiapkan perangkat evaluasi, anak melakukan persiapan untuk megikuti evaluasi dengan cara belajar intensif. Orang tua anak berperan besar dalam kegiatan evaluasi yaitu mengawasi dan membimbing anak dalam belajar di rumah. Kegiatan evaluasi sebagai tahapan proses pembelajaran sangat penting karena bermanfaat untuk mengetahui tingkat penguasaan materi oleh anak. Melalui kegiatan evaluasi baik anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dapat diukur sejauh mana penguasaannya terhadap materi pelajaran yang diterima. Khusus bagi anak berkebutuhan khusus guru dapat melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan mereka dengan cara menyiapkan soal yang lebih mudah. 109

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN