Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme ASEAN

124 kedua, ada aturan yang mengikat para anggota sehingga negara anggota tidak lagi sepenuhnya berdaulat. 115

3.3.2. Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme ASEAN

Convention on Counter Terrorism sebagai wujud kerjasama Komunitas Keamanan ASEAN ASEAN Security Community Ancaman terorisme merupakan ancaman yang berasal dari non-state actor, dan ancaman ini berasal dari dalam negeri masing-masing negara anggota ASEAN yaitu kelompok-kelompok terorisme yang berkembang dari gerakan-gerakan radikal dan separatisme yang muncul di masing-masing negara. Ancaman terorisme yang bersifat lintas negara mengharuskan adanya tindakan bersama negara-negara anggota ASEAN sebagai komunitas keamanan. Dan hal ini telah dilakukan dengan adanya “mutual aid” security yaitu kerjasama keamanan melalui Konvensi Asean Tentang Pemberantasan Terorisme ASEAN Convention on Counter Terrorism. Isu terorisme yang telah berkembang sejak tahun 2001, yaitu setelah tragedi 911 dan kampanye AS tentang “Perang Global Melawan Terorisme” menjadi sangat penting. Kecurigaan AS sebagai pemimpin terdepan dalam melawan terorisme terhadap kawasan Asia Tenggara sebagai sarang teroris ditunjukkan dengan menjadikan Asia Tenggara sebagai daerah “front kedua”, yaitu daerah perang AS terhadap terorisme setelah Afghanistan. Asia Tenggara menjadi target kampanye terorisme karena dua hal. Pertama, mayoritas penduduk di kawasan ini beragama Islam, yakni agama yang sama dengan yang dipeluk 115 Ibid., hal 82. Universitas Sumatera Utara 125 Osama Bin Laden yang dituduh Amerika berada di balik serangan di New York dan Washington D.C. Kedua, di kawasan ini memang terdapat beberapa kelompok minoritas Islam yang cenderung keras dalam menyampaikan aspirasi mereka yang tersebar di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. 116 116 Bambang Cipto, Op. Cit., hal 237. Kecurigaan AS tentang keberadaan terorisme di kawasan Asia Tenggara memang terbukti, karena aktivitas kelompok-kelompok Islam radikal yang berada di kawasan Asia Tenggara memang beberapa kelompok memiliki tujuan yang sama yaitu menentang dominasi barat, tetapi sebagian kelompok lainnya seperti MILF dan MNLF yang berada di Filipina, serta kelompok separatisme Pattani di Thailand Selatan lebih cenderung memiliki tujuan untuk memisahkan diri dari negara yang bersangkutan akibat kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memenuhi kepentingan kelompoknya. Lain halnya dengan JI yang merupakan jaringan teroris regional memiliki tujuan untuk mendirikan khalifah Islam di Asia Tenggara. keterkaitan JI dengan kelompok islam radikal lainnya adalah JI memberikan pelatihan dan dana untuk melakukan berbagai aksi teror, bantuan yang diberikan JI terhadap kelompok-kelompok teroris di beberapa negara tersebut adalah berkat bantuan jaringan teroris Al-Qaeda yang bermitra dengan JI. Hal ini terbukti dari hasil penangkapan yang dilakukan unit anti-teror oleh negara- negara yang mengalami serangan terorisme, mendapatkan laporan ada keterkaitan JI dan Al-Qaeda dalam serangan tersebut. Universitas Sumatera Utara 126 Sebelum terungkapnya keterkaitan kelompok-kelompok teroris yang berada di kawasan Asia Tenggara berkaitan dengan jaringan teroris internasional Al-Qaeda, tuduhan AS tidak mudah diterima baik oleh pemerintah-pemerintah di Asia Tenggara maupun oleh para pengamat yang sudah cukup lama memahami Asia Tenggara. Alan Collins, misalnya menanggapi tuduhan pemerintahan Bush sebagai pernyataan yang salah. Menurut Collins, penduduk Islam di Asia Tenggara adalah kaum muslimin yang moderat dan toleran. Di Indonesia bahkan ada dua organisasi Islam terbesar, Muhammadiyah dan Nahdhlatul Ulama, yang menentang tindakan-tindakan ekstrim yang disertai kekerasan dalam mensyiarkan agama Islam. 117 117 Ibid., hal 237. Walaupun pernyataan yang menyatakan bahwa tidak mungkin kawasan Asia Tenggara sebagai sarang teroris, pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan kenyataan. Terungkapnya rencana untuk menabrak bandara Changi Internasional di Singapura, Peristiwa Bom Bali I pada tahun 2002, Bom Bali II tahun 2005, Bom JW Marriot, dan Bom Kuningan di Jakarta dan aksi-aksi terorisme lainnya di kawasan Asia Tenggara tidak dapat disangkal lagi oleh pemimpin-pemimpin di kawasan Asia Tenggara di kawasan Asia Tenggara telah terjadi peningkatan aksi teror, kelompok-kelompok ekstrimis yang ada di kawasan ini juga telah disusupi oleh jaringan terorisme internasional Al-Qaeda dan telah membentuk link dengan JI. Universitas Sumatera Utara 127 Tabel 3.1 Daftar Peringkat Negara yang Terkena Dampak Serangan Terorisme Sumber: Global Terrorism Index 2012, Capturing the Impact of Terrorism for the Last Decade, hal 4. Universitas Sumatera Utara 128 Pada Tabel 3.1 merupakan daftar tabel yang berisikan urutan negara yang mengalami serangan teroris yang tertinggi, yang dirilis oleh Global Terrorist Index. Serangan teroris yang dimaksud dalam laporan Global Terrorist Index disini adalah serangan atau paksaan dengan kekerasan oleh non-state actor untuk mencapai tujuan politik, ekonomi, agama,atau kepentingan tujuan sosial dengan cara menebar ketakutan, paksaan dan intimidasi. 118 Sumber: Global Terrorism Index 2012, Capturing the Impact of Terrorismfor the Last Decade, hal 12. Melalui data yang dirilis oleh GTI tersebut, negara-negara di kawasan Asia Tenggara berada pada urutan sebagai berikut, Thailand 8, Filipina 10, Indonesia 29, Myanmar 33 dari 89 peringkat teratas negara yang terkena serangan teroris. Serangan terorisme sejak tahun 2011 meningkat di kawasan Asia Tenggara. Tabel 3.2 10 negara yang paling banyak mengalami kejahatan terorisme 2011 Tabel 3.2 menunjukkan juga bahwa dari 10 negara yang paling terkena serangan teroris. Dua negara yang berada di kawasan Asia Tenggara masuk dalam 10 peringkat tersebut, yaitu Thailand 8 dan Filipina 10. Dari data tersebut yang 118 Ibid., hal 6. Universitas Sumatera Utara 129 telah dirilis oleh GTI, maka negara-negara anggota ASEAN harus sigap dalam menangani dan memberantas aksi terorisme yang telah terjadi di kawasan Asia Tenggara. Untuk mengatasi isu terorisme tentu dibutuhkan kerja sama keamanan di antara negara-negara anggota ASEAN. Hal ini memang telah ditunjukkan oleh ASEAN melalui berbagai forum untuk membicarakan dan mencari solusi dalam menangani isu terorisme dan isu kejahatan transnasional lainnya. Respon ASEAN terhadap isu terorisme yang mengancam keamanan nasional masing-masing negara dan juga keamanan regional telah dilakukan dengan mengambil langkah dalam penandatanganan ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terorrism pada 5 November 2001. Setelah deklarasi ini, keinginan negara-negara anggota ASEAN untuk melakukan kerja sama dalam memberantas terorisme juga telah semakin ditingkatkan dapat dilihat dalam berbagai forum yang diadakan ASEAN. Isu terorisme merupakan isu yang tidak pernah dilewatkan untuk dibicarakan oleh pemimpin-pemimpin di kawasan Asia Tenggara. Pencapaian utama ASEAN dalam kampanye perang melawan terorisme adalah dideklarasikannya ASEAN Convention on Counter Terrorism tahun 2007. ACCT ini adalah konvensi yang mengikat negara-negara anggota ASEAN dalam komitmennya untuk melakukan perang melawan terorisme. Kerjasama antara negara-negara anggota ASEAN sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan isu terorisme sehingga tercipta kestabilan keamanan kawasan di Asia Tenggara. Keamanan yang terjaga merupakan kepentingan nasional masing-masing negara, keamanan merupakan hal yang mendasar untuk Universitas Sumatera Utara 130 menjalankan pemerintahan dan membangun pertumbuhan ekonomi, politik dan sosial budaya setiap negara. Istilah kerja sama collaboration,dapat menimbulkan satu citra akan suatu organisasi internasional yang bekerja keras menyelesaikan masalah-masalah yang mengganggu kepentingan nasional masing-masing negara. Pada dasarnya tujuan utama suatu negara melakukan hubungan internasional adalah untuk memenuhi kepentingan nasionalnya yang tidak dimiliki di dalam negeri. Untuk itu, negara tersebut perlu memperjuangkan kepentingan nasional di luar negeri. Dalam kaitan itu, diperlukan suatu kerjasama untuk mempertemukan kepentingan nasional antarnegara. Apabila kepentingan-kepentingan nasional tadi mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dan tidak dipertemukan, maka hal itu dapat menimbulkan konflik. Oleh karena itu, sering dianggap bahwa kerjasama dan konflik menempati posisi yang cukup penting dalam politik internasional. 119 Dalam melakukan kerja sama internasional, sekurang-kurangnya harus memiliki dua syarat utama. Pertama, adanya keharusan untuk menghargai kepentingan nasional masing-masing anggota yang terlibat. Tanpa adanya penghargaan, tidak mungkin dapat dicapai suatu kerja sama seperti yang diharapkan semula, bahkan sebaliknya akan menimbulkan konflik yang tidak diharapkan. Kedua, adanya keputusan bersama dalam mengatasi setiap persoalan yang timbul. Untuk mencapai keputusan bersama komitmen diperlukan komunikasi dan konsultasi secara berkesinambungan. Bahkan, komunikasi dan 119 Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerjasama ASEAN: Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan,Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995, hal 15. Universitas Sumatera Utara 131 konsultasi malahan lebih penting daripada komitmen yang biasanya dilakukan sewaktu-waktu saja bila sangat diperlukan. Dengan kata lain, frekuensi komunikasi dan konsultasi lebih tinggi daripada komitmen. 120 ACCT sebagai kerangka kerja sama dalam memberantas terorisme berisikan hal-hal yang disetujui oleh negara-negara anggota ASEAN. Adapun kerja sama yang dimuat dalam konvensi ini diharapkan selaras dengan hukum nasional masing-masing negara. Bidang kerjasama yang dimaksud termuat dalam ASEAN Convention On Counter Terrorism pasal IV ayat 1, adapun beberapa kerangka kerja sama tersebut adalah sebagai berikut: Kesadaran bahwa akar terorisme global adalah kemiskinan, ketidakadilan dan kesenjangan global, maka upaya menangkal terorisme global harus menciptakan sebuah tatanan global yang bersendikan keadilan baik di bidang politik, ekonomi, begitu juga di bidang kehidupan sosial lainnya. Dalam menyelesaikan isu terorisme tidak akan selesai dengan cara represif kekerasan, akan tetapi untuk menyelesaikan masalah terorisme harus dilakukan penyelesaian sampai menyentuh akar masalah penyebab terjadinya aksi terorisme ini. Negara- negara anggota ASEAN menyetujui adanya kerjasama dalam menangani terorisme secara bersama-sama melalui ACCT sebagai kerangka kerja sama untuk menangani isu terorisme yang terjadi di Asia Tenggara. 121 120 Ibid., hal 16. 121 ASEAN Convention on Counter Terrorism Pasal IV, terjemahan bahasa Indonesia. Universitas Sumatera Utara 132 1. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya tindakan teroris, termasuk pemberian peringatan dini kepada pihak-pihak lain melalui pertukaran informasi; 2. Mencegah siapaun yang mendanai, merencanakan, memfasilitasi, atau melakukan tindakan teroris dari penggunaan wilayah masing-masing untuk tujuan-tujuan melawan pihak-pihak lain; 3. Mencegah dan menindak pendanaan tindakan teroris; 4. Mencegah pergerakan para teroris atau kelompok-kelompok teroris dengan pengawasan perbatasan yang efektif dan pengawasan penerbitan surat-surat identitas dan dokumen-dokumen perjalanan dan melalui langkah-langkah untuk mencegah pemalsuan, penjiplakan, atau penyalahgunaan surat-surat identitas dan dokumen-dokumen perjalanan; 5. Memajukan pengembangan kapasitas termasuk pelatihan dan kerjasama teknis dan penyelenggaraan pertemuan-pertemuan regional; 6. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk memberantas terorisme, serta mengembangkan dialog antar kepercayaan dan dalam satu kepercayaan serta dialog antar peradaban; 7. Meningkatkan kerja sama lintas batas; 8. Meningkatkan pertukaran data intelijen dan tukar menukar informasi; 9. Meningkatkan kerja sama yang telah ada untuk pengembangan bank data kawasan di bawah lingkup badan-badan ASEA yang relevan; Universitas Sumatera Utara 133 10. Memperkuat kapabilitas dan kesiapsiagaan untuk menangani terorisme dengan bahan kimia, biologi, radiologi, nuklir, terorisme dunia maya dan setiap bentuk terorisme baru; 11. Melakukan penelitian dan pengembangan langkah-langkah untuk memberantas terorisme; 12. Mendorong penggunaan fasilitas videon-konferensi atau telekonferensi untuk proses peradilan, apabila dimungkinkan; 13. Memastikan bahwa siapapun yang terlibat dalam pendanaan, perencanaan, persiapan atau yang melakukan tindakan teroris atau membantu tindakan teroris akan diajukan ke persidangan. Dalam konvensi ini juga masing-masing negara anggota ASEAN menghormati yurisdiksi masing-masing negara ketika terjadi proses peradilan terhadap tersangka pelaku teror yang berasal dari negara-negara tetangga yang termasuk dalam ASEAN yang telah melakukan kejahatan terorisme di salah satu negara, dan mengijinkan adanya ekstradisi yang dilakukan oleh negara yang warganya telah melakukan kejahatan terorisme di negara lain. Dalam konvensi ini juga masing-masing negara anggota ASEAN memberikan perlakuan adil bagi tersangka pelaku terorisme dan pemenuhan semua hak dan jaminan, termasuk dalam hal ini adalah bantuan hukum yang diterima oleh tersangka pelaku terorisme tersebut. Pasal XI dalam ACCT juga memuat sebuah program rehabilitasi ataupun deradikalisasi dengan tujuan mencegah terjadinya tindakan kejahatan terorisme. Universitas Sumatera Utara 134 Adapun program rehabilitasi ini adalah dengan membina kembali para teroris yang telah ditangkap dan diadili untuk kembali ke masyarakat. Upaya dalam menangkal terorisme maka dibutuhkan peranan tokoh agama Islam, karena para tokoh agama dapat memberikan pencerahan pemikiran dan pengubahan pola pikir keagamaan umat islam yang radikal yang telah melakukan berbagai aksi terorisme sehingga kembali menjadi umat islam yang toleran. Sehingga dengan adanya program rehabilitasi ini dapat menjadi duta untuk menolak ajakan dalam melakukan aksi terorisme sebagai jihad kepada pemuda-pemuda terutama pemuda yang berada di pesantren dan mendalami ilmu agama.

3.4. Kepentingan Nasional Indonesia dalam Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme