Perlengkapan Pertunjukan Toping-toping dalam Pesta Rondang Bittang

54 harus ada pemain performer, penonton audience, pesan yang dikirim dan cara penyampaian yang khas. Berdasarkan pernyataan Sal Mugriyanto tersebut, maka jelas bahwa penonton merupakan salah satu pendukung pertunjukan. Karena sebuah pertunjukan tidak sempurna tanpa adanya penonton. Para pemain juga tidak tahu kemana pesan pertunjukan mereka dapat disampaikan jika tidak ada penerima pesan penonton. Dalam pertunjukan toping-toping pada pesta Rondang Bittang XXVIII di Saribu Dolok, dihadiri oleh penonton yang berasal dari seluruh kecamatan yang berada di kabupaten Simalungun dan orang-orang di luar etnis Simalungun. Pesta rondang bittang merupakan pesta rakyat tahunan Simalungun, sehingga mayoritas yang mengikuti acara tersebut adalah masyarakat Simalungun, walaupun beberapa diikuti oleh penonton dari etnis lain. Dalam pertunjukan tari toping-toping, para penonton diposisikan dengan mengelilingi bagian depan panggung ditambah jajaran dari depannya sehingga memudahkan para penonton untuk melihat pertunjukan tari toping-toping tersebut.

3.3.3 Perlengkapan Pertunjukan

Beberapa perlengkapan perlu dipersiapkan sebelum dimulainya pertunjukan toping-toping. Sehingga perlengkapan ini nantinya akan mendukung jalannya pertunjukan dan menambah daya tarik pertunjukan. Perlengkapan dalam pertunjukan toping-toping diantaranya: panggung, kostum, dan alat musik yang Universitas Sumatera Utara 55 dimainkan. Keseluruh perlengkapan tersebut akan saling melengkapi satu sama lain.

3.3.3.1 Panggung

Panggung merupakan salah satu yang perlu diperhatikan dalam sebuah pertunjukan, karena panggung merupakan tempat dimana sebuah pertunjukan dilaksanakan. Keindahan dan keselarasan panggung dengan materi yang akan dipertunjukan dapat menjadi sebuah kesuksesan sebuah pertunjukan. Dengan demikian panggung dapat juga merupakan salah satu pendukung pertunjukan. Pertunjukan toping-toping pada pesta Rondang Bittang XXVIIIdipentaskan di atas panggung yang berada di lapangan. Panggung didekorasi sedemikian rupa dengan hiasan-hiasan, sperti spanduk, lighting 25 25 Lampu warna-warni yang diprogram sedemikian rupa yang berfungsi untuk penerangan, menambah keindahan dan kemegahan sebuah panggung. , bunga-bunga, dan umbul-umbul beornamentasi Simalungun. Spanduk dipasang sebagai background panggung, bertuliskan ”Selamat datang Pesta Rondang Bittang XXVIII” disertai dengan foto bupati Simalungun bersama istri. Lighting dipasang di bagian depan dan belakang panggung. Bunga-bunga diletakkan di bagian depan bawah panggung dan umbul-umbul berada mengelilingi kerangka depan panggung dengan komposisi warna hitam, merah dan putih berhiaskan ornamentasi Simalungun. Universitas Sumatera Utara 56 Alat-alat musik tradisional berada di bagian kanan belakang panggung, disusun sejajar menghadap penonton. Di atas pangung juga terdapat keyboard Yamahadengan stand dan berada di sudut kiri sejajar dengan alat musik tradisi.

3.3.3.2 Kostum

Dalam sebuah pertunjukan, kostum dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pertunjukan. Dengan demikian kostum juga menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan baik dari segi kesesuaian dan kebutuhannya. Kostum dalam petunjukan toping-toping telah dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan para pemain yang memerankan tokoh-tokoh didalamnya. Dalam pemilihan kostum disesuaikan dengan topeng yang digunakan, misalnya topingdaboru, walaupun yang memerankannya adalah seorang pemain pria namun dia harus tetap mengenakan kostum wanita yang dalam hal ini adalah pakaian adat Simalungun. Sama halnya dengan pemeran topingdalahi yang memang mengenakan kostum pria yang juga merupakan pakaian adat Simalungun. Kostum burung juga dibuat sedemikian rupa, yang disesuaikan dengan ukuran kerangka burung.

3.3.3.2.1 Pakaian Toping Dalahi

Penaritoping dalahi merupakan penari yang menggunakan topeng berparas laki-laki dan sekaligus penarinya adalah seorang laki-laki. Topingdalahi memakai Universitas Sumatera Utara 57 pakaian polang-polang yang merupakan pakaian khas masyarakat Simalungun yang terdiri dari tiga warna yaitu merah, hitam, putih dan hanya dipakai oleh kaum pria Simalungun. Bentuk pakaian ini seperti kemeja dan celana panjang bermotif garis-garis merah, hitam, put ih. Adapun makna yang ditunjukkan dengan warna khas Simalungun yaitu merah, putih, hitam memberikan arti yang khusus untuk menunjukkan bagaimana karakter masyarakat Simalungun. Merah artinya berani, yang menunjukkan kegagahan seseorang akan dirinya yang berani. Putih artinya jujur, yang menunjukkan seseorang yang memiliki kejujuran hati. Hitam artinya sakti, yang menunjukkan seseorang yang memiliki kekuatan ataupun kesaktian. Selain polang-polang masih ada komponen lain yang digunakan untuk pakain toping dalahi yaitu hadang-hadang dan baul-baul. Hadang-hadang merupakan semacam kain gendongan yang diletakkan di bagian bahu sebelah kanan penari. Baul-baul adalah bakul yang diletakkan di bahu sebelah kanan yang melintang secara diagonal yang digunakan sebagai tempat beras untuk memberikan berkat kepada orang dengan cara melemparkannya ke sekelilingnya. Baul-baul ini juga kadang digunakan sebagai tempat uang yang didapat dari hasil sumbangan yang diberikan oleh penonton. Sedangkan pada toping dalahi hanya menggunakan ijuk pada kepalanya yang diisyaratkan sebagai rambut si penari toping-toping yang juga menggunakan kain hitam sebagai penutup bagian belakang kepala si penari. Universitas Sumatera Utara 58

3.3.3.2.2 Pakaian Toping Daboru

Penari toping daboru merupakan penari yang menggunakan topeng berparas wanita. Adapun komponen-komponen yang digunakan oleh pakain penari ini adalah toluk balanga, hatirongga, suri-suri,dan baul-baul. Toluk balanga adalah baju yang dikenakan oleh penari toping wanita yang bercorak warna hitam. Hatirongga adalah bawahan pakaian toping wanita atau rok yang digunakannya yang diikat di bagian pinggang penari. Kainnya bercorak warna merah yang bermotifkan hiou Simalungun. Suri-suri adalah ulos tradisional Simalungun yang diletakkan melintang pada bagian bahu kanan. Baul-baulyang digunakan oleh penari toping-toping sama fungsinya dengan baul-baul yang digunakan oleh penari toping dalahi seperti yang dijelaskan di atas. Sedangkan pada topeng yang dikenakan oleh penari toping daboru terdapat juga anting-anting yang dilekatkan pada telinga topeng tersebut yang disebut purih-purih. Purih-purih ini digunakan untuk menambah kesan penari toping-toping sebagai seorang wanita atau menjadi identitas sebagai seorang wanita. Pada topeng tersebut juga ditempelken ijuk di bagian ujung wajah atas toping daboru yang diisyaratkan sebagai rambut penari toping-toping dan juga kain hitam yang menutupi bagian belakang kepala penari.. Universitas Sumatera Utara 59

3.3.3.2.3 Pakaian Huda-huda

Huda-huda memakai kain berwarna merah, hitam dan putih yang dijahit menjadi satu untuk menutupi seluruh kerangka yang terbuat dari rotan. Pada bagian ekor dibuat juga kain berwarna merah, hitam dan putih. Ekornya terbuat dari sebatang rotan yang panjangnya ± 1 meter. Bagian kepala pada awalnya terbuat dari kepala burung enggang hingga saat ini sudah jarang digunakan kepala asli burung enggang karena susahnya mendapatkan burung enggang dan sekarang yang banyak digunakan kepala burung enggang yang terbuat dari kayu yang sudah diukir. Adapun komponen-komponen yang menjadi pelengkap di bagian kepala huda-huda adalah bambu yang dibentuk seperti jari-jari dengan bulu ayam yang sudah ditempeli sehingga mengibaratkan rambut si huda-huda, pada bagian bambu berbentuk jari-jari itu pula ditempelkan germanik, di bagian leher diikatkan sebuah kiring-kiring, dan benang yang diikatkan di paruh burung enggang tersebut. Rambut huda-huda tersebut terbuat dari rangka bambu yang ditempel dengan bulu ayam sehingga memberikan kesan seekor burung karena pada penari huda-huda hanya menggunakan kepala burung enggang. Germanik merupakan anting-anting yang digunakan huda-huda yang diletakkan tepat pada bagian rambut huda-huda yang berwarna merah hitam putih. Kiring-kiring adalah kerincing yang diikatkan pada bagian leher huda-huda dan ini digunakan sebagai tanda akan pergerakan huda-huda sehingga saat huda-huda berjalan maupun menari kerincing tersebut akan berbunyi. Benang yang digunakan pada paruh burung enggang dihubungkan menembus badan huda-huda sehingga benang tersebut dapat dipegang oleh penari huda-huda dari dalam baju huda- Universitas Sumatera Utara 60 huda. Setelah benang tersebut sudah dipegang, maka penari huda-huda tersebut dapat menggerakkan kepala burung enggang ke kiri maupun ke kanan.

3.3.3.3 Alat Musik Yang Dimainkan

Dalam mengiringitoping-toping dipakai ensambel musik tradisional Simalungun yaitu gonrang sipitu-pitu. Gonrang sipitu-pitu ini terdiri dari satu buah sarune bolon double reeds aerophone, tujuh buah gendang double head membranophone, dua buah mong-mongan idiophone, dan dua buah ogung idiophone. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan satu persatu dari masing-masing instrumen tersebut

3.3.3.3.1 Gonrang

Gonrang termasuk dalam klasifikasi membranophone, terdiri dari tujuh buah gendang yang disusun sejajar atau digantung pada sebuah rak yang sesuai nada do-re-mi-fa-sol-la-si. Alat musik ini terbuat dari kayu resse atau kayu nangka dan kulit lembu atau kambing

3.3.3.3.2 Sarune Bolon

Sarune bolon adalah alat musik yang masuk dalam klasifikasi aerophone yang memiliki lidah ganda double reeds aerophone. Ini diambil menurut sistem klasifikasi oleh Curt Sach dn Hornbostel 1980:18. Dalam ensambel gonrang sipitu-pitu, sarune merupakan pembawa melodi yang dimainkan oleh satu orang. Universitas Sumatera Utara 61 Sarune terbuat dari kayu silastom yang memiliki enam buah lubang yang sejajar dengan bibir bagian atas dan satu buah lubang sejajar dengan bibir bagian bawah jika dilihat dalam posisi memainkannya. Sarune juga memiliki penahan bibir yang terbuat dari tempurung kelapa berbentuk bulat berdiameter ± 3,5 cm. Sarune menggunakan dua buah reed lidah getar yang terbuat dari daun kelapa. Pada bagian ujung sarune terdapat bambu yang disambung dengan badan sarune yang disebut sigumbang.

3.3.3.3.3 Mong-mongan

Mong-mongan termasuk dalam klasifikasi idiophone, sejenis gong berpencu yang terbuat dari perunggu atau kuningan. Mong-mongan merupakan pembawa tempo yang dimainkan oleh satu orang. Mong-mongan terdiri dari sibanggalan dan sietekan. Mong-mongan sibanggalan memiliki keliling 63 cm, gari tengahnya 19 cm, pencunya 6 cm, dan tebalnya 3 cm. Mong-mongan sietekan memiliki keliling 53,5 cm, garis tengah 16 cm, pencu 4 cm, dan tebalnya 2,5 cm.

3.3.3.3.4 Ogung

Ogung juga termasuk dalam klasifikasi idiophone, terbuat dari logam dan mempunyai pencu. Ogung merupakan pembawa tempo yang dimainkan oleh satu orang. Dalam ensambel gonrang sipitu-pitu, ogung terdapat dua buah yang disebut ogung sibanggalan dan ogung sietekan. Universitas Sumatera Utara 62 BAB IV ANALISIS PERTUNJUKAN TOPING-TOPING OLEH TIGA KELOMPOK TOPING-TOPING Analisis yang dilakukan oleh penulis akan memberikan petunjuk dan pengarahan terhadap bagaimana pertunjukan toping-toping ini disajikan. Kemudian tulisan ini akan dijelaskan berdasarkan hasil dokumentasi penulis yang didapat dari lapangan yang akan disesuaikan dengan hasil kerja laboratorium. Sesuai dengan asumsi yang diberikan Nettl 1964:131 bahwa hasil dokumentasi inilah yang akan dijadikan sebagai media untuk mengkomunikasikan pengetahuan musik dan tari terhadap pembaca dengan menggambarkannya dalam bentuk pola visual. Analisis dalam tulisan ini akan melihat pertunjukan tari toping-toping dari beberapa aspek yang turut membentuk tari ini baik dari segi komposisi yang mendukungnya. Adapun beberapa komposisi yang penulis maksud adalah tari toping-toping tersebut, pertunjukan tari toping-toping tersebut, dan musik yang digunakan untuk mengiringi tari tersebut. Dengan komposisi tersebut maka penulis akan membentuk sebuah morfologi yang akan membantu para pembaca dalam memahami dan mengamati objek penelitian penulis. Pertunjukan dalam hal ini akan menunjukkan tiga kelompok pemaintoping-toping sehingga dapat melihat pokok permasalahan tulisan ini yang melihat aspek pertunjukannya secara khusus. Pemaparan dalam bab III akan membantu dalam melihat bagaimana Universitas Sumatera Utara 63 konsep pertunjukan toping-toping ini dalam bentuk penyajian upacara dengan penyajian oleh ketiga kelompok pemain toping-toping ini dalam konsep penyajian non-upacara. Sehingga dalam melihat pertunjukannya penulis mengajak pembaca untuk melihat bagaimana perbandingan yang ditunjukkan dalam penyajian tari toping-toping dalam dua konsep yang berbeda dengan fokus terhadap satu kajian pertunjukan tari dengan konsep non-upacara dalam hal ini ditunjukkan dalam pesta rondang bittang dengan tiga kelompok pemain toping-toping. Untuk itu dalam bab ini penulis akan memfokuskan tulisan terhadap komposisi yang digunakan penyajian ketiga kelompok pemaintoping-toping yang disajikan dalam bentuk pertunjukan non-upacara dengan “duplikasi” tari toping-toping yang disajikan dalam bentuk upacara.

4.1 Proses Analisis