Teori Evolusi Sosial Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

28 perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi. Sedangkan para ahli lain mendefinisikan masyarakat secara bermacam-macam, namun secara garis besar dan berbagai macam pengertian tersebut mempunyai arti yang sama. Menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Sedangkan menurut Ralph Linton, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas Soekanto, 2010: 22. Pada dasarnya pengertian masyarakat di atas isinya sama, yaitu masyarakat yang mencakup beberapa unsur sebagai berikut Soekanto, 2010: 22 : 1 Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama 2 Bercampur untuk waktu yang cukup lama 3 Mereka sadar bahwa mereka adalah suatu kesatuan 4 Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama

b. Pengertian Masyarakat Desa

Masyarakat desa adalah masyarakat yang memiliki karakteristik masih saling berinteraksi dalam kegiatan bermasyarakatt dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, karakteristik 29 tersebut dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa yang masih bergotong royong. Terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum, Lorent Febrian2011 menyebutkan berikut ini ciri-ciri masyarakat desa: 1 Sederhana 2 Mudah curiga 3 Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku di daerahnya 4 Memiliki sifat kekeluargaan 5 Lugas atau berbicara apa adanya 6 Tertutup dalam hal keuangan mereka 7 Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota 8 Menghargai orang lain 9 Demokratis dan religius 10 Jika berjanji akan selalu diingat Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhan, dengan menjunjung sikap kekeluargaan dan gotong royong antar sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang sering digunakan masyarakat pedesaan.

5. Tinjauan mengenai Penanggunalangan Bencana a. Kesiagaan Menghadapi Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam danatau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerugian lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis Undang-undang No. 24 Tahun 2007, Pasal 1 Ayat 1. 30 Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah dilanda berbagai bencana alam yang memakan korban ratusan ribu jiwa, serta membawa kerugian ratusan triliun rupiah. Beraneka bentuk bencana alam telah terjadi di Indonesia, mulai dari banjir, tanah longsor, angin puting beliung, gunung meletus, gempa bumi, hingga tsunami. Bencana ini terjadi hampir di setiap provinsi yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mewaspadai potensi bencana alam yang bisa terjadi sewaktu-waktu di sekitar kita. Ancaman bencana bukan hanya tanggung jawab perorangan atau lembaga tertentu saja, akan tetapi menjadi tanggung jawab berbagai pihak baik lembaga pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, dan masyarakat umum guna menumbuhkan kesiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana. Pembangunan ketahanan masyarakat dalam mengurangi resiko bencana menjadi prioritas pembangunan nasional sejak disepakatinya Kerangka Aksi Hyogo atau hyogo Framework for Action 2005-2015 dan selanjutnya disebut HFA oleh sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam HFA tersebut dicantumkan 5 prioritas aksi untuk membangun ketahanan komunitas dalam pengurangan resiko bencana, yaitu : 1 Komponen pemerintahan 2 Pengukuran resiko 3 Pengetahuan dan pendidikan 31 4 Penurunan kerentanan dan manajemen resiko 5 Kesiapsiagaan dan penanganan darurat Dalam menghadapi bencana yang bisa sewaktu-waktu terjadi, diperlukan kesiagaan menghadapi bencana. Dalam leafleat Mengelola Bencana yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB, dijelaskan tentang kegiatan kesiagaan menghadapi bencana meliputi : 1 Mengetahui potensi ancaman bencana alam Untuk menghadapi bencana alam, kita perlu mengetahui potensi ancaman bencana alam yang paling mungkin terjadi di wilayah tempat tinggal kita. Informasi mengenai ini bisa di dapat dari instansi pemerintah, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD, Badan Geologi, BMKG, dan instansi terkait yang menangani kebencanaan. Dengan mengetahui informasi ini, maka kita bisa mengetahui daerah-daerah mana yang rawan bencana sekaligus daerah-daerah yang aman. 2 Menyusun Rencana Penanggulangan Bencana Setelah kita menyadari dan mengenali potensi ancaman bencana yang mungkin terjadi di wilayah kita, maka kita perlu menyusun Rencana Penanggulangan Bencana guna menghadapi ancaman tersebut. Rencana ini bertujuan untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian berupa harta benda. Mitigasi bencana merupakan tindakan Penanggulangan Bencana yang meliputi 32 Kesiapsiagaan, Tanggap Darurat, Pemulihan awal, dan Rehabilitasi Rekonstruksi. 3 Menyusun Rencana Kontinjensi Rencana kontinjensi adalah suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan atau situasi yang akan segera terjadi, pada keadaan yang tidak menentu. Penekanan rencana kontinjensi adalah kesiapsiagaan menghadapi bencana, yaitu suatu proses yang mengarah pada kesiapan dan kemampuan untuk memperkirakan terjadinya bencana, mencegah dan mengurangi resiko serta menanggulangi bencana. Rencana Kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama antara pemerintah daerah dan stake holder yang ada setelah dilakukan analisis terhadap bencana dan analisis resiko. Rencana Kontinjensi disusun berdasar prinsip kebersamaan, terbuka, kejelasan dalam pembagian peran dan tugas setiap pelaku, mengikat sebagai konsensus bersama serta dibuat untuk menghadapi keadaan darurat. 4 Sistem Peringatan Dini Sistem peringatan dini yang tepat, cepat, dan akurat menjadi dasar dilakukannya evakuasi. Peringatan dini ini dimaksudkan untuk mengingatkan dan menyiagakan masyarakat dan petugas operasi tanggap darurat setempat atas kemungkinan terjadinya bencana. Dengan adanya peringatan dini ini masyarakat bisa 33 menyiapkan diri sebelum dilakukan evakuasi, misalnya dengan mengemasi barang-barang yang sekiranya penting untuk dibawa saat mengungsi dan tidak membebani. Peringatan dini disebarluaskan kepada masyarakat melalui berbagai cara, seperti menggunakan sirine, megaphone, pengeras suara, kentongan, HT, telepon seluler dan lain sebagainya. Bagi petugas operasi tanggap darurat, peringatan dini aadalah perintah untuk segera mempersiapkan peralatan khusus guna mengevakuasi masyarakat yang masuk dalam kelompok rentan. Selain itu juga perintah untuk segera mempersiapkan kendaraam untuk evakuasi, mengkoordinir masyarakat menuju titik kumpul evakuasi, memimpin evakuasi hingga tempat pengungsian, menyiapkan sarana dan prasarana di tempat pengungsian, mempersiapkan dapur umum, dan pendataan jumlah pengungsi untuk mempersiapkan kebutuhan logistik yang diperlukan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan kesiagaan menghadapi bencana meliputi mengetahui potensi ancaman bencana alam, menyusun rencana penanggulangan bencana, menyusun rencana ontinjensi, dan sistem peringatan dini.

b. Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

Sistem Nasional Penanggulangan Bencana adalah sistem pengaturan yang menyeluruh tentang kelembagaan, penyelenggaraan, tata kerja, dan mekanisme serta pendanaan dalam penanggulangan 34 bencana, yang ditetapkan dalam pedoman atau peraturan dan perundangan Undang-undang No. 24 Tahun 2007. Secara kelembagaan, penanggungjawab upaya penanggulangan bencana di Indonesia berada pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala BNPB didukung oleh unsur pengarah dan pelaksana. Dalam kegiatan penanggulangan bencana, diperlukan keterlibatan antar pihak yang sesuai dengan kewenangan masing-masing sehingga dibutuhkan koordinasi yang kuat. Koordinasi ini bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan operasional bersama guna mewujudkan pengelolaan bencana secara menyeluruh pada aspek ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial budaya masyarakat. Pihak-pihak yang terkait dapat penanggulangan bencana unsur pengarah meliputi : 1 Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB, yaitu badan pemerintah daerah yang memiliki wewenang dan tangung jawab untuk melakukan dan penanggulangan terhadap bencana yang terjadi pada daerah yang bersangkutan. 2 Badan Geologi, yaitu instansi pemerintah yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan mitigasi bencana geologi meliputi gunungapi, gempa bumi, dan tanah longsor. 3 Balai Besar Wilayah Sungai BBWS, yaitu instansi pemerintah yang mengelola sumberdaya air meliputi perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi sumberdaya air, pengembangan sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai. 4 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisikan BMKG, yaitu yaitu instansi pemerintah yang memberikan informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat 35 berkenaan dengan bencana karena faktor meteorologi, klimatologi, dan geofisika. 5 Dinas Sosial, yaitu instansi pemerintah yang ada di KabupatenKota, bertugas untuk menangani bidang kesejahteraan, termasuk di dalamnya membantu masyarakat yang dilanda bencana, melalui Taruna Siaga Bencana Tagana yang sudah terlatih dalam upaya-upaya penanganan bencana. 6 Dinas Pekerjaan Umum, yaitu instansi pemerintah yang bertugas untuk melaksanakan pengelolaan, pengembangan wilayah dan teknik konstruksi. 7 Dinas Kesehatan, yaitu instansi pemerintah yang bertugas memberikan layanan kesehatan melalui Puskesmas dan Rumah Sakit pemerintah maupun swasta. 8 Kepolisian, yaitu instansi pemerintah yang berfungsi menjaga keamanan dam ketertiban masyarakat, termasuk juga melindungi keselamatan manusia dan harta bendanya. Instansi ini bisa melakukan tindakan-tindakan yang bersifat darurat dalam penanganan bencana. 9 Tentara Nasional Indonesia TNI, yaitu organisasi yang paling efektif, termasuk untuk memberi pelatihan kepada masyarakat guna meningkatkan kemampuan dalam bidang operasi di lapangan. 10 Palang Merah Indonesia PMI, yaitu sebagai lembaga penolong kemanusiaan,PMI mempunyai kemampuan SAR, memberikan pertolongan pertama, dan penyediaan darah guna keperluan transfusi. 11 Search and Rescue SAR, yaitu organisasi yang menaruh perhatian pada usaha-usaha pencarian, pertolongan dan penyelamatan orang-orang yang menjadi korban dalam suatu musibah atau bencana. 12 HansipLinmas, yaitu kelompok masyarakat sipil yang bertugas membantu kepolisian dalam hal perlindungan keamanan kepada masyarakat. Secara organisasi mereka di bawahi oleh Kantor Kesbanglinmas. 13 Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana KMPB, merupakan kelompok masyarakat yang anggotanya telah terlatih dan memiliki kemampuan untuk melakukan upaya-upaya penanganan bencana. 14 Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, di mana LSM lokal bisa membantu masyarakat dalam menanggulangi bencana, mulai dari 36 pendataan korban dan kebutuhan hingga menghubungkan masyarakat dengan instansi atau lembaga lain 15 Media massa yang dapat membantu menyebarkan berita tentang bencana kepada masyarakat luas untuk membangun simpati dan empati masyarakat agar tergerak memberikan bantuan. Berikut ini adalah bagan Sistem Nasional Penanggulangan Bencana dan keterkaitan antar pihak. Unsur Pemerintah Unsur Profesional Unsur pemerintah dan unsur profesional Gambar 2.1 Sistem Nasional Penanggulangan Bencana Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diperlukan keterlibatan antar pihak yang sesuai dengan kewenangan masing-masing sehingga dibutuhkan koordinasi yang kuat untuk menanggulangi BNPB Unsur Pengarah Unsur Pelaksana BNPB Unsur Pengarah Unsur Pelaksana BNPB Unsur Pengarah Unsur Pelaksana 37 bencana. Pihak-pihak terkait dalam penanggulangan bencana unsur pengarah meliputi BPBD, Badan Geologi, BBWS, BMKG, Dinas Sosial, DPU, Dinas Kesehatan, Kepolisian, TNI, PMI,SAR, HansipLinmas, KMPB, LSM, dan media massa.

c. Prosedur Tetap Dusun tentang Penanggulangan Bencana

Prosedur tetap dusun tentang penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan pedoman masyarakat tentang ancaman bahaya bencana alam yang potensial terjadi di wilayah mereka, tatacara penanggulangannya, dan teknis penyampaian informasi penting yang mendesak kepada pemerintah untuk mendapatkan tindak lanjut. Leafleat Wajib latih Penanggulangan Bencana, BNPB. Dalam Leafleat Wajib latih Penanggulangan Bencana yang diterbitkan oleh BNPB, dijelaskan tentang hal-hal yang harus ada dalam prosedur tetap dusun tentang penanggulangan bencana. Hal-hal tersebut meliputi : 1 Karakteristik dusun yang meilputi peta wilayah, data penduduk dan kelompk yang rentan terkena bencana, sarana dan prasarana yang ada, data kapasitas relawan, serta data harta benda baik milik masyarakat maupun pemerintah 2 Mekanisme penanggulangan bencana dusun yang meliputi struktur organisasi tata laksana penanggulangan bencana, perlatan komuniakasi, pemantuan wilayah yang dianggap rawan, dan aspek peringatan dini. 38 3 Evakuasi dan tempat pengungsian meliputi jalur evakuasi dan identifikasi alat transportasi.

B. Kerangka Bepikir

Pola-pola perilaku sosial dapat berubah manakala masyarakat menghadapi situasi yang menguntungkan atau sebaliknya. Seperti yang diketahui bahwa pada tanggal 28 Oktober 2010 salah satu gunung berapi di Yogyakarta mengalami erupsi yang menarik pehatian banyak kalangan. Erupsi merapi merupakan situasi yang tidak menguntungkan yang dialami oleh masyarakat di sekitarnya temasuk di desa Glagaharjo. Pra erupsi merapi masyarakat hidup secara normal tanpa adanya ancaman yang membuat kehidupan sosial masyarakat terganggu. Pola-pola perilaku ini akan berubah terkait dengan interaksi sosial yang mereka lakukan. Menurut Soerjono Soekanto 2006: 64, bentuk- bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama cooperation, persaingan competition, dan bahkan juga dapat berbentuk pertentangan atau pertikaian conflict. Sebelum erupsi merapi, masyarakat hidup dengan lingkungan yang bejarak dengan satu sama lainya sehingga membuat masyarakat desa Glagaharjo ini tidak terlalu membutuhkan sosialisasi secara utuh. Kehidupan seperti itu juga tidak menjanjikan masyarakat satu dengan yang lainnya saling akur tanpa ada rasa iri dan dengki dikarenakan masalah sosial. Namun dengan adanya erupsi merapi masyarakat desa Glagaharjo yang tadinya hidup dilingkunganya sendiri harus berpindah ke hunian tetap dengan halaman yang sempit dan rumah saling menempel 39 satu sama lainya. Ini menyebabkan masyarakat harus secara tepaksa saling sapa menyapa dan rukun atau melakukan interaksi sosial. Bersosialisaasi dengan tetangga meskipun tetangga yang berada dihunian tetap ini masih sama dengan lingkungan yang dulu. Namun disini belum tentu masyarakat berbaur dengan ikhlas dikarenakan perilaku masalalu yang masih tertinggal mungkin perlakuan tidak disukai. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan kehidupan yang dialami oleh masyarakat korban erupsi terutama di desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Secara garis besar alur berpikir terdapat dalam gambar berikut ini: Bencana Alam Erupsi Merapi Pasca Pra - Tinggal di hunian tetap - Masyarakat mengalami tekanan psikologis - Mata pencaharian keterampilan, berdagang - Tinggal dilingkungan asal - Masyarakat hidup normal tanpa tekanan psikologi - Mata pencaharian bertani, beternak Perubahan peilaku Interaksi sosial kerjasama kompetisi konflik 40 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana perubahan pola perilaku sosial masyarakat pasca erupsi merapi di Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta? a. Bagaimanakah perilaku sosial masyarakat pasca erupsi merapi? b. Bagaimana interaksi sosial masyarakat pasca erupsi merapi? 2. Apa dampak yang di timbulkan Pasca Erupsi Merapi terhadap Masyarakat di Huntap Banjarsari? a. Apa dampak ekonomi yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi terhadap masyarakat di Huntap Banjarsari? b. Apa dampak sosial yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi terhadap masyarakat di Huntap Banjarsari? c. Apa dampak relijius yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi terhadap masyarakat di Huntap Banjarsari? d. Apa dampak mental yang ditimbulkan pasca Erupsi Merapi terhadap masyarakat di Huntap Banjarsari?

Dokumen yang terkait

PERUBAHAN SOSIAL PADA MASYARAKAT PASCA BENCANA ERUPSI GUNUNG KELUD (Studi Kasus Tentang Perubahan Perilaku dan Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Padansari Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud)

6 28 28

PENDAHULUAN STUDI FAKTOR PENENTU DALAM PEMILIHAN MATERIAL REKONSTRUKSI RUMAH TINGGAL PASCA ERUPSI MERAPI DI DESA UMBULHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN, KABUPATEN SLEMAN.

0 4 11

TINJAUAN LOKASI PENELITIAN STUDI FAKTOR PENENTU DALAM PEMILIHAN MATERIAL REKONSTRUKSI RUMAH TINGGAL PASCA ERUPSI MERAPI DI DESA UMBULHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN, KABUPATEN SLEMAN.

0 7 18

KESIMPULAN DAN SARAN STUDI FAKTOR PENENTU DALAM PEMILIHAN MATERIAL REKONSTRUKSI RUMAH TINGGAL PASCA ERUPSI MERAPI DI DESA UMBULHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN, KABUPATEN SLEMAN.

0 6 53

PELATIHAN KECAKAPAN VOKASIONAL DALAM MEWUJUDKAN HIDUP MANDIRI : Studi pada Masyarakat Pascabencana Erupsi Merapi di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 12 71

Hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada korban erupsi gunung Merapi yang tinggal di hunian tetap.

0 3 171

PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KORBAN ERUPSI MERAPI DI HUNIAN TETAP (HUNTAP) DONGKELSARI DESA WUKIRSARI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN.

1 5 177

peningkatan berkesenian bagi masyarakat desa kaliurang pasca erupsi merapi

0 0 4

299 EVALUASI POTENSI MATAAIR UNTUK KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PASCA ERUPSI MERAPI 2010

0 1 11

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA KORBAN ERUPSI GUNUNG MERAPI YANG TINGGAL DI HUNIAN TETAP

0 0 169