Undang-Undang No. 6 Tahun 2006 Undang-Undang No. 5 Tahun 2012

112 Tenggara lainnya. Hal ini terlihat dari pernyataan Presiden Bush pada saat itu dalam kampanye war on terrorism, “He who is not with us against us”, jadi melalui pernyataan ini setiap negara yang menolak mengatur regulasi keamanannya sesuai dengan kebijakan UU Anti Terorisme AS dianggap sebagai pro terhadap teroris. Indonesia telah dianggap sebagai sarang teroris sebelum terjadinya peristiwa Bom Bali I, karena Presiden Megawati belum menyatakan dukungan dalam kampanye anti terorisme AS dan belum membuat kebijakan keamanan dalam pemeberantasan terorisme seperti yang telah dikampanyekan AS. Pasca serangan teroris dalam Bom Bali I 2002, maka Pemerintah Indonesia akhirnya mengeluarkan UU No. 15 Tahun 2003 sebagai UU anti terorisme di Indonesia.

3.2.2. Undang-Undang No. 6 Tahun 2006

Kebijakan keamanan lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk memberantas terorisme adalah dengan mengeluarkan Undang-undang No. 6 Tahun 2006. Di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla merupakan awal baru dari era reformasi yang mana Presiden dan Wakil Presiden terpilih secara langsung melalui mekanisme pemilihan umum. Pada tahun 2005 masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih terjadi aksi terorisme yang menyerang Indonesia, yaitu aksi teror Bom Bali II. Untuk menguatkan komitmen pemerintah Indonesia yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari berbagai aksi serangan terorisme. Maka pemerintah Indonesia meratifikasi Universitas Sumatera Utara 113 International Convention For The Supression of The Financing of Terrorism, 1999 Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme menjadi Undang-undang NO. 6 Tahun 2006. Pertimbangan pemerintah Indonesia dalam meratifikasi dan menjadi pihak dalam International Convention for the Supression the Financing of Terrorism, 1999 Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme 1999, bahwa unsur pendanaan merupakan faktor utama dalam setiap akasi terorisme yang diyakini tidak akan berhasil seperti yang diharapkan tanpa pemberantasan pendanaannya. 106

3.2.3. Undang-Undang No. 5 Tahun 2012

Pemberantasan terorisme dan pendanaan tersebut diyakini oleh pemerintah Indonesia akan berjalan dengan efektif dan efisien apabila dilakukan kerjasama internasional. Kebijakan keamanan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia selanjutnya adalah Undang-undang No. 5 Tahun 2012. Undang-undang ini merupakan ratifikasi terhadap ASEAN Convention on Counter Terrorism Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme. Terorisme yang digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime membutuhkan pola penanganan dengan mendayagunakan cara-cara luar biasa extraordinary measure. Mengingat kategori terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang tidak dapat ditangani dengan cara-cara biasa, maka Indonesia sebagai salah satu negara di 106 Penjelasan atas RUU Republik Indonesia Nomor. 6 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Convention For the Supression of The Financing of Terrorism, 1999 Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999. Universitas Sumatera Utara 114 kawasan Asia Tenggara yang wilayahnya memiliki potensi tinggi terhadap serangan teroris, meyakini bahwa dengan adanya peraturan yang mengikat dalam kerangka kerjasama di ASEAN sebagai organisasi regional dan juga sebagai komunitas keamanan, maka pemberantasan terorisme di kawasan Asia Tenggara dapat dilakukan dengan cara kerjasama keamanan regional, yaitu melalui Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme ASEAN Convention on Counter Terrorism. Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah operasi terorisme, kelompok serta jaringan terorisme yang berada di kawasan Asia Tenggara merupakan mitra antara kelompok yang satu dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dalam setiap aksi serangan terorisme yang terjadi di berbagai negara di kawasan Asia Tenggara memiliki keterkaitan dengan jaringan terorisme yang lain. Seperti, MNLF, MILF, ASG, KMM, kelompok pemberontakan Islam di Pattani serta kelompok- kelompok terorisme lainnya memiliki hubungan dengan Jamaah Islamiyah JI yang merupakan Jaringan Terorisme yang terbesar di Asia Tenggara. JI juga diyakini memiliki hubungan dekat dengan jaringan teroris internasional Al-Qaeda. Indonesia sebagai daerah target operasi jaringan ini untuk melakukan berbagai aksi teror tentu saja akan kewalahan. Banyaknya kelompok terorisme yang aktif di wilayah Indonesia tentu saja menjadikan Indonesia di mata dunia internasional dan khususnya di mata negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara dianggap sebagai sarang teroris. Penilaian dunia internasional terhadap Indonesia sebagai sarang teroris merupakan faktor penghambat bagi Indonesia Universitas Sumatera Utara 115 untuk memajukan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan adanya travel warning bagi Indonesia sebagai daerah yang berbahaya untuk dikunjungi dalam melakukan perjalanan wisata. Tidak hanya itu akibat banyaknya aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, hal ini memberikan dampak ketakutan bagi masyarakat Indonesia dan juga warga negara asing yang berada dan berkunjung di Indonesia. Penandatanganan ACCT di Cebu Filipina pada tanggal 13 Januari 2007 merupakan langkah dan wujud komitmen bersama negara-negara anggota ASEAN untuk melakukan kerjasama regional dalam memberantas terorisme. Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi ACCT menjadi Undang-Undang No. 5 Tahun 2012 menyatakan bahwa kerjasama keamanan dalam penanganan terorisme di ASEAN diperlukan untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas yang dinamis di kawasan, dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional Indonesia yang pada akhirnya akan turut menyokong terwujudnya komunitas ASEAN pada tahun 2015. Ratifikasi ACCT menjadi Undang-Undang No. 5 Tahun 2012 diyakini oleh Pemerintah Indonesia bahwa kerjasama keamanan dengan negara-negara tetangga untuk menangani sebuah masalah bersama-sama seperti isu terorisme yang mengancam keamanan sebuah negara dan keamanan regional memang tidak dapat dihindari. Kerjasama keamanan tersebut harus dipupuk dan ditingkatkan berdasarkan prinsp-prinsip saling menguntungkan, kesetaraan dan penghormatan penuh atas kedaulatan setiap negara. Universitas Sumatera Utara 116 Ratifikasi ACCT menjadi Undang-undang No. 5 Tahun 2012 juga diikuti dengan pandangan pemerintah Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya bahwa tidakan terorisme tidak boleh dihubungkan dengan agama, kewarganegaraan, peradaban, dan kelompok etnis manapun, menghormati kedaulatan masing-masing negara, kesetaraan, integritas wilayah dan identitas nasional, tidak campur tangan urusan dalam negeri, menghormati yurisdiksi kewilayahan, adanya bantuan hukum timbal balik, ekstradisi, dan menyelesaikan perselisihan secara damai. Dalam ACCT juga terdapat program rehabilitasi bagi tersangka terorisme untuk kembali ke dalam lingkungan masyarakat, melalui program rehabilitasi ini diharapkan dapat menyelesaikan akar masalah terorisme, dengan cara perlakuan yang adil dan mausiawi serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam proses penanganannya.

3.2.4. Undang-Undang No. 9 Tahun 2013