Komitmen Indonesia dalam Menjunjung Tinggi HAM

150

3.4.3. Komitmen Indonesia dalam Menjunjung Tinggi HAM

Kepentingan Indonesia dalam ACCT juga terdapat dalam bentuk untuk menghormati dan menjunjung tinggi HAM bagi setiap manusia. Menjunjung tinggi dan menghormati HAM merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari demokrasi. Indonesia yang sedang berusaha menerapkan demokrasi yang sesungguhnya pada era reformasi ini menunjukkan komitmennya dalam menghormati dan menjunjung tinggi HAM ditambah lagi Indonesia menjadi anggota Dewan HAM dalam PBB sehingga untuk menunjukkan komitmen dan kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia maka dalam ACCT Indonesia memasukkan kepentingannya dalam perlindungan HAM. Hal ini dapat dilihat dalam kebijakan pemerintah Indonesia yang sepakat bahwa terorisme adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM berat dan bahkan dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Sehingga atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kelompok terorisme ini terhadap masyarakat sipil yang tidak bersalah maka untuk bisa memberantas tindakan terorisme ini maka perlu adanya kerja sama antar negara, mengingat terorisme adalah kejahatan transnasional. Walaupun terorisme sebagai pelaku kejahatan, akan tetapi pada dasarnya pelaku tersebut memiliki HAM juga, karena HAM adalah hal yang paling mendasar bagi setiap manusia dan berlaku secara universal termasuk berlaku pada terorisme yang telah ditangkap oleh aparat keamanan. Dalam UU anti terorisme AS UU Patriot meberikan kewenangan kepada aparat keamanan untuk memiliki Universitas Sumatera Utara 151 kekuasaan penuh dalam menuntut dan menyidik orang-orang yang dicurigai sebagai pelaku tindakan terorisme. Dalam UU anti terorisme AS yang banyak diadopsi oleh negara-negara barat dan termasuk juga Indonesia bahwa ada kekuasaan yang khusus untuk melakukan investigasi dari penuntutan. Termasuk dalam kekuasaan yang khusus itu adalah penahanan preventif preventive detention, hak untuk mengurung incarcevate orang-orang atas dasar semata karena adanya kecurigaan, bahwa mereka akan melakukan kejahatan, kekuasaan baru diberikan kepada polisi untuk memaksa kesaksian dari orang yang mereka percaya mempunyai informasi yang berkaitan dengan investigasi terorisme, peradilan tertutup close trial dan penuntutan atas persetujuan hakim, pengingkaran terhadap tersangka dan penasihat hukumnya atas seluruh pengetahuan pembuktian terhadapnya. 131 Luasnya kekuasaan yang diberikan oleh UU anti terorisme yang diprakarsai oleh AS ini tentu saja sangat tidak mengindahkan HAM yang dimiliki oleh tersangka terorisme, karena seseorang dapat dihukum dalam persidangan apabila ada bukti kriminalnya crime evidence bukan bukti intelijen yang dikumpulkan oleh aparat keamanan. Hal lain yang menunjukkan adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah terhadap tersangka terorisme atau yang dicurigai sebagai pelaku terorisme adalah kewenangan aparat negara untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang yang dicurigai sebagai pelaku terorisme. akibat dari UU anti terorisme AS yang banyak diadopsi negara- 131 Mardenis, Op. Cit., hal 150. Universitas Sumatera Utara 152 negara yang telah berkomitmen dalam memberantas terorisme malah akan menjadikan adanya negara terorisme state terrorism yang tidak menghormati asas praduga tidak bersalah dan asas persamaan kedudukan di depan hukum, proses peradilan tersangka teroris yang tidak terbuka, hal ini tentu saja membuat terjadinya pelanggaran HAM yang dilegalkan oleh pemerintah. Banyak juga dari negara-negara barat yang menggunakan UU anti terorisme AS melegalkan penyiksaan terhadap tersangka narapidana terorisme, dan hal ini jelas telah melanggar HAM. Berdasarkan hal tersebut pemerintah Indonesia sejak era reformasi berusaha menjalankan demokrasi dengan baik dan menjunjung tinggi HAM, karena demokrasi dan HAM merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya. Untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia maka pemerintah Indonesia berusaha untuk mejalankan pemerintah dengan tetap menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Jeremy Bentham, 132 memasukkan hak untuk mendapatkan kesejahteraan, kebahagiaan dan rasa aman sebagai salah satu unsur HAM. John Rawls, 133 Di dalam UUD 1945 dan Pancasila juga tertulis kedua esensi HAM yang dinyatakan oleh Jeremy Bentham dan John Rawls. Kedua esensi tersebut yaitu, yang mengatakan bahwa induk HAM adalah “keadilan”, apabila keadilan tercapai maka dengan sendirinya akan tercapai hak-hak yang lainnya. 132 Jeremy Bentham, Teori Perundang-undangan; Prinsip-Prinsip Legislasi, Hukum Perdata dan Hukum Pidana, Bandung: Nusa Media Nuansa, 2006, hal 138-140, seperti dikutip dalam Mardenis, Op. Cit., hal 117. 133 John Rawls, Teori Keadilan; Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, hal 144, seperti dikutip dalam Mardenis, Op. Cit., hal 117. Universitas Sumatera Utara 153 Pertama dalam UUD 1945 tujuan terbentuk pemerintahan Republik Indonesia adalah untuk melindungisegenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia , memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kedua pada sila ke-lima Pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena keadilan sosial dan rasa aman merupakan esensi dari HAM dan hal ini juga tertulis dalam dasar falsafah bangsa Indonesia, maka melalui ACCT ini pemerintah Indonesia menginginkan adanya kerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN untuk bersama-sama dalam menegakkan HAM dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh manusia, termasuk memberikan keadilan sosial bagi tersangka kasus terorisme. Hal ini dapat dilihat dari bidang kerja sama yang disetujui dalam ACCT yaitu masing-masing negara yang menyepakati ACCT memastikan bahwa siapapun yang terlibat dalam dalam pendanaan, perencanaan, persiapan, atau yang melakukan tindakan teroris atau membantu tindakan teroris akan diajukan ke persidangan. Sehingga dalam persidangan nantinya para pelaku teroris tersebut memiliki persamaan di depan hukum, hal ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 1, “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan baik dengan tidak ada kecualinya”. Kemudian dalam Pasal 28 D ayat 1, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, eperlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan Universitas Sumatera Utara 154 yang sama di hadapan hukum”. Serta tersangka dalam kasus terorisme harus menerima perlakuan yang layak sebagai manusia pada saat menerima kurungan dari pengadilan, hal ini merupakan hak bagi warga negara Indonesia yang terulis dalam Pasal 28 G ayat 2 yaitu, “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”. Pemerintah Indonesia yakin bahwa dalam menyelesaikan masalah terorisme harus menyentuh akar permasalahannya dengan soft approach, sehingga tindakan-tindakan koersif atau hard approach yang kerap dilakukan oleh AS yaitu melakukan penyiksaan dianggap akan meningkatkan munculnya kelompok- kelompok teroris yang ingin membalas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan yang dianggap telah menyiksa. Maka Indonesia mengajukan dalam ACCT pentingnya program rehabilitasi atau disebut juga deradikalisasi. Deradikalisasi merupakan segala upaya untuk menetralisasi paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal atau pro kekerasan. Deradikalisasi diwujudkan melalui program re-orientasi motivasi, re- edukasi, re-sosialisasi, dan dengan mengupayakan kesejahteraan sosial dan kesetaraan bagi mereka yang pernah terlibat terorisme dan para simpatisannya. 134 Sehingga dengan program deradikalisasi atau rehabilitasi terorisme ini diharapkan tersangka terorisme setelah menjalani hukuman dapat kembali ke 134 Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi terorisme: Humanis, Soul Approach, dan Menyentuh Akar Rumput, Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Kepolisian, 2009. Universitas Sumatera Utara 155 masyarakat dan melalui program rehabilitasi ini dapat membuat mantan napi terorisme tidak lagi menerima paham radikal yaitu penggunaan kekerasan dengan melakukan aksi teror, aksi terorisme merupakan hal yang salah dan dilarang dalam agama.Dengan adanya program deradikalisasi ini mantan narapidana terorisme dapat berbaur kembali ke dalam masyarakat. Sehingga setelah selesai menjalani hukuman para napi terorisme tidak lagi bergabung dengan kelompok teroris.

3.4.4. Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama, Peradaban dan Etnis Di Indonesia dan Kawasan Regional