Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama, Peradaban dan Etnis Di Indonesia dan Kawasan Regional

155 masyarakat dan melalui program rehabilitasi ini dapat membuat mantan napi terorisme tidak lagi menerima paham radikal yaitu penggunaan kekerasan dengan melakukan aksi teror, aksi terorisme merupakan hal yang salah dan dilarang dalam agama.Dengan adanya program deradikalisasi ini mantan narapidana terorisme dapat berbaur kembali ke dalam masyarakat. Sehingga setelah selesai menjalani hukuman para napi terorisme tidak lagi bergabung dengan kelompok teroris.

3.4.4. Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama, Peradaban dan Etnis Di Indonesia dan Kawasan Regional

Indonesia merupakan negara multikultural, sehingga masyarakat Indonesia memiliki keberagaman budaya dan juga memiliki keberagaman masyarakat dalam memeluk agama dan aliran kepercayaan yang diyakini masing-masing. Perang melawan terorisme yang dikampanyekan oleh AS pasca tragedi 911 berkembang sebuah pandangan bahwa kampanye terorisme tersebut merupakan salah satu bentuk ketegangan yang baru antara dunia barat dan dunia Islam. Hal ini terjadi karena beberapa saat pasca serangan 11 September 2001, Pesiden AS George W. Bush mengeluarkan pernyataan yang sangat provokatif tentang perlunya menyiapkan koalisi internasional guna memerangi terorisme. Dia bahkan menyatakan bahwa perang itu akan menjadi perang salib grusade pertama di abad ke-21. 135 135 Lathifah Ibrahim Khadhar, “Ketika Barat Memfitnah Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hal 128, seperti dikutip dalam Mardenis, Op. Cit., hal 235. Sikap yang dinyatakan oleh Bush sebagai Presiden AS pada saat Universitas Sumatera Utara 156 itu menunjukkan bahwa adanya cerminan sikap barat khususnya AS yang sangat memusuhi Islam. Kuatnya pandangan bahwa perang terhadap terorisme sebagai bentuk pertentangan antara Islam dan Barat, dapat dilihat dalam kebijakan AS yang memaksa negara-negara lain termasuk Indonesia untuk menerima kebijakan anti terorisme yang mereka buat. Dalam kampanye perang melawan terorisme AS, dan mendesak negara-negara lain untuk mengadopsi UU anti terorisme AS sebagai kebijakan keamanan bagi negara-negara lain, AS melegitimasi aksinya dengan menyerang Afghanistan dan invasi ke Irak serta mengelompokkan group atau orang tertentu sebagai teroris. Semua tindakan yang dilakukan oleh AS sangat menunjukkan AS ingin melawan dunia Islam, hal ini dapat dilihat dalam invasi yang dilakukan AS adalah negara yang penganut agama Islam dan dalam pengelompokan teroris juga merupakan kelompok-kelompok Islam. Pemerintah Indonesia yang juga mendapat tekanan untuk membuat kebijakan UU anti terorisme dalam negeri dengan mengadopsi kebijakan anti terorisme AS. Akan tetapi pada saat itu Indonesia menunda untuk menerapkan kebijakan anti terorisme, sehingga AS mencap Indonesia sebagai sarang teroris sampai peristiwa Bom Bali I 2002 terjadi, akhirnya Indonesia membuat UU anti terorisme yaitu UU No. 15 Tahun 2003 yang mengadopsi UU anti terorisme AS. Dibentuknya UU No 15 Tahun 2003 juga mendapat penolakan dari masyarakat karena Undang-undang tersebut merupakan kebijakan AS untuk memerangi dan diskriminatif terhadap Islam. Universitas Sumatera Utara 157 Berdasarkan dari pengalaman tersebut maka pemerintah Indonesia dalam meratifikasi kebijakan keamanan yaitu ACCT sebagai kerangka kerja sama ASEAN dalam memberantas terorisme sangat menegaskan bahwa terorisme bukan Islam dan terorisme tidak dapat dihubungkan dengan agama, negara, peradaban ataupun kelompok etnis tertentu. Hal ini merupakan bentuk penolakan terhadap pandangan yang berkembang bahwa perang terhadap terorisme yang diidentikkan sebagai perang terhadap dunia Islam. Ketua rapat Drs. Mahfudz Siddiq, M. Si dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI 5 Maret 2012, menyatakan bahwa dalam ACCT merupakan konvensi yang menegaskan bahwa terorisme tidak dapat dan tidak boleh dihubungkan dengan agama, kewarganegaraan, peradaban atau kelompok etnis apapun. Prespektif terorisme dilihat sebagai sebuah prespektif yang lebih objektif. 136 Indonesia merupakan negara pluralisme yang memiliki keanekaragaman suku, budaya, agama dan adat. Dengan adanya keanekaragaman tersebut sering juga terjadi konflik antar umat beragama, antar suku di dalam negeri. Untuk menjaga keamanan dari konflik dalam negeri maka pemerintah mengintegrasi keberagaman yang ada di Indonesia. Integrasi nasional Pemerintahan Republik Indonesia merupakan cita-cita dan tujuan pemerintah Indonesia sesuai dengan Pancasila dalam sila ke-tiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Isu terorisme yang berkembang di Indonesia memiliki dampak terhadap integrasi nasional yang 136 Pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Komisi I DPR RI Drs. Mahfudz Siddiq, M. Si dalam Rapat Dengar Pendapat RDP Komisi I DPR RI pada 5 Maret 2012 dalam acara mendapatkan masukan terhadap RUU tentang pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme , pernyataan tersebut dikutip dari Risalah Rapat Dengar Pendapat RDP Komisi I DPR RI oleh Sekretaris Rapat Suprihartini, S.IP, hal 6. Universitas Sumatera Utara 158 semakin menipis. Untuk mengatasi semakin menipisnya integrasi tersebut yang dapat berujung dalam konflik antar umat beragama, maka melalui ACCT ini Indonesia ingin menjaga integrasi nasional Indonesia melalui pemberantasan terorisme. Berkembangnya pandangan bahwa terorisme selalu diidentikkan dengan Islam membuat pemerintah Indonesia mengambil sikap dalam ACCT. Sebagai leads a part dalam membentuk ACCT Indonesia beserta dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya sepakat bahwa terorisme tidak dapat dihubungkan dengan agama, negara atau etnis apapun. Dalam ACCT ini dibentuk kerja sama antara negara-negara anggota ASEAN yaitu kerja sama dalam meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk memberantas terorisme, serta mengembangkan dialog antar-kepercayaan dan dalam satu kepercayaan serta dialog antar peradaban. 137 Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia, berusaha untuk mengkampanyekan toleransi antar umat beragama terkait dalam pemberantasan terorisme, pasca tragedi 911 di AS Islam selalu disudutkan oleh negara-negara Barat dan dipandang sebagai teroris. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, maka pemerintah Indonesia semakin giat mengkampanyekan bahwa umat Islam di Indonesia bersifat moderat. Isu Islam menjadi sangat menonjol seiring dengan tragedi WTC, 11 September 2001 yang dikaitkan dengan ekstrem Islam, terkait 137 Pasal VI ayat 1f Bidang kerjasama dalam ASEAN Convention On Counter Terrorism. Universitas Sumatera Utara 159 dengan salah satu mainstream ideologi dalam Islam. Realitas ini sangat menyudutkan umat Islam sebagai entitas dan komunitas, juga berimbas dapat memicu konflik antar umat beragama di dalam negeri Indonesia. Akibat dampak yang mungkin ditimbulkan oleh realitas ini pemerintah Indonesia mengkampanyekan interfaith dialog antar iman dalam kerangka menjembatani perbedaan pemikiran agar tidak lagi muncul pemikiran sempalan yang keras. Presiden SBY dalam diplomasinya mengaskan bahwa gerakan terorisme yang bersemayam di Indonesia bukan karena faktor agama Islam, sebab terorisme hakikatnya merupakan public enemy yang harus disikapi secara bersama. Guna memangkas ketidakpahaman AS yang mengaitkan terorisme dengan Islam menurut pandangan AS, Presiden SBY menawarkan dialog antar tokoh Islam dengan pemerintah AS. Ini dimaksud untuk menjembatani ketidakpahaman pemikiran Islam di Indonesia oleh AS. 138 Para tokoh agama dituntut agar mereka ikut andil dalam memberikan pencerahan pemikiran kepada masyarakat tentang bahaya terorisme bagi Atas kesadaran pentingnya menjaga persatuan di Indonesia yang plural sehingga konflik antar etnis, maupun agama tidak terjadi di dalam negeri serta untuk meningkatkan toleransi antar masyarakat yang berbeda, maka peranan tokoh agama sangat penting dalam menangkal terorisme global, terutama tokoh agama islam. Mereka dapat memberikan pencerahan pemikiran atau pengubahan pola pikir keagamaan Umat Islam yang radikal menjadi moderat dan toleran. 138 Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal 229. Universitas Sumatera Utara 160 kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Mereka juga menjadi perekat di antara umat yang berbeda agama. Apabila rasa tanggung jawab sosial tokoh agama dalam membangun kerukunan antar umat beragama rendah hal ini akan melahirkan gesekan-gesekan internal umat beragama. Kondisi tersebut akan memicu radikalisme agama yang muncul. Oleh sebab itu, tokoh agama mesti menjadi perekat dan pemersatu umat beragama sehingga radikalisme agama bisa diredam. Oleh karena itu dalam ACCT yang diprakarsai oleh Indonesia melihat bahwa pentingnya pemahaman yang baik dan yang benar antar umat yang berbeda agama, etnis, ataupun suku. Sehingga terorisme tidak selalu dikaitkan sebagai aksi teror yang dilakukan oleh satu etnis, agama, atau suku tertentu. Pentingnya pemahaman dan dialog antar peradaban yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia adalah untuk menjaga persatuan antar etnis, suku ataupun agama agar tidak menimbulkan konflik lanjutan yang disebabkan oleh aksi serangan terorisme. Universitas Sumatera Utara 161 BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan