20
2.2 Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan merupakan sistem pertalian keluarga yang sedarah maupun yang masih memiliki hubungan keluarga. Sistem kekerabatan sangat
penting dalam kehidupan masyarakat tradisi karena selalu memerlukannya dalam segala aktivitas budayanya. Dalam sistem kekerabatan Simalungun, ada dua cara
untuk menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang di dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun, pertama menurut garis keturunan pihak laki-
laki ayah disebut juga patrilineal dan kedua adanya pertalian darah akibat perkawinan sehingga dapat ditarik garis keturunan dari kedua orangtua disebut
juga bilateral. Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat perkawinan Simalungun, masyarakat Simalungun termasuk masyarakat yang
menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari garis keturunan ayah garis keturunan laki-laki yang secara otomatis jika anak laki-laki dan perempuan
lahir akan mengikuti garis keturunan ayah 1985:108. Oleh karena itu kekerabatan menyangkut jauh dekatnya hubungan seseorang dengan seseorang
individu dan antara seseorang dengan sekelompok orang keluarga dapat dilihat berdasarkan posisi dari kedua hal tersebut.
Ditegaskan kembali oleh Kenan Purba dalam bukunya Adat Istiadat Simalungun yang menyatakan bahwa kekerabatan timbul akibat dua hal, yaitu
disebabkan adanya hubungan darah dan akibat adanya perkawinan. Adapun kekerabatan yang dilihat dari hubungan darah merupakan kekerabatan yang dilihat
dari garis keturunan sedarah yang masih keluarga ataupun yang masih dalam garis keturunan ayah garis keturunan laki-laki. Dengan menerapkan pengertian
Universitas Sumatera Utara
21
seperti itu membuat masyarakat Simalungun menggunakan paham patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan ayah. Sedangkan kekerabatan yang disebabkan
adanya perkawinan merupakan kekerabatan yang dilihat dari keluarga dari kedua belah pihak yang dilihat dari relasi dari setiap keluarganya. Sehingga dapat
dilihat bagaimana peran garis keturunan pihak laki-laki untuk generasi penerus dalam masyarakat Simalungun.
Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam suatu
keluarga di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama dengan marga si ayah. Tradisi seperti ini membuat posisi seorang anak laki-laki
dalam sebuah keluarga sangat penting karena merupakan generasi penerus marga keluarganya. Sehingga jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki
maka penerus marga sang ayah dalam keluarga tersebut akan terputus. Dan pada umumnya masyarakat Simalungun lebih condong terhadap keturunannya laki-laki
mengingat pentingnya peran laki-laki dalam sistem tradisi masyarakat Simalungun.
Sistem kekerabatan dalam masyarakat Simalungun juga dilihat dari garis keturunan marga-marga induk yang akan dilihat hubungannya dengan garis
keturunan ayah dan ibu. Adapun golongan marga induk yang ada di Simalungun adalah Purba, Saragih, Damanik, dan Sinaga. Masing-masing marga tersebut
mempunyai cabang sendiri yang merupakan satu keturunan. Adapun marga- marga di Simalungun beserta cabang-cabangnya dilihat dari tempat asalnya pada
zaman kerajaan dulu adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
22
1. Marga Purba berpusat di Pematang Purba dan terbagi atas:
- Purba Tambak
- Purba Tambunsaribu
- Purba Sidadolok
- Purba Dasuha
- Purba Girsang
- Purba Sigumonrong
- Purba Siboro
- Purba pak-pak
- Purba Sidagambir
- Purba Tanjung
- Purba Tondong
2. Marga Saragih berpusat di Pematang Raya dan terbagi atas:
- Saragih Garingging
- Saragih Sumbayak
- Saragih Munthe
- Saragih Dajawak
- Saragih Simanihuruk
- Saragih Simarmata
- Saragih Sidauruk
- Saragih Sitio
- Saragih Turnip
Universitas Sumatera Utara
23
3. Marga Damanik berpusat di Pematang Siantar dan terbagi atas:
- Damanik Malau
- Damanik Barita
- Damanik Limbong
- Damanik Tomok
- Damanik Rampogos
4. Marga Sinaga berpusat di Pematang Tanah Jawa dan terbagi atas:
- Sinaga Sipayung
- Sinaga Haloho
- Sinaga Sitopu
- Sinaga Dadihoyong
Sistem kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Simalungun berdasarkan prinsip tolu sahundulan dan lima saodoran. Tolu sahundulan terdiri dari
tondong
11
, sanina
12
, anak boru
13
11
Tondong adalah saudara laki-laki dari ayah atau ibu
12
Sanina adalah sanak saudara satu marga
13
Anak boru adalah pihak ipar
. Dalam pengaturan tempat duduk parhundulan pihak dari sanina di jabu bona sebelah kanan rumah, pihak kelompok tondong
di sebelah kanan pihak sanina, dan pihak anak boru di sebelah kanan pihak tondong. Itulah sebabnya dikatakan tolu sahundulan pengaturan tempat duduk
dalam tiga kelompok. Lima saodoran ialah kerabat keluarga luas yang merupakan gabungan dari seluruh lembaga adat dan hal ini terjadi pada saat
upacara besar. Jadi pengertian lima disini ialah pesta upacara yang dihadiri oleh
Universitas Sumatera Utara
24
lima kelompok kerabat yang terdiri dari tondong kelompok istri, sanina sanak saudara satu keturunanmarga, anak boru pihak ipar, tondong ni tondong
kelompok pemberi istri kepada tondong, anak boru mintori kelompok boru dari ipar. Dalam setiap upacara adat, para kerabat-kerabatnya akan membawa
rombongan masing-masing dengan bawaannya buah tangan masing-masing juga. Tetapi karena mereka terdiri dari satu kaum kerabat, maka buah tangannya
dibuat menjadi satu. Sebagai contoh misalnya pada saat upacara perkawinan, rombongan dari tiap kaum kerabat membuat acaranya secara bergiliran dalam
upacara tersebut. Pihak perwakilan pesta akan memanggil mereka untuk mempersembahkan sesuatu untuk pihak yang melakukan upacara perkawinan
tersebut. Hal ini merupakan suatu kehormatan bagi masyarakaat Simalungun untuk menunjukkan sistem kekerabatannya Kenan Purba 1997:32.
2.3 Mata Pencaharian