116
Ratifikasi ACCT menjadi Undang-undang No. 5 Tahun 2012 juga diikuti dengan pandangan pemerintah Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN
lainnya bahwa tidakan terorisme tidak boleh dihubungkan dengan agama, kewarganegaraan, peradaban, dan kelompok etnis manapun, menghormati
kedaulatan masing-masing negara, kesetaraan, integritas wilayah dan identitas nasional, tidak campur tangan urusan dalam negeri, menghormati yurisdiksi
kewilayahan, adanya bantuan hukum timbal balik, ekstradisi, dan menyelesaikan perselisihan secara damai. Dalam ACCT juga terdapat program rehabilitasi bagi
tersangka terorisme untuk kembali ke dalam lingkungan masyarakat, melalui program rehabilitasi ini diharapkan dapat menyelesaikan akar masalah terorisme,
dengan cara perlakuan yang adil dan mausiawi serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam proses penanganannya.
3.2.4. Undang-Undang No. 9 Tahun 2013
Undang-undang No. 9 Tahun 2013 merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia terkait tentang pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana terorisme. Keluarnya undang-undang ini merupakan tindak lanjut dari ratifikasi International Convention for The Supression of The Financing of
Terrorism, 1999 Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, sehingga pemerintah Indonesia wajib untuk menyelaraskan peraturan perundang-
undangan terkait dengan pendanaan terorisme sesuai dengan yang diatur dalam konvensi tersebut. Aksi serangan terorisme yang telah terjadi diyakini berhasil
dilakukan akibat adanya sumbangan dana yang diterima oleh kelompok teroris
Universitas Sumatera Utara
117
dan kemudian dana tersebut digunakan untuk melakukan aksi terornya. Maka untuk pencegahan dini adanya berbagai aksi serangan teroris di Indonesia maupun
di luar negeri maka melalui undang-undang ini menjadi acuan untuk menelusuri aliran dana untuk kegiatan terorisme tersebut.
Dana yang diterima oleh jaringan terorisme yang aktif di Indonesia diyakini juga berasal dari luar negeri. Seperti JI yang banyak mendapatkan
bantuan dana dalam melakukan aksi terorisme, dan tersebut diperoleh dari jaringan teroris internasioal yaitu Al-Qaeda. Oleh karena pendanaan terorisme
tersebut bersifat linats negara sehingga melalui UU No. 9 Tahun 2013 ini akan diatur mekanisme dalam upaya melakukan pencegahan dan pemberantasan
penyediaan dana terorisme ini dengan melibatkan Penyedia Jasa Keuangan, aparat penegak hukum dan kerjasama internasional untuk mendeteksi adanya suatu
aliran dana yang digunakan untuk pendanaan kegiatan terorisme.
107
3.2.5. BNPT dan Detasemen Khusus 88 sebagai Ujung Tombak Penanggulangan Terorisme di Indonesia
Pasca terjadinya tragedi serangan WTC 911 respon pertama pemerintah Indonesia adalah membentuk sebuah kelembagaan penanggulangan terorisme
melalui perintah Presiden Megawati kepada Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Setelah sepuluh hari Bom Bali I meledak pada tanggal 22 Oktober
2002 Indonesia telah mendirikan Desk Koordinasi Penanggulangan Terorisme di bawah Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan. Desk ini memiliki
107
Undang-Undang No. 9 Tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
118
spectrum tugas yang luas danbersifat koordinatif terhadap lembaga-lembaga pemerintah dan badan keamanan yang telah ada sebelumnya, termasuk Kepolisian
dan Militer. Adapun tiga peran utama yang dimiliki Desk ini adalah, yang pertama
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan penyusunan kebijakan dan strategi pemerintah dalam menanggulangi terorisme, termasuk aktivitas intelijen. Yang
kedua adalah mengkoordinasikan aktivitas di bidang penyelidikan dan penuntutan dan langkah-langkah hukum lainnya. Yang ketiga adalah mengkoordinasikan
kerja sama internasional di bidang kelembagaan dan peningkatan kapasitas melalui kerjasama teknis, kepolisian dan kerja sama intelijen.
108
Pada tahun 2010 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 46 Tahun 2010, maka Desk tersebut berkembang menjadi Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme BNPT yang kepalanya dapat mengikuti rapat kabinet sehingga BNPT dapat disejajarkan dengan Kementerian. BNPT
Adanya hambatan birokrasi, dan persaingan antar lembaga pemerintah, serta staf yang
dimiliki oleh Desk ini tidak mencukupi sehingga Desk tidak dapat bekerja sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Kementerian Koodinator Politik dan
Keamanan. Sehingga Desk yang telah dibentuk tersebut hanya menjalankan tugas untuk mengkoordinasikan beberapa aktivitas bantuan luar negeri, dan bukan tugas
utamanya untuk mengkoordinasikan kebijakan, strategi, rencana, dan aktivitas penanggulangan terorisme di Indonesia.
108
Anggalia Putri Permata Sari, Loc. Cit., hal 183.
Universitas Sumatera Utara
119
membawahi tiga deputi.
109
109
Perpress No. 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Deputi pertama bertanggung jawab atas pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi. Deputi kedua bertanggung jawab atas operasi
dan peningkatan kapabilitas, dan deputi ketiga bertanggun jawab atas kerjasama internasional. Detasemen Khusus 88 merupakan detasemen khusus dari kepolisian
republik Indonesia untuk pemberantasan terorisme berada di bawah deputi operasi dan kapabilitas, namun tetap berada di bawah komando Kapolri.
Detasemen Khusus 88 merupakan Detasemen Khusus Polri yang dibentuk pasca terjadinya Bom Bali I, pada bulan April 2003, Kapolri mendirikan
Direktorat atau Unit Anti Terorisme di bawah Markas Besar Polri. Direktorat Anti-Terorisme yang dibentuk ditugasi untuk mengembangkan strategi dan
kebijakan serta mengontrol berbagai unit operasional di Indonesia. Unit operasional yang dibentuk oleh Direktorat tersebutlah yang menjadi inti dari
Detasemen 88. Detasemen 88 yang dibentuk oleh Polri dengan bantuan AS pada tahun 2003 dan secara formal didirikan pada tahun 2004.
Detasemen Khusus 88 dijadikan sebagai mekanisme pemerintah untuk mengelola rencana dan kebijakan kontraterorisme, pelatihan dan juga dana
bantuan. Lembaga ini juga mengirimkan berbagai unit taktis anti-teror ke seluruh penjuru Indonesia. Peran yang dimiliki oleh BNPT adalah dalam hal strategi dan
kebijakan serta pengelolaan pelatihan dan bantuan, sedangkan unit Densus 88 menjadi unit yang bertugas untuk ”catch” and “Capture” teroris dan juga sebagai
ujung tombak disrupsi sel dan jaringan teroris di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
120
Kinerja Densus 88 dalam menangkap teroris dan membongkar jaringan teror di Indonesia dinilai sangat baik oleh berbagai pihak, termasuk pihak luar
negeri. Hal lain yang juga banyak mendapat pujiannya adalah kemampuan Polri untuk menyelidiki kasus dan mengumpulkan bukti-bukti untuk mengadili
tersangka teroris di pengadilan. Keberhasilan Densus 88 kemungkinan besar disebabkan oleh besanya sumber daya yang diterima dan sumber daya tersebut
diperoleh dari AS.
3.3. Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme ASEAN