10
hanya itu, ikan yang didapat hasil pancingan akan sangat sehat bila dikonsumsi, karena ikan yang masih segar akan mengandung rasa lebih nikmat yang belum
terkontaminasi dengan bahan-bahan pengawet makanan. Manfaat memancing bukan saja berdampak pada memelihara kelestarian
lingkungan hidup, tetapi dapat meningkatkan produktivitas pekerja, dan menjadi wahana silaturahmi. Hal tersebut juga dipertegas oleh Pratama Poci dalam
kutipan dibawah ini: “Jakarta ANTARA News - Memancing ikan tidak selalu
harus menghabiskan waktu, karena bisa menjadi alternatif pengganti olahraga, kegiatan wisata serta untuk
memelihara kelestarian lingkungan hidup. Menurut Pratama, manfaat memancing ikan untuk meningkatkan
produktivitas pekerja ketika harus kembali bekerja keesokan harinya, karena sebagai hobi yang
menyenangkan saat libur, akan meningkatkan stamina orang bekerja. Tempat pemancingan ikan juga bisa
sebagai media untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Tempat rekreasi dengan konsep green
fishing yang asri, hijau dan menghadirkan kebagiaan dan kepuasan dalam memancing. Poci menjelaskan, dengan
kegiatan mancing ikan, para pegawai bisa melakukan silaturahmi, juga bisa menemukan inovasi serta
meminimalisir hambatan dalam koordinasidan birokrasi, sehingga melalui kebahagiaan yang sama, ide-ide baru
yang bisa mudah disampaikan dengan wahana pemancingan itu”.
1.2. Tinjauan Pustaka
Mengutip Malinowski, Sairin2002:2 mengatakan bahwa kebutuhan hidup manusia itu dapat dibagi pada tiga kategori besar yaitu kebutuhan yang
berkaitan dengan biologis, sosial, dan psikologis. Pembahasan mengenai memancing ini akan mencakup dari ketiga kebutuhan manusia tersebut.
Memancing memenuhi tiga kebutuhan hidup manusia, kebutuhan biologis dilihat
Universitas Sumatera Utara
11
dari seseorang yang mengkonsumsi ikan yang segar hasil memancing, kebutuhan sosial dilihat dari saling berinteraksi antar pemancing yang saling bercanda, dan
psikologis dilihat dari rasa kebahagian dan kepuasan dalam hati para pemancing. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari lingkungan
alam, dan lingkungan sosial-budaya, karena manusia membutuhkan makhluk lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia
memiliki cara tersendiri untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologisnya. Setiap manusia memiliki kekuatan dalam mengatur dan mengubah gaya hidupnya
dalam rangka pencapaian tujuan hidup. Gaya hidup dapat dilihat dari kebiasaan seseorang dalam berprilaku dan merespon kesehatan fisik dan psikis, lingkungan,
sosial-budaya dan ekonomiSimaremare, 2012:11. Melihat banyaknya peminat kegiatan memancing, ternyata masing-masing
pemancing memiliki orientasi berbeda dalam melakukan kegiatan memancing. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995:708 mengartikan bahwa orientasi
adalah peninjauan untuk menentukan sikap arah, tempat, dsb yang tepat dan benar pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan.Menurut
Koentjaraningrat 2009:91, manusia memiliki materi unsur-unsur untuk membentuk kepribadian yang didalamnya terdapat beragam kebutuhan individu,
baik secara biologis yaitu; makan dan minum, seks, buang hajat, istirahat dan tidur, keseimbangan suhu, dan bernafas. Kebutuhan psikologi yaitu; relaks dan
bersantai, kemesraan dan cinta, kepuasan altruistik, kepuasan ego, kehormatan, kepuasan dan kebanggaan mencapai tujuan.
Universitas Sumatera Utara
12
Mengutip Kluckhohn,Koentjaraningrat1990:77beranggapan bahwa
dalam rangka sistem budaya dari tiap kebudayaan ada serangkaian konsep-konsep yang abstrak dan luas ruang lingkupnya, yang hidup dalam alam pikiran dari
sebagian besar warga masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan bernilai dalam hidup. Dengan demikian, maka sistem nilai budaya itu juga
berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi bagi segala tindakan manusia dalam hidupnya.
Kegiatan ekonomi bukan saja suatu yang berhubungan dengan produksi yang mana bersifat modern. Dalam kajian antropologi, berbagai sistem yang
memenuhi kebutuhan manusia pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern disebut kegiatan ekonomi. Berbagai sistem tersebut yaitu: a berburu dan
meramu, b beternak, c bercocok tanam di ladang, d menangkap ikan, e bercocok tanam menetap dengan irigasi Koentjaraningrat, 2009:277.
Memancing merupakan salah satu kegiatan menangkap ikan yang sudah lama dilakukan dan diketahui masyarakat baik di negara Indonesia maupun negara
luar. Di Indonesia hampir semua provinsi memiliki daerah perairan sebagai salah satu lingkungan alam yang menghasilkan sumber makanan. Begitu juga suku-
suku yang ada di Indonesia sudah mengenal dan melakukan kegiatan memancing yang menjadi salah satu budaya sebagai mata pencaharian, ekonomi, dan kegiatan
untuk mendapatkan makanan tambahan.Mengutip dari Rosaldo dan Collier, Koentjaraningrat 1981:27 mengatakan para pemburu-peramu adalah kita sendiri.
Sebagaimana adanya kegiatan pemburu-peramu merupakan sifat alami manusia.
Universitas Sumatera Utara
13
Kegiatan serta kajian ekonomi bukan saja ekonomi yang bersifat modern yang menilai untung dan rugi, serta kegiatan produksi dan konsumsi. Kegiatan
pemenuhan kebutuhan hidup dangan cara mencari di alam dan lingkungan juga merupakan sistem ekonomi yang disebut subsisten
8
Selanjutnya juga menyatakan bahwa pada kebudayaan Mentawai, suatu mata pencaharian yang sama pentingnya dengan berkebun adalah menangkap
. Seperti dikatakanPolanyi, Sairin2002:16 mengungkapkan bahwa ilmu ekonomi modern adalah produk
sejarah yang memunculkan sistem ekonomi pasar, dan karenanya tidak dapat berlaku secara universal. Pembedaan ekonomi menjadi dua yaitu arti formal dan
arti subsistansial. Arti formal adalah ekonomi seperti yang diterangkan para ahli ekonomi, ekonomi sebagai proses maksimisasi. Sedangkan arti substansial adalah
ekonomi sebagai upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup di tengah lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.
Seperti yang dikatakan Danomdjaja,Koentjaraningrat 1970:44-45, menyebutkan bahwa pencaharian orang Nias adalah berburu, menangkap ikan
disungai, beternak dan pertukangan. Binatang yang diburu adalah sokha babi hutan, laosi kancil, boho rusa, nago atau laoyo kijang, sigolu terenggiling,
bogi kalong dan lain-lain. Alat yang digunakan toho tombak atau belewa, sukha ranjau dan bolidi pelanting. Adapun ikan yang ditangkap adalah antara
lain ikan mugu semacam teri air tawar, sehingga mudah ditangkap dengan buwu tangguk. Alat-alat penangkap ikan lainnya adalah fauru pukat, gai kail dan
dicala jala.
8
Upaya manusia memenuhi kebutuhan hidup dengan memanfaatkan lingkungan alam dan lingkungan sosial yang menjadi suatu bentuk kegiatan ekonomi sederhana.
Universitas Sumatera Utara
14
ikan. Pada umumnya orang laki-laki dan wanita mencari ikan, kerang, kepiting atau lain-lain di sungai, rawa maupun di laut. Ada macam-macam ikan yang harus
ditangkap dengan bergotong-royong antara banyak orang, kecuali dengan menggunakan pancing, tombak, jala atau perangkap-perangkap, orang juga sering
menangkap ikan dengan cara meracuni air. Mengutip dari Bangun, Koentjaraningrat 1970:102mengatakan bahwa
pada kebudayaan Batak menangkap ikan juga merupakan suatu mata pencaharian hidup yang penting. Pekerjaan dilakukan exklusif oleh orang laki-laki dalam
perahu-perahu lesung solu dengan jala, pancing dan perangkap-perangkap ikan. Ikan dijual di pasar-pasar untuk dibawa ke kota-kota seperti Balige, Belawan dan
kota lainnya. Koentjaraningrat mengatakan bahwa penduduk pantai Utara Irian Jaya
memiliki kebudayaan mencari ikan yang merupakan pekerjaan orang laki-laki maupun wanita. Pada penduduk pantai utara, mencari ikan memang merupakan
matapencaharian pokok yang sama pentingnya dengan mencari sagu. Di sinipun keluarga-keluarga baik suami-istri, atau paling banyak dua keluarga batih, atau
tiga-empat wanita, atau tiga-empat anak bersama-sama pergi ke rawa, sungai, danau, atau laut dalam perahu-perahu lesung untuk memancing atau menombak
ikan. Pancing yang mempunyai tali nilon dan kail besi bisa dibeli di toko-toko Cina.
Hingga kini ekonomi subsisten terus dilakukan masyarakat baik di desa maupun di kota, contohnya kegiatan memancing di kolam, sungai, danau, dan di
laut, atau berternak ikan di halaman sekitar rumah yang hanya untuk dikonsumsi
Universitas Sumatera Utara
15
sendiri. Dapat dilihat ada pergeseran atau perubahan pola pikir dan sudut pandang masyarakat mengenai kegiatan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Pada
masa dahulu perempuan ikut serta dan berkewajiban dalam kegiatan mencari makanan seperti memancing atau menangkap ikan dengan cara lain. Dewasa ini
menjadi pandangan tabu pada masayarakat jika melihat perempuan memancing baik di kolam, sungai, danau, dan laut. Kini kegiatan memancing hanya digeluti
oleh laki-laki saja. Perekonomian subsisten sudah dilakukan pada masa pemburu-peramu.
Mereka memenuhi kebutuhan biologis dari segala tumbuhan dan hewan di alam lingkungan yang dilakukan secara rutin. Memancing merupakan salah satu budaya
berburu pada masyarakat yang mencari makanan di alam air. Kegiatan pemburu- peramu tidak hanya dilakukan orang laki-laki tetapi juga orang perempuan ikut
serta mencari makanan. Mengutip pandangan Sahlins, Koentjaranigrat1981:126 mengemukakan streotipe mengenai “laki-laki sebagai pemburu” sangat
menyesatkan. Dikalangan Aborigin Australia, Bushmen orang-orang kerdil di Afrika Tengah, Negrito di Malaysia, mengumpulkan sayur-mayur dan berburu
binatang kecil-kecil yang dilakukan kaum wanita, sangat penting artinya bagi subsistensi sehari-hari Ikan hasil memancing, sangat bagus apabila langsung
dikonsumsi karena ikan yang dipancing masih hidup, segar, dan belum terkontaminasi dengan zat-zat pewanget. Dari sudut ilmu kesehatan lingkungan
untuk makanan yang sehat perhatian terutama ditujukan pada hygiene dan sanitasi makanan tersebut, yakni bagaimana mengusahakan agar makanan tidak sampai
Universitas Sumatera Utara
16
cemar atau tidak mengandung zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan Azrul, 1983:134.
Kesehatan bukan saja dilihat dari mengkonsumsi ikan hasil pancingan yang didapat. Kesenangan dan suasana hati yang bahagia saat melakukan suatu
kegiatan yang disenanginya juga menjadi faktor seseorang itu sehat. Seperti ungkapan Mofris, Muzaham1995:224 menjelaskan bahwa kesadaran seseorang
terhadap lingkungan tidak berperah dalam peristiwa kontak antara manusia dengan agen penyakit. Kesenangan berkebun mungkin mengurangi kemungkinan
seseorang untuk mendapat sakit jantung. Akan tetapi, sebenarnya tergantung pula pada ”perasaan seseorang itu”, apakah ia senang, benci atau masa bodoh dengan
kegiatan tersebut. Sama halnya dengan memancing, para penghobi memancing melakukan kegiatan memancing dengan rasa bahagia walaupun harus
menghabiskan waktu untuk menunggu sampai dimakan ikan. Singkatnya, faktor persepsi dan faktor emosional dalam kegiatan berpengaruh pada kesehatan
seseorang. Reproduksi budaya pada kegiatan memancing tetap berlanjut hingga
sekarang, dimana eksistensi memancing terus berlanjut dan berkembang. Dari generasi ke generasi kegiatan mancing tetap diwariskan sehingga masyarakat tetap
terus menggeluti kegiatan mancing baik sebagai hiburan, dan olah raga. Reproduksi budaya sama halnya dengan reproduksi sosial, yang artinya suatu
proses ketika suatu generasi menghasilkan generasi yang memiliki karakter yang sama Martono, 2012:312.
Universitas Sumatera Utara
17
Seiring perkembangan zaman, banyak hal mengenai kegiatan memancing yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Bukan saja mengenai kegiatan
mancing yang kini cenderung hanya kaum laki-laki yang melakukannya, tetapi juga mengenai perkembangan motivasi para pemancing. Bertambahnya variasi
motivasi para pemacing menjadikan perkembangan kegiatan memancing, yang dimana kegiatan memancing tidak hanya dilakukan untuk kegiatan ekonomi saja
tetapi juga sebagai hiburan, olah raga, hobi, dan kompetisi bahkan menjadi ajang taruhan judi.
Perkembangan kegiatan mancing kini semakin tampak tren dan semakin kompleks. Dapat dikatakan terjadi transformasi kebudayaan dalam budaya
memancing yang ada ditengah, masyarakat khususnya di Kota Medan. Seperti yang dikatakan Abdullah 2006:36 bahwa proses transformasi juga terlihat dalam
kenyataan bahwa setiap orang menjadi terbiasa menerima perbedaan-perbedaan, yang tampak dari pergeseran sikap dimana masyarakat menjadi lebih permisif
terhadap berbagai penyimpangan
9
9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan
norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat
. Berkembangnya eksistensi memancing membuat memancing terdiri dari berbagai jenis salah satunya adalah memancing
arena yang sifatnya mengarah pada “taruhan atau judi”. Adanya biaya tambahan selain tarif, yang disebut “sum sampingan”, yang nantinya akan didapatkan bagi
pemancing yang mendapatkan ikan terberat yang sudah ditentukan atau ikan tercepat.
http:id.m.wikipedia.orgwikiPerilaku_menyimpang diakses pada tanggal 1572014.
Universitas Sumatera Utara
18
Agar terciptanya suasana memancing yang menyenangkan, pemancing bukan saja membutuhkan kolam ikan, dan peralatan untuk memancing.
Lingkungan yang bersih, serta lingkungan kolam yang dipenuhi pepohonan yang rindang dan sejuk juga sangat mempengaruhi relaksasi tubuh saat memancing.
Hal ini akan menjadikan ketergantungan pemancing pada pohon yang secara langsung menyadarkan bahwa pentingnya melestarikan pepohonan di lingkungan.
Antara lingkungan dan perilaku masyarakat memang saling terkait. Perilaku masyarakat akan membentuk kualitas lingkungan, namun sebaliknya juga dapat
terjadi yakni kualitas lingkungan mampu membentuk perilaku masyarakat. Teori tentang budaya jelas menggambarkan keterkaitan yang erat antara tata nilai dan
perilaku penduduk Amsyari, 1996:141. Menurut Soerjani, Rofiq Ahmad, dan Rozy Munir 1987:12-13, makhluk
hidup secara keseluruhan merupakan penyebab utama terjadinya berbagai perubahan dalam sistem kehidupan. Namun semenjak dahulu kala, kecuali
manusia, makhluk hidup yang lain itu menjadi penyebab timbulnya perubahan secara alami, yang bercirikan keajegan, keseimbangan, dan keselarasan.
Sedangkan manusia mempunyai potensi dan kemampuan untuk merubahnya secara berbeda, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikuasai khususnya, serta perkembangan kebudayaan pada umumnya. Seringkali perubahan itu sangat kolosal, drastis, bahkan dramatis. Oleh karena itu, hakikat
pokok pengelolaan lingkungan hidup oleh manusia itu adalah bagaimana manusia melakukan upaya agar kualitas manusia makin meningkat, sementara kualitas
lingkungan juga makin baik.
Universitas Sumatera Utara
19
Memancing merupakan kegiatan olah raga yang mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan dengan pranata-pranata sosial dan budaya yang ada
di dalam masyarakat yang bersangkutan. Mengulas pernyataan Lueschen dalam kutipan Suparlan 1977:24, pranata merupakan sistem tingkah laku sosial yang
bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia
dalam masyarakat. Selanjutnya Suparlan menyatakan sebagai suatu bagian yang integral dari masyarakat, kegiatan-kegiatan olah raga yang ada pada suatu
masyarakat sebetulnya dapat juga dilihat sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari pola kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Lebih lanjut menjelaskan bahwa pola-pola persaingan, konflik, dan ko- operasi yang ada didalam suatu kegiatan olah raga, begitu juga tingkah laku
mereka yang sedang bertanding didalam mentaati aturan-aturan pertandingan, sebenarnya berasal dari dan telah menggunakan model-model yang terdapat pada
proses-proses sosial dan sistem-sistem sosial-budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan.Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi suatu
kegiatan atau tindakan olah raga, yaitu suatu tindakan organik dari tubuh manusia, adalah sistem-sistem sosial-budaya. Sistem sosial-budaya itu merupakan reference
systems, yaitu merupakan suatu rangkaian model-model cognitive atau pengetahuan yang terdapat pada berbagai tingkat kesadaran manusia.
Berkembangnya orientasi para pemancing yang ingin mencari hiburan serta mendapatkan surplus dibalik kehebatan mereka dalam memancing. Kegiatan
mancing kini lahir yang bersifat judi. Mengutip pandangan Kartini,
Universitas Sumatera Utara
20
Mudjijono2004:23 menjelaskan bahwaperjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai,
dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa- peristiwa permainan, pertandingan, perlombaaan, dan kejadian yang tidak atau
belum pasti hasilnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995, judi adalah permainan
dengan memakai uang sebagai taruhan. Sedangkan berjudi adalah mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dipermainan tebakan berdasarkan
kebetulan dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana psal 303 ayat 3 mengartikan taruhan judi adalah tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat pemenang pada umumnya bergantung
kepada untung-untungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain
10
1. Faktor Sosial dan Ekonomi
. Menurut Papu2002, diperoleh 5 lima faktor yang amat berpengaruh
dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi. Kelima faktor tersebut adalah:
Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup
mereka. Tidaklah mengherankan jika pada masa undian SDSB di Indonesia zaman orde baru yang lalu, peminatnya justru lebih banyak dari kalangan
10
Kitab Undang-Undang Hukum pidana Pasal 303 ayat 3
Universitas Sumatera Utara
21
masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, buruh, atau pedagang kaki lima. Dengan modal yang sangat kecil, mereka berharap mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya atau menjadi kaya dalam sekejap tanpa usaha yang besar. Selain itu, kondisi sosial masyarakat yang menerima perilaku
berjudi juga berperan besar terhadap tumbuhnya perilaku tersebut dalam komunitas.
2. Faktor Situasional
Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk
berpartisipasi dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi
merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian
dengan salalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberi kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang
biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja padahal kenyataannya kemungkinan menang sangat kecil. Peran media massa seperti televisi dan
film yang menonjolkan keahlian para penjudi yang “seolah-olah” dapat mengubah setiap peluang menjadi kemenangan atau mengagung-agungkan
sosok sang penjudi, telah ikut pula mendorong individu untuk mencoba permainan judi.
3. Faktor Belajar
Universitas Sumatera Utara
22
Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa
yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi
lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuatdiulangi
bilamana diikuti oleh pemberian hadiahsesuatu yang menyenangkan. 4.
Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat
evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung
memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan
diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang
berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam pikiran:”kalau sekarang belum
menang pasti dikesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya”. 5.
Faktor Persepsi terhadap Keterampilan Penjudi yang merasa dirinya sangat terampil dalam salah satu atau beberapa
jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa
keberhasilankemenangan dalam permainan judi adalah karena keterampilan yang dimilikinya.Mereka menilai keterampilan yang dimiliki akan membuat
Universitas Sumatera Utara
23
mereka mampu mengendalikan berbagai situasi untuk mencapai kemenangan illusion of control. Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana
kemenangan yang diperoleh karena keterampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah
dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai ”hampir menang”, sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan
didapatkan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 303 ayat 3 mengartikan
taruhan judi adalah tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat pemenang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja dan juga
kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain.Dari pengertian di atas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat
dinyatakan sebagai taruhan, yaitu adanya unsur: 1.
Permainanperlombaan. Perbuatan yang dilakukan biasanya berbentuk permainan atau perlombaan. Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-
senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati. Jadi bersifat rekreatif.
2. Untung-untungan. Artinya untuk memenangkan permainan atau perlombaan ini
lebih banyak digantungkan kepada unsur spekulatifkebetulan atau untung- untungan. Faktor kemenangan yang diperoleh dikarenakan kebiasaan atau
kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih. 3.
Ada taruhan dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan yang diberlakukan oleh para pihak pemain atau bandar. Baik dalam bentuk uang
Universitas Sumatera Utara
24
ataupun harta benda lainnya. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Unsur ini merupakan yang paling
utama untuk menetukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan.
Dari uraian diatas maka jelas bahwa segala perbuatan yang memenuhi kegitan unsur di atas, meskipun tidak disebut dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 9 Tahun 1981 adalah masuk kategori judi, meskipun dibungkus dengan nama-nama yang indah sehingga dapat dilihat seperti sumbangan. Berdasarkan
kajian UU tersebut, taruhan yang ada didalam kegiatan mancing dapat dikatakan sebagai judi sesuai dengan ketiga unsur tersebut.
1.3.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu apa orientasi memancing bagi kalangan
pemancing saat ini? Permasalahan inidijabarkanke dalam 4 empat bentuk pertanyaan penelitian yaitu :
1. Apa makna memancing menurut para pemancing?
2. Hal apa yang mendorong pemancing untuk melakukan kegiatan
memancing? 3.
Jenis memancing apa yang diminati para pemancing dalam melakukan aktivitas memancing?
Universitas Sumatera Utara
25
4. Berapa dan biaya apa saja yang dikeluarkan dalam aktivitas
memancing sesuai dengan jenis memancing yang cenderung dilakukan pemancing?
1.4.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua kolam pancing di kota Medan yang mana satu mewakili kolam yang bersifat hiburan dan satunya kolam pancing yang
bersifat kompetisi. Kolam pancing yang bersifat hiburan yaitu kolam pancing Paya Buah yang berada di Jln. Sakura Raya No. 62 B. Kolam pancing yang
bersifat kompetisi yaitu kolam pancing Deep zone yang berada di Jln. Flamboyan Raya Tj. Selamat. Kolam pancing Paya Buah dan Deep zone ini dipilih peneliti
menjadi tempat penelitian karena merupakan kolam pancing yang cukup ramai dikunjungi para pemancing dari berbagai kalangan dan dari daerah yang jauh.
Untuk kolam pancing Paya Buah dan Deep zone pengunjungnya mencapai sekitar 100 orang perhari.
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian