Analisis pelaksanaan jsa pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas berdasarkan teknik management oversight and risk tree di lokasi kerja PT X tahun 2011

(1)

PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE

DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011 SKRIPSI

Oleh:

MELLYSA PUTRI NELDI 107101001575

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

i

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 September 2011


(3)

ii Skripsi, Maret- September 2011

Mellysa Putri Neldi, NIM: 107101001575

ANALISIS PELAKSANAAN JSA

PADA PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS

BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE

DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011

151 halaman + 11 tabel + 17 gambar + 8 lampiran

ABSTRAK

Industri Migas memiliki risiko kecelakaan yang cukup tinggi. Wellwork dan

initial completion merupakan salah satu kegiatan industri Migas yang memiliki tujuh

hazard besar, sehingga untuk mengenali sumber hazard dan menentukan tindakan mitigasinya diperlukan ketepatan dalam pelaksanaan job safety analysis (JSA). Akan tetapi pada kenyataannya, ditemukan permasalahan pada pelaksanaan JSA di PT. X, yaitu ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dilakukannya JSA pada beberapa pekerjaan.

Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menggali lebih dalam penyebab masalah dalam JSA pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, di lokasi kerja PT. X tahun 2011. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Maret hingga September 2011. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Management Oversight and Risk Tree. Untuk mendapatkan keabsahan data, maka digunakanlah triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik terdiri dari teknik pengamatan lapangan, analisis dokumen, dan wawancara. Triangulasi sumber terdiri dari informan utama yaitu para pengawas, informan kunci yaitu HES Representative PT. X, dan informan pendukung yaitu para pekerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA disebabkan karena ketidakahlian pekerja, ketidaktepatan waktu pelaksanaan JSA, ketidaktegasan pengawas, terlalu luasnya ruang lingkup pekerjaan, dan tidak dilakukannya tindakan mitigasi yang sudah ditentukan. Dari penelitian ini juga diketahui beberapa hal yang mendukung pelaksanaan JSA yaitu komitmen perusahaan, anggaran, masukan dari para pekerja, pemahaman pekerja melakukan tindakan mitigasi, ketersediaan dan kesesuaian peralatan pengendalian dengan hazard yang ada di lokasi kerja, uji coba peralatan pengendalian hazard, arahan dan petunjuk untuk mengendalikan hazard, dan penggunaan kembali rekomendasi pengendalian hazard


(4)

iii

pengawas.


(5)

iv Undergraduate Thesis, March- September 2011

Mellysa Putri Neldi, NIM: 107101001575

JSA IMPLEMENTATION IN WELLWORK AND INITIAL COMPLETION ACTIVITY PERFORMED BY OIL AND GAS CONSTRUCTOR

THROUGH MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE TECHNIQUE LOCATED IN PT. X 2011

151 pages + 11 tables + 17 pictures + 8 attachments

ABSTRACT

Oil and gas industry has a high risk of occupational accidents. Wellwork and initial completion (WW&C) is one of the activities in this industry which has seven hazards, so to identify source of hazard and determine of hazard mitigation requires accuracy in implementation of Job Safety Analysis (JSA). But in reality, there are some problems in implementation of JSA on PT.X, such as inaccuracies implementation and not having JSA done in some works.

This is a qualitative research using Management Oversight and Risk Tree to explore the root cause of problems in JSA implementation at well work and initial completion activity that performed by oil and gas constructor located in PT. X on 2011. The study started on March to September 2011. To obtain the validity of the data, it is used triangulation methods and person triangulation. Triangulation methods of observation, document analysis, and interview. Person triangulation consists of the main informants are supervisors, the key informant is HES Representative at PT. X, and support informants are workers.

The root causes of inaccuracy implemented JSA are lack of the employee skill, JSA was performed in improper time, lack of supervising, analyzed the scope of work is too vast, and undone mitigation. From this study are also known to some of the things that support the implementation of the JSA is a employee’s commitment, budget, workers suggestion, workers understanding of mitigation actions, availability and suitability of hazard control, testing hazard controls, directives and instructions to control the hazard, and reuse of control hazard in different situations.

To ensure accuracy in implementation of JSA, the company and its business partner must improve their workers skill and set up a supervision pathway at every level supervisors.


(6)

v

Skripsi dengan Judul

ANALISIS PELAKSANAAN JSA

PADA PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS

BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 30 September 2011

dr. Yuli Prapancha Satar, MARS Pembimbing Skripsi I

Iting Shofwati, ST, MKKK Pembimbing Skripsi II


(7)

vi

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 30 September 2011

Ketua

(dr. Yuli Prapancha Satar, MARS)

Anggota I

(Iting Shofwati, ST, MKKK)

Anggota II


(8)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Mellysa Putri Neldi

Jl. Cucur Timur VIII Blok A11/13 Bintaro Jaya Sektor 4 Tangerang Selatan

Email: [email protected]

Riwayat Pendidikan

1995- 2001 SD Cendana Rumbai- Pekanbaru 2001- 2004 SMP Cendana Rumbai- Pekanbaru

2004-2007 SMA Cendana Rumbai- Pekanbaru

2007-2011 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jurusan Kesehatan Masyarakat

Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Beasiswa, Seminar, dan Pelatihan

2007- 2011 Beasiswa Penuh untuk Studi S1 dari REACH An International Scholarship Program, Institute Of International Education USA 2008 - Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Efek

Penggunaan Headset terhadap Kesehatan Telinga”

- Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Amankan

Tabung Gas Subsidi Anda…?”

- PelatihanPertolongan Pertama Mahasiswa yang diadakan oleh Korps Sukarela Palang Merah Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009 Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “ Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bencana atau Solusi Sumber

Energi???”

2009 -Kunjungan ke Perkebunan PTPN VII dan melakukan analisis kualitas lingkungan.


(9)

viii

2010 -Kunjungan ke Waste Management Indonesia (WMI) untuk mengetahui pengolahan limbah dari berbagai industri di Indonesia.

-Kunjungan ke Bantar Gebang sebagai salah satu Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

-Kunjungan ke Pabrik PT. Indomilk dan Pabrik PT. Yakult Indonesia Persada untuk mengetahui tentang K3 perusahaan serta melakukan analisis keselamatan pekerjaan / job safety analysis

(JSA).

2011 - Training Pembuatan Emergency Response Plan (ERP) di PT. Chevron Pacific Indonesia bersama mitra kerja.

- Training Menghadapi Keadaan Darurat dan Kebakaran di PT. Chevron Pacific Indonesia.

- Mengikuti Fire Exercise di North Booster System (NBS) di PT. Chevron Pacific Indonesia.

- Training Health, Safety, and Environment mengenai

“Fundamental Safety Work Practies” di PT. Chevron Pacific Indonesia

Pengalaman Organisasi dan Magang

2007- 2008 Staff Departemen Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2010 Koordinator Acara untuk Enam Acara Besar untuk Milad 6th Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).

2010 Ketua Seksi Penelitian pada Seminar Profesi Kesehatan dan Keselamatan Kerja “Sudah Safetykah anda Berkendara?”

2010- 2011 Kepala Departemen Keuangan dan Dana Usaha BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat

Maret- April 2011 Magang di PT. Chevron Pacific Indonesia dengan judul laporan

“Gambaran Manajemen Kebakaran dan Tanggap Darurat


(10)

ix

Like attracts like. You get what you think about; your thoughts determine

your experience.

~Rhonda Byrne (2006), Rhonda Byrne dan Michael J. Loiser (2007), Beth dan Lee McCain (2007) ~

Skripsi ini kupersembahkan untuk ANDA.

Semoga tulisan sederhana ini memberi manfaat dan wawasan baru pada

pengetahuan ANDA.


(11)

x اسا كي ع ةمحرو ا ه و رب اك هت

Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjat kehadirat Allah SWT yang selalu senantiasa memberikan rahmat serta nikmat-Nya atas segala kemudahan, keberanian, kelancaran, dan segala ketenangan yang Engkau berikan. Terimakasih Rabb atas kasih sayang-Mu yang selalu terpacarkan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Pelaksanaan JSA pada Pekerjaan Wellwork dan

Initial Completion yang Dilakukan Kontraktor Migas Berdasarkan Teknik

Management Oversight and Risk Tree di Lokasi Kerja PT. X Tahun 2011” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Baginda Besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang telah membawa umatnya menuju pintu pencerahan dan peradaban serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Penulis ingin menyampaikan secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ayahanda Nan Bijaksana H. Edi Mardias dan Ibunda Tersayang Hj. Nelly Aswarni atas segala dukungan dan doanya yang tiada henti dan selalu dipanjatkan kepada Allah SWT untuk keberhasilan penulis dalam menjalani kehidupan ini.

Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, melainkan dari bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Kelurga Besar. Nenek, Tante Mel dan Om Achyar, Om Anat beserta Tante Loli, Tante Des, Kakak Tercinta Eka Febriani, dan Abang Maulana Neldi beserta istri, terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu mengiringi langkah hidupku. Keponakan-keponakan yang lucu, Syalwa, Abitya, Zavania, dan Bazli, terima kasih telah memberikan senyuman dan canda tawa, hingga membuat penulis terus bersemangat mencapai masa depan yang cerah.“My Engineer” Ananda Fauzan


(12)

xi

limpahan rezeki dan kasih sayangnya kepada kita.

2. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, selaku dosen pembimbing skripsi dan ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku dosen pembimbing skripsi dan penanggung jawab peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang senantiasa membantu, membimbing penulis selama penyusunan skripsi.

4. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan nasehat, dukungan, dan doa yang diberikan.

5. Seluruh dosen dan staf PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan para mahasiswa umumnya.

6. Bapak Elwin Fernandes yang telah membukakan jalan bagi saya untuk menyelesaikan skripsi di perusahaan.

7. Bapak Muhammad Razi, SKM, MT yang terus memberikan saya dorongan dan kekuatan untuk terus maju menyelesaikan skripsi. Terimakasih telah memotivasi saya, dan terus membimbing saya dari awal skripsi hingga selesai.

8. Bapak Supriyo Widodo, yang selalu memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan baru bagi saya selama proses pengerjaan skripsi.

9. Seluruh Well Site Manager (WSM) WW&C yang telah membimbing dan membantu saya saat mengikuti kegiatan di lokasi kerja.

10.Seluruh kru pekerja rig, termasuk toolpusher dan driller yang sangat membantu saya memperoleh informasi di lokasi kerja.

11.Bapak Gazali yang selalu memberikan informasi dan membuatkan surat-surat yang saya butuhkan untuk penyelesaian skripsi.

12.Sahabat-sahabat K3 dan Gizi yang senantiasa memberikan informasi, motivasi, dan bantuannya selama proses pengerjaan skripsi. Terimakasih untuk Ebby, Shani,


(13)

xii

tepat waktu.

13.Adik-adik kelas Icha, Titah, Ade (Farmasi), Nindy, Sherly, Diana, Vita, Ubay, Fadil, Ersa, Nita dan adik-adik lainnya atas doa yang kalian berikan. Senang sekali bisa mengenal dan berbagi ilmu baik secara akdemik maupun organisasi bersama kalian.

14.Sahabat penulis yang cantik serta cerdas yaitu Siti Hanifa Sandri, S.Bsc of Banking and Finance yang selalu memberikan dukungan selama pengolahan pedoman wawawancara dan pengambilan data di Pekanbaru.

15.Sahabat-sahabat Cendana 2007, Geng AWE (“Momont” Erlisa Fitri, ST; Elsa Astriana, ST; Refi Agustine, S.Ked; dan Vrenda Alia, Sk. Ked); Ulfa Fauzia, ST; dan Rezky Octora Manungkalit, S.I.Kom. Walaupun jarak memisahkan, namun arti persahabatan sangat kental bagi kita, terimakasih sahabat atas dukunganmu.

Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir kiranya penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.

و ا اسل كي ع ةمحرو ا ه و رب اك هت

Jakarta, September 2011


(14)

xiii

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 10

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN ... 11

1.4 TUJUAN PENELITIAN ... 11

1.4.1 Tujuan Umum ... 11

1.4.2 Tujuan Khusus ... 12

1.5 MANFAAT PENELITIAN ... 13

1.5.1 Bagi Peneliti ... 13

1.5.2 Bagi Institusi ... 13

1.5.3 Bagi Perusahaan dan Business Project ... 13


(15)

xiv

2.1.1 Manajemen Risiko dan Manajemen Keselamatan Kerja (K3) ... 15

2.1.2 Proses Manajemen Risiko ... 17

2.2 IDENTIFIKASI HAZARD ... 19

2.1.1 Identifikasi Hazard sebagai Bagian dari Manajemen Risiko ... 19

2.2.2 Metode Identifikasi Hazard ... 21

2.3 ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSIS) ... 23

2.3.1 Pelaksanaan Job Safety Analysis ... 25

2.4 TEORI PENYEBAB KECELAKAAN ... 30

2.5 KELALAIAN MANAJEMEN DAN POHON RISIKO (MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE) ... 37

2.5.1 Definisi Management Oversight And Risk Tree (MORT) ... 37

2.5.2 Tidak Dilaksanakannya Penilaian Risiko (Task Spesific Risk Assessment Not Performed) ... 39

A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi (High Potential was Not Identified) ... 40

B. Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential) ... 43

2.5.3 Penilaian Risiko Pekerjaan (Task Spesific Risk Asessment LTA) ... 43

A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) ... 43

B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) ... 47

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 KERANGKA BERPIKIR ... 49

3.2 DEFINISI ISTILAH ... 50

3.2.1 Pelaksanaan JSA ... 50

3.2.2 Identifikasi Permasalahan dalam Pelaksanaan JSA ... 51

3.2.3 Tidak Dilaksanakannya JSA dan Tidak Tepatnya Pelaksanaan JSA ... 51


(16)

xv

4.1 JENIS PENELITIAN ... 52

4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 52

4.3 INFORMAN ... 52

4.4 INSTRUMEN PENELITIAN ... 54

4.5 SUMBER DATA ... 55

4.6 PENGUMPULAN DATA ... 56

4.7 KEABSAHAN DATA ... 58

4.8 PENGOLAHAN DATA ... 59

4.9 ANALISIS DATA ... 60

4.10 PENYAJIAN DATA ... 60

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 GAMBARAN UMUM PT. X ... 66

5.1.1 Profil PT.X ... 66

5.1.2 Visi dan Misi PT. X ... 67

5.1.3 Fundamental Safe Work Practies (FSWP) ... 67

5.1.4 Job Safety Analysis sebagai Bagian dari FSWP ... 71

5.2 WELLWORK AND COMPLETION DEPARTEMENT (WW&C) ... 77

5.2.1 Tugas dan Tanggung Jawab WW&C ... 78

5.2.2 Peralatan yang Digunakan di Lokasi Kerja WW&C ... 80

5.3 HASIL PENELITIAN ... 87

5.3.1 Informan Penelitian ... 87

5.3.2 Hasil Pengamatan Lapangan Mengenai Pelaksanaan JSA di Lokasi WW&C ... 88

5.3.3 Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Assessment Not Performed ... 97

A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi (High Potential was Not Identified) ... 97


(17)

xvi

A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) ... 104 B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) ... 113

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 KETERBATASAN PENELITIAN ... 123 6.2 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT NOT

PERFORMED... 126 6.3 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT LTA... 134

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN ... 148 7.2 SARAN ... 150

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode 61

4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 1) 62 4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 2) 63

4.2 Simbol-simbol dalam Pohon MORT 65

5.1 Informan Utama 87

5.2 Informan Kunci 87

5.3 Informan Pendukung 88

5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD 90

5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD (lanjutan 1) 90

5.5 Kekurangan Mitigasi JSA di Lokasi BAD 92


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Proses Manajemen Risiko 18

2.2 Contoh Lembar Kerja Job Safety Analysis 26

2.3 Accident Model Heinrich 31

2.4 Model Penyebab Kecelakaan ILCI 32

2.5 Cabang Utama Pohon MORT 38

2.6 Cabang Task Specific Risk Assessment Not Performed 42

2.7 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA 45

3.1 Kerangka Berpikir 50

4.1 Contoh-contoh Acuan yang Digunakan dalam Pohon MORT 64

5.1 Empat Fase Analisis Hazard 71

5.2 Hazard Identification Tools 74

5.3 Rig 81

5.4 Well Head 83

5.5 Packer 85

5.6 Tubular 85

6.1 Event-event yang Bermasalah dalam Cabang 133

Task Spesific Risk Assessment Not Performed

6.1 Event-event yang Bermasalah dalam Cabang


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 4.1 Pedoman Pengamatan Lapangan Lampiran 4.2 Pedoman Wawancara

Lampiran 4.3 Daftar Dokumen

Lampiran 4.4 Matriks Hasil Wawancara dan Triangulasi Data Lampiran 5.1 SOP Run in Hole Reda Unit

Lampiran 5.2 SOP Nipple Up & Test BOP

Lampiran 5.3 SOP Moving Rig


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Industri pertambangan termasuk migas mampu memberikan lapangan kerja kepada masyarakat Indonesia dan berkontribusi dalam peningkatan penerimaan negara. Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas DESDM-RI (2008), selama tahun 2008 sektor ESDM telah membuka bagi 332.317 lapangan kerja baru untuk sektor migas di tanah air. Lapangan kerja yang dibuka dapat menyerap sejumlah angkatan kerja yang ada di tanah air, sehingga membantu menurunkan jumlah pengangguran di Indonesia. Di tahun yang sama, sektor migas berkontribusi meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 303,067 Triliun atau 31,5% dari seluruh penerimaan negara.

Dibalik peranannya yang luar biasa untuk kesejahteraan negara, karakteristik operasi migas berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan pencemaran terhadap lingkungan (Direktur Jendral Migas, 2006). Risiko pekerjaan operasi migas cukup tinggi, terutama risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Banyaknya hazard yang berada di lingkungan kerja migas akan berdistribusi menyebabkan kecelakaan. Hal ini mengarah kepada prinsip bahwa hazard adalah pelopor untuk terjadinya sebuah kecelakaan (Ericson, 2005). Contoh hazard yang sangat dekat dengan industri migas yaitu proses kerja dengan karakter tekanan dan suhu tinggi; keberadaan alat-alat berat yang moving parts; zat-zat kimia yang mudah terbakar bahkan


(22)

eksplosif; dan tingkat racun yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan (Majalah Migas Indonesia Edisi 1, 2004).

Pada tahun 2010 terjadi sembilan kasus tambang fatal pada kegiatan usaha hulu migas di Indonesia (www.migas.esdm.go.id). Delapan diantaranya akan dipaparkan disini. Kecelakaan pertama di tahun 2010, adalah meninggalnya seorang roustabout

karena perutnya terpukul oleh drill collar. Kecelakaan terjadi ketika drill collar

dikeluarkan dari dalam box penyimpanan dengan bantuan alat angkat (crane). Drill collar terayun mengenai perut roustabout akibat posisi sling yang tidak center dengan

drill collar yang diangkat.

Kecelakaan berikutnya terjadi pada tanggal 31 Mei 2010. Lima orang terperangkap di dalam sebuah tangki unloading nitrogen, empat diantaranya meninggal dunia. Kecelakaan ini terjadi saat salah seorang dari mereka mengambil barang yang terjatuh ke dalam tangki, dan keempat orang lainnya berusaha menolong orang pertama. Namun, upaya mereka gagal karena kurangnya oksigen yang ada di dalam tangki.

Pada pertengahan tahun, tepatnya tanggal 9 Juni 2010, seorang companyman

tertimpa surge tank saat mengawasi pekerjaan mud boy yang sedang menimbang berat sampel cement. Surge tank terjatuh karena tidak mempunyai skit dan diganjal dengan kayu eksplet. Ketika kaki tangki bergoyang, kaki surge tank bergeser dan meleset dari ganjalan kemudian amblas. Surge tank yang digunakan dalam pekerjaan ini, sebenarnya didesain untuk anjungan lepas lantai dengan kaki-kaki tangki yang dilas pada sebuah


(23)

Sebulan berikutnya, pada tanggal 5 Juli 2010, seorang pekerja perawatan sumur luka berat akibat tertimpa tubing bowl. Lock elevator tidak berfungsi dengan baik, sehingga tubing bowl terlepas dari elevator ketika pekerja melakukan perawatan sumur. Sebulan kemudian, pada tanggal 5 September 2010, rahang seorang mekanik perusahaan jasa pengeboran minyak terpukul cross joint ketika melakukan running test terhadap

engine draw work nomor satu. Saat itu, mesin belum siap untuk dioperasikan karena baut pengikat dan tutup pengaman cross joint belum terpasang. Akibatnya mesin bergeser sehingga cross joint antara engine draw work dan gear box patah dan terlempar menghantam rahang korban.

Pada tanggal 1 Desember 2010, floorman sebuah pemboran sumur darat meninggal akibat kejatuhan DP elevator yang lepas dari travelling lock. Saat itu dilakukan pencabutan pahat 12 ¼ “ dengan DP 5” dari kedalaman 748 meter hingga 667 meter. Saat akan melepas sambungan DP 5”, elevator ikut berputar akibatnya dua buah

safety pin putus, sehingga elevator jatuh dari ketinggian 30 meter (satu stand atau tiga

joint). Floorman yang berada di lantai bor tertimpa oleh elevator tersebut.

Kecelakaan selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2010, trailer yang membawa peralatan pengeboran berupa Cementing Pumping Unit masuk ke dalam jurang sedalam 10- 15 meter. Kecelakaan ini terjadi akibat pengemudi trailer tidak mampu menguasai kendaraan pada kondisi jalan yang menurun tajam dan berbelok. Akibat kecelakaan ini, kondisi trailer rusak berat, pengemudi dan kernet meninggal di tempat kejadian.


(24)

Kecelakaan fatal di tahun 2010 ditutup pada tanggal 24 Desember, seorang pekerja rintis pada kegiatan penyelidikan seismik terjatuh ke sungai saat ia mengambil baju pelampung di atap kapal melalui sisi kiri kapal. Korban terjatuh dan tenggelam ke dalam sungai. Korban ditemukan besok harinya dalam kondisi meninggal dunia.

Kasus-kasus kecelakaan fatal di atas menunjukkan betapa tingginya risiko bekerja di kegiatan usaha hulu migas. Kecelakaan pun masih terjadi di tahun 2011, tepatnya pada 9 April, tiga karyawan perusahaan service company ditemukan telah meninggal dunia di dalam tangki penampung cairan milik Vico Indonesia, di ring Vico Mutiara 135 di Kelurahan Muara Jawa Tengah, Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kertanegara. Saat itu, ketiga karyawan mempersiapkan pekerjaan coiled tubing unit di sumur lapangan gas Mutiara Kaltim. Salah satu dari ketiga karyawan tersebut mengecek isi tangki penampung cairan, tiba-tiba salah satu alat miliknya terjatuh ke dalam tangki. Pekerja tersebut langsung memasuki tangki dengan tujuan mengambil alat tersebut. Setelah memasuki tangki, ia tidak sadarkan diri. Dua karyawan lainnya berusaha mengevakuasi korban tersebut, akan tetapi mereka juga ikut tidak sadarkan diri. Tidak lama berselang, empat rekan korban lainnya datang untuk mengevakuasi tiga korban dari dalam tangki, dan mereka langsung pingsan karena menghirup gas yang keluar dari tangki. Akibat kejadian ini, tiga karyawan meninggal dunia dan karyawan lainnya mendapatkan pengawasan intensif dokter (www.kaltimpost.co.id).

Kasus-kasus kecelakaan di atas menunjukkan bahwa kecelakaan merupakan risiko besar yang dihadapi kegiatan usaha hulu migas. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2011), kerugian yang diderita akibat kecelakaan tidak hanya


(25)

kerugian materi yang besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa dengan jumlah yang tidak sedikit. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi manapun.

Wellwork merupakan salah satu rangkaian kegiatan eksploitasi yang bersifat

maintenance (pemeliharaan) pada kegiatan hulu migas. Objek pemeliharaan wellwork

adalah sumur minyak. Segala kegiatan yang berhubungan dengan sumur produksi dilakukan oleh tim wellwork. Initial Completion merupakan pekerjaan awal yang dilakukan terhadap sumur baru setelah dilakukan operasi pemboran. Kegiatan Initial Completion adalah memasang segala peralatan yang dibutuhkan pada sumur sehingga dapat mulai berproduksi. Sementara untuk sumur yang sudah lama, dilakukan kegiatan perawatan agar sumur tersebut dapat terus berproduksi. Biasanya dilakukan penggantian pompa akibat masalah-masalah formasi (Irwanto, 2011).

Contoh-contoh pekerjaan yang dilakukan oleh wellwork seperti swabbing job, sand bailing, perforasi dan lain sebagainya. Swabbing job adalah pekerjaan memindahkan sejumlah fluida dari dalam sumur melalui rangkaian pipa, yang bertujuan untuk menentukan production rate dari sebuah interval atau sumur. Sand bailing adalah kegiatan pengambilan pasir yang menumpuk pada dasar lubang bor dan menutup perforasi sehingga mengganggu proses produksi. Perforasi merupakan kegiatan membuat hubungan antara lubang sumur dengan formasi menggunakan gun (Prabowo, 2008).


(26)

Untuk menunjang pekerjaan di wellwork, maka digunakanlah berbagai macam peralatan yang dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu surface equipment dan

subsurface equipment. Surface equipment adalah segala peralatan yang berada di atas permukaan sumur, seperti rig yang digunakan untuk mencabut dan memasangkan pipa dari dan ke dalam sumur, well head yaitu semua peralatan yang berada di bagian sumur meliputi valve-valve dan perpipaan sampai dengan production line, accumulator yang berfungsi sebagai tenaga pendorong BOP (Blow Out Prevention), pompa sebagai alat yang digunakan untuk memindahkan fluida atau cairan dengan cara meningkatkan tekanan, dan lain sebagainya. Subsurface equipment adalah alat-alat yang terdapat di bawah permukaan sumur, seperti packer yang digunakan untuk mengisolasi suatu kedalaman tertentu dari lubang sumur, tubular product, fishing tool yaitu alat yang dipakai untuk memancing benda-benda yang jatuh ke dalam sumur akibat hal-hal tidak terduga, dan sand pump (pompa pasir) yang berfungsi untuk membersihkan pasir dari dalam lubang sumur pada kedalaman yang sudah ditentukan (Prabowo, 2008).

Sebagai salah satu rangkaian kegiatan dari usaha hulu, pekerjaan di wellwork

juga memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya kecelakaan, terlebih lagi dengan keberadaan alat-alat berat sebagai penunjang kegiatan. Kecelakaan yang diwaspadai pada pekerjaan wellwork, seperti terpeleset, tersandung, terjatuh, terjepit, dan tertumbuk. Terpeleset dapat terjadi karena tempat berpijak yang licin, sehingga tubuh kehilangan keseimbangan. Penyebab terpeleset seperti lantai yang licin atau basah; minyak yang membasahi lantai; benda yang mudah bergerak di atas lantai seperti karpet, kertas, dan kapas; serta pemakaian sepatu yang licin untuk lantai tertentu. Tersandung


(27)

terjadi ketika kaki tidak sadar menginjak lantai berbeda ketinggian sehingga kehilangan keseimbangan tubuh. Hazard yang menyebabkan tersandung adalah adanya benda yang tidak rata di atas lantai, lantai yang rusak, benda yang bergerak di atas lantai, kurangnya pencahayaan, pandangan terhalangan benda, dan perbedaan ketinggian. Terjatuh dapat terjadi ketika tubuh kehilangan keseimbangan karena terpeleset, terjungkal, atau jatuh dari ketinggian. Terjatuh dapat menyebabkan cedera bahkan kematian. Terjepit dapat mencelakakan anggota tubuh seperti tangan. Salah satu hazard yang dapat menyebabkan tangan terjepit adalah posisi tangan yang berada di daerah engsel pengunci atau daerah titik jepit. Tertumbuk dapat mencelakakan pekerja jika pekerja berada lane of fire, yaitu daerah berbahaya disekitar benda bergerak. Selain risiko kecelakaan di atas, pekerjaan

wellwork juga berisiko untuk pencemaran lingkungan, baik tanah, air, maupun udara. Maka dari itu penting untuk melaksanakan pencegahan terhadap tumpahan minyak, penanganan berbagai jenis limbah, serta pengurangan polusi suara (OEMS Wellwork and Completion, 2010).

Tingginya risiko di kegiatan wellwork tersebut disebabkan karena ada tujuh

hazard besar. Tujuh hazard besar tersebut adalah blow out, cedera tangan, tekanan terkurung, benda terjatuh, hazard electrical, kecelakaan lalu lintas, dan petir. H2S juga harus diwaspadai sebagai hazard yang dapat terhirup pada pekerjaan wellwork (OEMS

Wellwork and Completion, 2010). Tanpa pengenalan yang cukup akan sumber-sumber risiko yang ada di wellwork tersebut, serta perlakuan yang tidak tepat bagi setiap sumber risiko maka akan sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. Kebanyakan kecelakaan kerja yang terjadi adalah kurangnya pemahaman dan pengenalan terhadap


(28)

sumber-sumber risiko tersebut, sehingga menimbulkan keadaan yang tidak aman, atau adanya tindakan tidak aman yang pada akhirnya akan menjadi pemicu terjadinya kecelakaan kerja.

Identifikasi sumber hazard dalam lingkungan kerja akan menjadi bagian yang esensial dalam menyusun langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Salah satu metode untuk mengidentifikasi sumber hazard adalah job safety analysis

(JSA) atau Analisis Keselamatan Kerja. JSA berfokus kepada hubungan antara pekerja, tugas, alat, dan lingkungan kerja. Jika di dalam analisis ditemukan

hazard yang tidak terkontrol, dapat diambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat resiko yang dapat diterima (OSHA 3071, 2002).

Menurut OSHA 3071 (2002), job safety analysis merupakan salah satu komponen dari komitmen sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Agar pelaksanaan JSA efektif, maka manajemen perusahaan harus menunjukkan komitmen keselamatan dan kesehatan kerja yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard

yang ditemukan. Pengawas dapat melakukan eliminasi dan pencegahan terhadap hazard

di tempat kerja, sehingga pekerja menjadi lebih selamat, metode bekerja lebih efektif, biaya kompensasi akibat kecelakaan dapat dikurangi, dan produktifitas pekerja dapat ditingkatkan.

Dalam pelaksanaan JSA, karyawan yang akan melaksanakan pekerjaan harus dilibatkan dalam pembuatan JSA. Ini merupakan hal yang penting karena merekalah yang memahami pekerjaan dan akan menghadapi hazard pada tiap langkah pekerjaan.


(29)

Pengetahuan mengenai manfaat JSA dan tata laksana JSA merupakan pengetahuan yang sangat berharga bagi karyawan. Dengan pengetahuan tersebut, mereka mampu menjalankan prosedur bekerja selamat di perusahaan (Geigle, 2002). Pengawas dan penanggung jawab pekerjaan juga berperan dalam pelaksanaan JSA. Fungsi mereka adalah untuk meninjau kembali JSA yang telah dibuat. Tujuannya agar semua hazard

sudah diidentifikasi dengan baik dan tindakan mitigasi yang dipilih sudah sesuai.

Dari berbagai gambaran kecelakaan pada kegiatan hulu migas di atas; dan gambaran pekerjaan wellwork, hazard, dan risiko pekerjaannya, maka diperlukan pengkajian sistematis tentang prosedur kerja suatu pekerjaan. Kajian ini berguna untuk mengidentifikasi dan mengontrol hazard selama pekerjaan berlangsung. Salah satu metode pengkajian sistematis ini adalah job safety analysis (JSA). JSA dapat membantu manajemen perusahaan untuk melakukan langkah kerja yang selamat. Setiap organisasi mempunyai penerapan JSA yang bermacam-macam.

Pekerjaan wellwork dan initial completion yang ada di lingkungan perusahaan PT. X, juga memiliki karakter hazard dan potensi kecelakaan yang sama dengan pekerjaan wellwork di perusahaan migas lainnya. Pekerjaan wellwork dan intial completion di lokasi kerja PT. X dilakukan oleh pekerja kontraktor yang telah ahli bertugas untuk pemeliharaan sumur minyak. PT. X selaku pemilik sumur minyak, memiliki landasan agar seluruh pekerja, baik pekerja tetap maupun tenaga kontrak dapat bekerja dengan selamat. Landasan tersebut tertuang dalam Fundamental Safe Work Practies (FSWP). JSA merupakan salah satu elemen FSWP. Tujuan pelaksanaan JSA menurut PT. X agar pekerjaan dapat dilakukan dengan handal dan memenuhi standar


(30)

mutu dengan tetap memperhatikan keselamatan kerja. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengamati pelaksanaan JSA untuk pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi perusahaan ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi hal utama dalam kegiatan usaha hulu migas, termasuk kegiatan pemeliharaan sumur produksi (wellwork). Berdasarkan data tahun 2010 telah terjadi sembilan kasus fatal pada kegiatan usaha hulu migas. Berdasarkan karakterisktik pekerjaan di wellwork terdapat tujuh hazard utama, yaitu blow out atau semburan liar fluida dari perut bumi, hazard yang dapat mengakibatkan cedera tangan, tekanan terkurung, hazard yang dapat menyebabkan benda jatuh, listrik, keberadaan lalu lintas saat perpindahan rig dari satu lokasi ke lokasi lainnya (move in rig up atau rig down move up), dan petir yang dapat menyambar pekerja maupun alat-alat kerja wellwork.

Keberadaan hazard tersebut dapat berkontribusi terhadap kecelakaan. Oleh sebab itu, diperlukan pengkajian sistematis terhadap pekerjaan yang akan dilakukan, keberadaan hazard, dan tindakan mitigasinya. Salah satu pengkajian sistematis ini yang paling sederhana dikenal dengan job safety analysis (JSA). JSA dalam pelaksanaannya membutuhkan pengawasan yang kuat dan terstruktur. Tujuannya agar seluruh hazard

dapat teridentifikasi dan dapat diambil tindakan mitigasi yang sesuai. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan studi terhadap pelaksanaan JSA dan menggali informasi mengenai masalah pelaksanaan JSA. Masalah tersebut berbentuk ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dilaksanakanya JSA sama sekali di lokasi kerja. Teknik yang


(31)

digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam pelaksanaan JSA adalah teknik MORT yang terfokus pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan

Task Spesific Risk Assessment LTA.

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011? 2. Apakah terdapat permasalahan dalam pelaksanaan job safety analysis pada

pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011?

3. Apakah yang menyebabkan permasalahan dalam pelaksanaan job safety analysis

pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011?

1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui penyebab masalah dalam pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011.


(32)

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan

initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011.

2. Diketahuinya langkah-langkah yang sudah tepat dalam pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011.

3. Diketahuinya langkah-langkah yang tidak tepat dalam pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011.

4. Diketahuinya penyebab tidak tepatnya pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011.

5. Diketahuinya penyebab tidak dilaksanakannya job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011.


(33)

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman berharga, menambah wawasan serta kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja. Terutama mengenai pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion.

1.5.2 Bagi Institusi

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan bagi civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terutama mengenai pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion.

1.5.3 Bagi Perusahaan dan Business Project

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi kepada perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan memperbaiki pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi kerja PT. X.

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di lokasi kerja Wellwork and Completion Department

PT. X yang terletak di Kabupaten Minas, Pekanbaru, Riau. Penelitian dilakukan pada bulan Maret- September 2011. Subjek dari kegiatan penelitian ini adalah crew pekerja yang terdiri dari WSM (Well Site Manager), toolpusher, driller, dan pekerja. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Ada tiga


(34)

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu, pengamatan lapangan, analisis dokumen, dan wawancara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk menggali informasi mengenai pelaksanaan job safety analysis dan penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA untuk pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi kerja PT. X. Penyebab masalah dianalisis menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT) yang terfokus pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA.


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MANAJEMEN RISIKO

2.1.1 Manajemen Risiko dan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Soehatman Ramli (2010), tujuan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah untuk mencegah kecelakaan yang ditimbulkan karena adanya suatu

hazard di lingkungan kerja. Untuk mencapai tujuan ini, maka pengembangan sistem manajemen K3 harus berbasis pengendalian risiko sesuai dengan sifat dan kondisi

hazard yang ada. Bahkan dapat dikatakan bahwa K3 tidak diperlukan jika tidak ada sumber hazard yang harus dikelola.

Keberadaan hazard dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material, dan lingkungan. Risiko menggambarkan besarnya potensi hazard tersebut untuk dapat menimbulkan insiden atau cedera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan dan keparahan yang diakibatkannya. Hazard dan risiko harus dikelola dan dihindari melalui manajemen K3 yang baik. Karena itu, manajemen K3 memiliki kaitan yang sangat erat dengan manajemen risiko.


(36)

Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3, karena memberikan arah terhadap penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3. Sebelum mengembangkan program K3, terlebih dahulu harus diketahui risiko dan

hazard yang terdapat dalam kegiatan organisasi. Selanjutnya dikembangkan program pengendalian risiko yang tepat melalui pendekatan sebagai berikut.

 Manusia (human approach)

 Teknis (engineering) seperti sarana, mesin, peralatan, material, atau lingkungan kerja

 Sistem dan prosedur, yang berkitan dengan pengoperasian, cara kerja aman, atau sistem manajemen K3.

 Proses, misalnya proses kimia atau fisis.

Dari keempat aspek tersebut dikembangkan berbagai elemen implementasi yang lebih rinci sesuai kebutuhan organisasi. Untuk mengendalikan aspek manusia dilakukan upaya pendidikan, pelatihan, kompetensi, peningkatan kesadaran, cara kerja aman, dan perilaku K3. Pengendalian pada aspek sarana dikembangkan sistem rekayasa, inspeksi, kalibrasi, dan kajian K3 agar sarana dapat dioperasikan dengan selamat serta optimal. Pengendalian pada aspek proses dikembangkan identifikasi hazard dalam operasi, pemeliharaan, manajemen perubahan, keamanan operasi, serta sistem tanggap darurat. Dari aspek prosedur dikembangkan sistem dokumentasi, pengelolaan data dan informasi, pengukuran K3, tinjau ulang manajemen, dan lainnya. Semua program tersebut merupakan elemen dasar untuk mengelola risiko dan hazard yang ada dalam organisasi.


(37)

Dengan demikian terlihat bahwa manajemen risiko K3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen K3.

2.1.2 Proses Manajemen Risiko

Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999, manajemen risiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang mengacu langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek yang merugikan. Ada beberapa tahapan pengelolaan risiko yang harus dilakukan secara komprehensif, meliputi:

1. Penentuan konteks 2. Identifikasi hazard

3. Analisis risiko 4. Evaluasi risiko 5. Pengendalian risiko 6. Komunikasi

7. Pemantauan dan tinjauan ulang

Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan bermacam-macam, salah satu diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk manajemen risiko K3, juga diperlukan penentuan konteks yang akan dikembangkan, misalnya menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, hygiene, dan lain sebagainya. Dari konteks tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen risiko untuk aktifitas rumah sakit,


(38)

industri kimia, kilang minyak, dan bidang lainnya. Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi dan misi organisasi serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan kriteria risiko yang sesuai bagi organisasi. Setelah menetapkan konteks manajemen risiko, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi hazard, analisis, dan evaluasi risiko serta menentukan langkah atau straregi pengendaliannya.

Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko Pengendalian Risiko Evaluasi Risiko Analisa Risiko Menentukan Konteks Identifikasi Bahaya K o mun ika si da n Ko n su lta si Pema n ta u a n da n T in ja u a n Ul a n g Penilaian risiko


(39)

2.2 IDENTIFIKASI HAZARD

2.2.1 Identifikasi Hazard sebagai Bagian dari Proses Manajemen Risiko

Sejalan dengan proses manajemen risiko, OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi hazard dan penilaian risiko sebagai berikut:

1. Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin. Tujuannya agar semua hazard yang ada dapat diidentifikasi dengan baik, termasuk hazard yang dapat timbul dalam kegiatan non rutin seperti pemeliharaan, proyek pengembangan, dan lainnya.

2. Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke tempat kerja. Maka dari itu, identifikasi hazard juga mempertimbangkan keselamatan pihak luar organisasi seperti kontraktor, pemasok, dan tamu.

3. Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya. Faktor manusia harus dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi hazard dan penialaian risiko. Manusia dengan perilaku, kemampuan, pengalaman, latar belakang pendidikan, dan sosial memiliki kerentanan terhadap keselamatan. Perilaku yang kurang baik mendorong terjadinya tindakan berbahaya yang dapat mengarah terjadinya insiden.

4. Identifikasi semua hazard yang berasal dari luar tempat kerja karena dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada di tempat kerja.


(40)

5. Hazard yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi. Sumber hazard

tidak hanya berasal dari internal organisasi tetapi juga bersumber dari sekitar tempat kerja. Sebagai contoh, kemungkinan penjalaran api, gas, suara, dan debu dari aktivitas yang berada di luar lokasi kerja. Faktor eksternal ini harus diidentifikasi dan dievaluasi.

6. Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan, dan material di tempat kerja, baik disediakan oleh organisasi atau pihak lain.

7. Perubahan dalam organisasi, kegiatan, atau material.

8. Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam organisasi. Perubahan sementarapun harus memperhitungkan potensi hazard K3 dan dampaknya terhadap operasi, proses, dan aktivitas.

9. Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko dan implementasi pengendalian yang diperlukan.

10.Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, prosedur operasi, dan organisasinya. Termasuk juga kemampuan manusia.

Syarat-syarat menurut OHSAS 18001 ini bertujuan untuk memastikan bahwa identifikasi hazard dilakukan secara komprehensif dan rinci sehingga semua peluang

hazard dapat diidentifikasi. Identifikasi hazard yang dilakukan seadanya tidak mampu menjangkau hazard yang lebih rinci. Untuk membantu upaya identifikasi hazard, dikembangkan berbagai metoda mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.


(41)

2.2.2 Metode Identifikasi Hazard

Organisasi harus menetapkan metode identifikasi hazard yang akan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain (Ramli, 2010):

a. Lingkup identifikasi hazard yang dilakukan.

b. Bentuk identifikasi hazard, misalnya kualitatif atau kuantitatif.

c. Waktu pelaksanaan identifikasi hazard, misalnya di awal proyek, pada saat operasi, pemeliharaan, atau modifikasi sesuai dengan siklus atau daur hidup organisasi.

Metode identifikasi hazard harus bersifat proaktif atau prediktif sehingga dapat menjangkau seluruh hazard baik yang nyata maupun yang bersifat potensial. Teknik idetifikasi hazard ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas:

 Teknik/metode pasif

 Teknik/ metode semiproaktif

 Teknik/ metode proaktif 1. Teknik Pasif

Teknik ini merupakan teknik yang bersifat primitif, lambat, dan sangat rawan, karena hazard baru dikenali jika sesorang sudah mengalaminya sendiri. Misalnya, seseorang akan mengetahui adanya lobang di jalan setelah tersandung atau terperosok di dalamnya. Metode ini sangat rawan, karena tidak semua


(42)

2. Teknik Semi Proaktif

Teknik ini merupakan teknik mengenal hazard dari pengalaman orang lain. Teknik ini kurang efektif karena:

 Tidak semua hazard telah diketahui atau pernah menimbulkan kecelakaan.

 Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk dijadikan pelajaran.

 Kecelakaan tetap terjadi, walau menimpa pihak lain. 3. Teknik Proaktif

Metode terbaik untuk mengidentifikasi hazard adalah cara proaktif, atau mencari

hazard sebelum hazard tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Metode ini memiliki kelebihan, yaitu:

 Bersifat preventif karena hazard dikendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera.

 Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement), karena dengan mengenal hazard dapat dilakukan upaya perbaikan.

 Meningkatkan “awereness” semua pekerja telah mengetahui dan mengenal hazard di sekitar tempat kerjanya.

 Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan.

Terdapat berbagai teknik identifikasi hazard yang bersifat proaktif antara lain:

 Data kejadian


(43)

Brainstorming

What If Analysis

 Hazops (Hazard and Operability Study)

 Analisis Metode Kegagalan dan Efek (Failure Mode and Effect Analysis)

Task Analysis

Event Tree Analysis

Fault Tree Analysis

 Analisis Keselamatan Pekerjaan (Job Safety Analysis)

2.3 ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSIS)

Dalam OSHA 3071 (2001), Job Safety Analysis merupakan pengkajian sistematis tentang prosedur kerja suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan

hazard sebelum hazard tersebut mengakibatkan kecelakaan. JSA difokuskan kepada hubungan antara pekerja, pekerjaan, alat kerja, dan lingkungan kerja. Melalui kegiatan ini dapat diambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat risiko dari hazard yang diterima.

Pelaksanaan JSA merupakan salah satu komponen dalam komitmen sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Agar pelaksanaan JSA efektif, maka manajemen perusahaan harus menunjukkan komitmen keselamatan dan kesehatan kerja yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard yang ditemukan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka perusahaan dapat kehilangan kredibilitas dan karyawan akan ragu untuk melaporkan penemuan kondisi tidak aman kepada manajemen.


(44)

Pelaksanaan JSA harus melibatkan karyawan. Karyawan dikumpulkan kemudian diberitahu tentang kondisi pekerjaan, potensi hazard, serta perilaku tidak selamat yang terdapat di lingkungan kerja perusahaan dan sekitarnya. Karyawan diajak untuk berdiskusi tentang kecelakaan yang mungkin terjadi. Kemudian bangun ide dan gagasan mereka untuk mengeliminasi atau mengendalikan hazard serta perilaku bekerja. Jika hazard dapat segera dihilangkan maupun dikurangi, lakukan segera perbaikan dan tidak perlu menunggu JSA selesai dilakukan.

Keterlibatan karyawan sangat penting, karena mereka paling paham atas pekerjaan yang mereka lakukan. Karyawan senantiasa dilibatkan dalam setiap tahapan analisis mulai dari mengkaji ulang langkah-langkah pekerjaan, identifikasi hazard,

sampai rekomendasi penyelesaian atau solusi. Pengetahuan JSA ini sangat berharga bagi karyawan, karena dapat meminimasi kelalaian, meningkatkan kualitas menganalisis

hazard, dan mampu memberi solusi dalam pelaksanaan program K3 perusahaan. Jika karyawan tidak dilibatkan dalam pelaksanaan JSA, mereka tidak akan memiliki rasa “memiliki” terhadap prosedur pekerjaan selamat. Pada akhirnya pekerja tidak menggunakan prosedur kerja yang aman dalam pelaksanaan tugas mereka.

Hazard yang ditemukan melalui JSA berguna untuk: a. Mengeliminasi atau mengurangi hazard pekerjaan. b. Mengurangi cedera dan penyakit akibat kerja.

c. Pekerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan selamat. d. Metode kerja menjadi lebih efektif.

e. Mengurangi biaya kompensasi pekerja. f. Meningkatkan produktifitas pekerja.


(45)

2.3.1 Pelaksanaan Job Safety Analysis

Menurut OSHAcedemy Course 706 Study Guide (2002), terdapat empat langkah melaksanakan Job Safety Analysis :

1. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisis.

JSA dapat menganalisis semua pekerjaan yang ada di tempat kerja, namun harus diprioritaskan berdasarkan (Rausand, 2005):

a. Pekerjaan yang memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi.

b. Pekerjaan yang memiliki tingkat keparahan kecelakaan yang tinggi, berdasarkan banyaknya hilang hari kerja atau kebutuhan medis.

c. Pekerjaan yang memiliki potensi menyebabkan luka berat

d. Pekerjaan yang dapat menyebabkan kecelakaan atau luka berat, akibat kesalahan manusia yang sederhana.

e. Pekerjaan baru, pekerjaan tidak rutin, atau pekerjaan yang mengalami perubahaan prosedur.

2. Membagi pekerjaan dalam langkah-langkah pekerjaan

Menurut Geigle (2002), sebelum membagi pekerjaan dalam berbagai langkah, terlebih dahulu dilakukan deskripsi terhadap pekerjaan yang akan dianalisis. Setiap pekerjaan dapat dibagi dalam beberapa langkah. Siapa yang bekerja, berapa jumlah pekerja, dan apa yang dilakukan pekerja menjadi dasar deskripsi masing-masing langkah.

Setiap langkah menunjukkan satu tindakan yang dilakukan. Pastikan cukup informasi untuk menggambarkan langkah-langkah pekerjaan. Hindari membuat rincian terlalu panjang dan luas. Tidak perlu menuliskan langkah-langkah dasar.


(46)

Informasi dari pekerja lain yang pernah melakukan pekerjaan tersebut sangat berguna sebagai masukan dalam membagi tahapan pekerjaan.

Peninjau ulang langkah-langkah kerja dilakukan bersama karyawan lain yang melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini untuk memastikan tidak ada langkah yang hilang. Gambar foto dan video dapat membantu pelaksanaan kegiatan ini.

Deskripsi pekerjaan berfungsi untuk membangun analisis hazard yang ada pekerjaan tersebut. Hasil analisis di laporkan melalui lembar kerja (worksheet).

Format lembar kerja JSA umumnya terdiri dari tiga kolom, yaitu langkah-langkah pekerjaan, keberadaan hazard, dan tindakan pencegahan atau rekomendasi prosedur kerja selamat. Contoh lembar kerja JSA dapat dilihat di gambar 2.2.

Deskripsi Pekerjaan:

(Job Description):

Langkah Dasar Pekerjaan Hazard- Memungkinkan

Terjadinya Cedera

Tindakan Pencegahan

(Basic Job Step) (Hazard- Possible Injuries) (Preventive Measures)

1

2

Prosedur Kerja Selamat

(Safe Job Prosedur)


(47)

3. Melakukan identifikasi hazard dan kecelakaan yang potensial

Setelah meninjau ulang langkah-langkah pekerjaan, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap kondisi yang berbahaya dan perilaku tidak selamat.

Material Safety Data Sheets (MSDSs), pengalaman para pekerja, laporan kecelakaan, laporan pertolongan pertama (first aid statistical records), dan

Behavior Base Safety (BBS) dapat membantu penyelidikan hazard dan perilaku tidak selamat yang ada pada masing-masing langkah pekerjaan. Selain itu data-data tersebut, identifikasi hazard dapat ditelusuri melalui beberapa pertanyaan seperti (Rausand, 2005):

a. Apakah kebakaran atau ledakan dapat terjadi jika pekerjaan dilaksanakan?

b. Apakan ada benda (rantai, sling, kait, dan sebagainya) yang dapat menghantam pekerja?

c. Apakah pekerja dapat terkena aliran listrik, logam panas, acid, air panas, dan sebagainya?

d. Apakah pekerja dapat terhimpit di antara/ di dalam/ pada benda?

e. Apakah pekerja dapat terekspos oleh hazard kesehatan, seperti radiasi, asap beracun, bahan kimia, gas panas, kekurangan oksigen, dan lain sebagainya?

f. Jika terjadi kesalahan mengoperasikan peralatan, apakah peralatan tersebut akan rusak?


(48)

4. Mengembangkan prosedur kerja yang aman

OSHAcademic Course 706 Study (2002) menjelaskan bahwa setelah mengidentifikasi hazard masing-masing langkah pekerjaan, selanjutnya ditentukan metode pengedalian hazard untuk mengeliminasi atau mereduksi

hazard. Ada beberapa metode untuk mengendalikan hazard. Masing-masing metode memiliki keefektifan yang berbeda-beda. Dapat dilakukan kombinasi dari beberapa metode, sehingga perlindungan terhadap karyawan menjadi lebih baik.

Untuk menentukan metode pengendalian hazard, maka dipergunakanlah hirarki pengendalian hazard, yaitu:

 Menghilangkan hazard (elimination)

 Mengganti hazard (subsitusi)

 Pengendalian secara teknik (engineering controls)

 Pengendalian secara administratif (administratif controls)

 Alat pelindung diri (personal protective equipment)

a. Elimination

Eliminasi adalah langkah ideal yang dilakukan untuk menghilangkan

hazard pada langkah pekerjaan, dan sangat mengurangi kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan. Metode ini sulit dilakukan dan akan menghabiskan banyak biaya, karena proses pekerjaan sudah berlangsung. Jika proses pekerjaan masih dalam tahap perencanaan maka metode ini dapat dilakukan dengan mudah


(49)

dengan biaya yang murah. Contoh metode eliminasi adalah menghilangkan sumber kebisingan, tekanan, dan sebagainya.

b. Substitation

Prinsip dari metode subsitusi ini adalah mengendalikan sumber hazard

dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada. Misalnya, dengan mengganti zat kimia beracun dengan zat kimia yang sedikit mengandung racun atau tidak beracun sama sekali.

c. Engineering Controls

Metode ini dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja, peralatan, atau proses kerja untuk mengurangi hazard. Metode ini membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam untuk membuat lokasi kerja yang lebih aman, mengatur ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya.

d. Administrative Control

Contoh pengendalian hazard menggunakan metode ini adalah:

1) Membuat kebijakan kerja yang baru atau membuat standar operasional prosedur yang dapat mengurangi frekuensi atau paparan hazard.

2) Memperbaiki jadwal kerja karyawan, sehingga dapat mengurangi paparan

hazard yang diterima.

3) Memonitoring penggunaan bahan beracun dan berbahaya. 4) Penggunaan alarm dan warning signs


(50)

5) Buddy systems

6) Pelatihan

Pengendalian secara administrative control ini, umumnya masih membutuhkan metode pengendalian yang lain.

e. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah paparan hazard pada pekerja. APD dipergunakan ketika

engineering control tidak dapat dilakukan atau tidak menghilangkan hazard

sama sekali. Jika praktik kerja selamat (safe work practices) tidak memberikan perlindungan karyawan, maka APD dapat memberikan perlindungan tambahan. Umum APD digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif.

2.4 TEORI-TEORI PENYEBAB KECELAKAAN

Keselamatan kerja merupakan pengawasan terhadap kerugian akibat kecelakaan.

Accident Model merupakan penerapan metodologi ilmiah untuk studi kecelakaan

(accident), kejadian (incident), dan kehilangan (loss). Tujuan model ini adalah (Satrya 1999, dalam Razi, 2001) :

1. Memungkinkan sistem klasifikasi yang logis, objektif, dan diterima secara universal.


(51)

2. Mendukung identifikasi hazard.

3. Mendukung investigasi accident dan pencegahannya.

International Loss Control Institute (1991) menyebutkan bahwa ada beberapa model penyebab kecelakaan, diantaranya The Heinrich Model (1931). Model ini seperti efek batu domino yang tersusun (seperti gambar 2.3). Bila salah satu yang terjatuh maka akan menimbulkan hasil akhir berupa kecelakaan. Kecelakaan (accident) menurut model ini dipengaruhi secara bertahap dengan adanya kejadian (insiden), penyebab langsung sebagai tindakan tidak aman dan/atau kondisi fisik atau mekanis yang tidak aman, kegagalan orang yang bersangkutan (fault of person) sebagai penyebab dasar, dan lemahnya pengawasan (lingkungan sosial dan sifat bawaan sesorang). Namun penyebab utama kecelakaan adalah unsafe condition (keadaan tidak aman) dan unsafe act

(tindakan tidak aman).

Gambar 2.3. Accident Model Heinrich

Dalam Razi (2001), dijelaskan tentang teori kesalahan manajemen yang memperkenalkan gagasan bahwa unsafe acts adalah padanan dari kesalahan individu, dan unsafe condition tidak lain adalah hasil dari beberapa kesalahan. Tetapi kemudian, ide ini juga mengemukakan bahwa unsafe acts dan unsafe conditions bukanlah pemicu

insiden. Penyebab insiden adalah semua faktor lingkungan yang memungkinkan

Lack o f co n tr o l Basi c caus e Im m edi ate c au se in ci d ent acci d ent


(52)

timbulnya unsafe acts dan unsafe conditions. Faktor-faktor lingkungan yang negatif merupakan akibat dari management omission or commission, sehingga munculah ide tentang management fault error. Dengan demikian kesalahan individu menjadi tanggung jawab manajemen. Manajemen dianggap sebagai pihak yang menciptakan lingkungan tempat orang-orang bekerja.

Model lainnya dikembangkan oleh International Loss Control Institute (ILCI). Model ini dapat dilukiskan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Model Penyebab Kecelakaan ILCI

Kerugian merupakan hasil akhir dari setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera pada manusia, kerusakan pada peralatan/ harta benda, dan terganggunya fungsi produksi.

Kontak merupakan tahapan sebelum terjadinya kecelakaan. Kontak dengan energi ataupun bahan lain sebagai penyebab pekerja cedera, rusaknya alat maupun terputusnya proses produksi. Kontak dengan energi atau bahan lain sesuai dengan ANSI Z16.2-1962 Rev. 1969 antara lain: menabrak benda, tertabrak oleh benda, jatuh ke level

yang lebih rendah, jatuh pada level yang sana, terpotong, terobek, terjepit, kontak dengan (listrik, panas, dingin, radiasi, kausatik, racun, kebisingan), dan kelebihan beban.

Kurang Pengawasan Kekurangan: -Program -Standar -Pemenuhan standar Sebab Dasar -Faktor Personal -Faktor Pekerjaan Sebab Langsung -Tindakan di bawah sadar -Kondisi di bawah sadar Kontak Kontak dengan energi atau bahan Kerugian -manusia -peralatan/ harta benda -proses


(53)

Sebab langsung pada suatu kecelakaan adalah perilaku pekerja maupun keadaan sekitar tempat kejadian tepat sebelum terjadinya kontak. Umumnya sebab langsung ini dapat terlihat dan dirasakan. Seringkali sebab langsung disebut juga sebagai perilaku tidak aman (unsafe acts) dan kondisi tidak aman (unsafe conditions).

Tindakan atau prakek di bawah standar (unsafe acts) terdiri dari: pengoperasian alat tanpa otoritas, mengabaikan peringatan, mengabaikan keamanan, kesalahan pengaturan kecepatan saat mengoperasikan peralatan, melepas peralatan keselamatan, menggunakan peralatan yang rusak, menggunakan peralatan tidak sebagaimana mestinya, penggunaan alat pelindung diri yang salah, cara pemuatan yang salah, posisi kerja yang salah, memperbaiki peralatan ketika mesin sedang beroperasi, bercanda saat bekerja, bekerja di bawah pengaruh alkohol dan/atau obat-obatan.

Kondisi di bawah standar ( unsafe conditions) terdiri dari: tidak tersedianya pelindung peralatan, kurangnya peralatan proteksi, tidak tersedianya tanda peringatan, adanya kerusakan perkakas, kerusakan material, kerusakan perlatan, lokasi kerja di daerah hazard kebakaran, housekeeping yang buruk, tempat kerja yang bising, tempat kerja yang terradiasi, tempat kerja terlalu panas maupun terlalu dingin, dan tempat kerja kurang ventilasi.

Sebab dasar adalah penyebab sebenarnya yang menimbulkan „gejala‟

sebagaimana disebutkan pada „sebab langsung‟ di atas. Sebab dasar terbagi dua, yaitu faktor personal dan faktor pekerjaan. Faktor personal seperti kurang kapabilitas (segi fisik dan segi mental), kurang pengetahuan, kurang pengetahuan, stress (fisik ataupun mental), dan kurang motivasi dalam menjalankan pekerjaan. Fakor pekerjaan seperti kurangnya pengawasan dan/ atau kepemimpinan, aspek engineering (rekayasa) yang


(54)

tidak memadai, kurang perawatan, peralatan yang tidak memadai, standar kerja yang tidak memadai, dan salah guna/ pakai (misuse/abuse).

Kurang pengawasan merupakan kunci terjadinya faktor-faktor pada sebab dasar. Hal ini terjadi karena program yang tidak memadai, program standar yang tidak memadai, dan standar yang tidak memadai.

Konsep tingkah laku memperlihatkan teori faktor manusia (human error theory)

sebagai penyebab kecelakaan sangat menonjol. Misalnya ketika pesawat udara modern menuntut pilot untuk memiliki kemampuan lebih dalam membaca alat sensor, mengartikannya, dan segera mengambil putusan dengan tepat. Kalau ia gagal memenuhi syarat-syarat ini maka ia dianggap membuat kesalahan. Manusia dengan segala tindak tanduknya merupakan hal yang sangat kompleks. Untuk itu kita harus mengetahui bahwa kinerja yang dihasilkan dapat bervariasi, tetapi ini tidak penting selama masih dalam limit. Jika batas-batas ini terlampaui, kita bisa berbicara tentang definisi seperti produk cacat, kegagalan, kecelakaan atau kesalahan. Dengan demikian, human error

adalah tindakan yang telah melampaui batas yang dapat diterima, jadi ia merupakan tindakan di luar toleransi. Setiap orang, sekalipun ia telah terlatih dengan baik, bermotivasi tinggi, dan sangat kompeten, ia tetap dapat gagal. Kegagalan ini berkaitan dengan lingkungan individu atau sesuatu yang ia perbuat sendiri. Teori tentang stress dan human factors engineering mungkin metoda terbaik untuk mengurangi human error

tersebut.

Techniques for Human Probability (THERP) merupakan teknik untuk memprediksi potensi kesalahan manusia dalam suatu kegiatan. Secara kuantitatif teknik ini mengevaluasi kontribusi komponen kesalahan manusia, misalnya pada kasus


(55)

penurunan mutu produk. Teknik ini menggunakan tingkah laku sebagai unit dasar evaluasi, dengan mengandalkan pada konsep basic error rate yang relatif konsisten yang dinyatakan dengan angka probabilitas kegagalan elemen dalam berbagai situasi berbeda. Metode THERP meliputi pemilihan jenis kegagalan sistem, menaksir besarnya kemungkinan kesalahan serta menghitung probabilitas kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kegagalan sistem tersebut.

Konsep human error lebih diperluas maknanya sehingga mencakup kegagalan dan misjudgement yang dilakukan oleh manajemen dan kesalahan administratif juga termasuk error yang merupakan sebab dasar suatu insiden. Kesalahan operasional timbul akibat putusan manajemen, termasuk bila manajemen gagal bertindak atau mengambil keputusan. Ini merupakan gejala kegagalan manajemen. Karena pernyataan

ini terasa ‟keras‟ kemudian Johnston mengganti istilah management error dengan

management oversight untuk memperlunak. Kesimpulan penting dari konsep kesalahan operasional adalah bahwa pencegahan dan pengurangan kegiatan dibatasi oleh tingkat kinerja normal dari organisasi. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan perlu peningkatan organisasi.

Management Oversight and Risk Tree (MORT) merupakan teknik yang menekankan pada faktor management oversight yang menjadi penyebab terjadinya insiden. Penggunaan teknik ini terbatas terutama untuk memeriksa kasus kecelakaan besar atau untuk mengevaluasi kualitas program keselamatan yang telah dimantapkan, sehingga dipergunakan oleh industri yang memiliki sistem keselamatan yang sudah baik. Melihat susunannya, MORT merupakan suatu logic tree dalam bentuk chart. Logic tree


(56)

teknik ini memiliki simbol-simbol yang lebih baru. Logic tree dalam teknik MORT menggambarkan serangkaian pertanyaan yang saling terkait, sehingga jawabannya dapat dipakai untuk mengidentifikasi pengembangan prosedur, adanya pemeliharaan peralatan yang tidak memadai, atau tidak dilakukannya penilaian risiko, dan lain-lain. Logic tree

ini didesain untuk memeriksa tiga hal pokok secara rinci, yaitu specific oversight and omission, tanggung jawab terhadap risiko, dan kelemahan manajemen yang bersifat umum dengan lebih menitikberatkan penilaian pada sistem pengawasan manajemen.

Konsep Pertukaran Energi menyatakan bahwa kecelakaan dapat timbul karena adanya energy release yang tidak disengaja atau terduga. Energi itu dapat berwujud dalam energi listrik, kimia, kinetis, panas, radiasi, mekanis, nuklir, dan sebagainya. Dalam konsep ini, kecelakaan adalah akibat dari energi tidak terkendali, dengan lebih menekankan pada letak dan kekuatan orang atau bangunan. Konsep ini menitikberatkan pada kekuatan fisik yang terjadi sebelumnya, pada saat atau setelah energi lolos, sampai sistem menemukan tingkat keseimbangan baru yang stabil. Teori pertukaran energi cenderung terpusat pada kondisi fisik saat terjadi pertukaran energi dan bukan pada keterlibatan manusia. Dengan demikian pencegahan dan pengurangan insiden merupakan masalah pengawasan secara fisik dari pada faktor manusia. Inti dari pendekatan pertukaran energi bukan untuk mencegah kecelakaan, tetapi untuk mengurangi kerugian yang terjadi bila timbul kecelakaan.


(1)

 Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, tidak ada pembagian langkah pekerjaan. Terlalu

luasSD 5.b3 .c12.d10.

e5.f10

f10. Analytical Skill LTA:

HES Reps Bapak WD: para pekerja belum ahli

mengidentifikasi hazard di lokasi kerja.

- Kurangnya keterampilan para pekerja terlihat dari formulir JSA yang tidak tepat. Tidak terdapat pembagian langkah kerja, ditemukan hazard yang tidak teridentifikasi, dan tindakan mitigasi yang kurang tepat.

Informan utama menyatakan bahwa pekerja sudah mengenal hazard dan mampu menentukan tindakan mitigasinya, namun pendapat ini bertentangan dengan pendapat HES Reps. Kurangnya

keterampilan para pekerja dapat dinilai dari formulir JSA yang tidak tepat.

Supervisor Bapak A : Pekerja sudah mengetahui dan

mengenal hazard, serta dapat menentukan tindakan mitigasinya.

Bapak B : Pekerja sudah mengetahui dan mengenal hazard, serta dapat menentukan tindakan mitigasinya.

SD 5.b3 .c12.d10.

e5.f11

f11. Hazard Selection LTA:

SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g1

g1. Hazard Identification LTA

Supervisor Bapak B : tidak dituliskan hasil pre job

meeting dalam JSA Hazid.

- Dalam OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, JSA Hazid merupakan tools yang harus digunakan dalam pelaksanaan JSA.

Analisis dokumen menjelaskan bahwa JSA Hazid harus digunakan dalam pelaksanaan JSA, namun berdasrkan wawancara , seorang WSM dan seluruh pekerja menyatakan bahwa mereka jarang menggunakan tools tersebut dalam pelaksanaan JSA. Toolpusher/ driller Bapak C : ada tools yang membantu

identifikasi hazard dan terdapat 10 kategori hazard di dalamnya.

Bapak D : ada tools yang membantu identifikasi hazard dan terdapat 10 kategori hazard di dalamnya.

Pekerja Bapak AA: ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan. Bapak AB: ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan.


(2)

Bapak AC : ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan. Bapak AD : ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan.

Namun secara keseluruhan, pekerja sudah mengetahui bahwa dalam Hazid Tools terdapat sepuluh kategori hazard.

SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g2

g2. Hazard Prioritisation LTA

HES Reps Bapak WD : Tidak digunakan prioritas

hazard.

- - Berdasarkan hasil

wawancara diketahui bahwa tidak ada prioritas hazard, karena semua hazard harus

teridentifikasi dan mendapatkan tindakan mitigasi yang sesuai. SD 5.b3

.c12.d11

d11. Recommended Risk Controls LTA: SD 5.b3

.c12.d11 .e6

e6. Clarity LTA

Supervisor Bapak A : Pekerja memahami

pengendalian hazard karena sudah berpengalam dan berketrampilan. Bapak B : Pekerja sudah ahli dan biasa, sehingga tidak sulit menyampaikan cara pengendalian.

- Dalam OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, kru kerja harus melaksanakan uji coba pelatihan pengendalian secara rutin.

Seluruh informan memberikan informasi yang serupa,bahwa pekerja sudah memahami pengendalian hazard di lokasi kerja. Hal ini juga ditunjang dengan uji coba dan pelatihan

pengendalian hazard yang rutin dilakukan. Uji coba dan pelatihan ini

dijelaskan dalam buku OEMS.

Toolpusher/driller Bapak C : Pekerja mahir mengendalikan hazard

Bapak D : Pekerja memahami pengendalian hazard karena sudah berpengalaman.

Pekerja Bapak AA: Pekerja sudah tahu hazard dan apa yang harus dilakukan.

Bapak AB: Pekerja sudah paham tindakan pengendalian.


(3)

Bapak AC: Pekerja mengetahui hazard pekerjaan dan cara mengendalikannya. Bapak AD: Pekerja mengetahui hazard pekerjaan dan cara mengendalikannya. SD 5.b3

.c12.d11 .e7

e7. Compatibility LTA:

Supervisor Bapak A : Pengendalian hazard dapat

dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia.

Bapak B : Pengendalian hazard dapat dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia.

 Berdasarkan hasil pengamatan, APD yang tersedia di lokasi kerja dan APD yang dimiliki pekerja sudah sesuai dengan rekomendasi JSA.

 Peralatan

pengendalian hazard sudah tersedia sesuai dengan hazard yang ada di lokasi kerja.

 Berdasarkan formulir JSA, perlengkapan untuk pengendalian hazard yang direkomendasikan adalah penggunaan APD. APD yang dimiliki setiap pekerja dan APD yang tersedia di lokasi kerja telah sesuai dengan APD yang

direkomendasikan dalam JSA.

 Dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, peralatan well control sudah menjadi syarat keselamatan operasi yang harus tersedia di lokasi kerja. Peralatan ini juga telah disesuaikan dengan hazard pekerjaan. APD juga menjadi

persyaratan HES dalam buku OEMS ini.

Perusahaan mensyaratkan alat pengendalian hazard harus tersedia di lokasi kerja. contohnya seperti well control dan APD. Di lokasi kerja terbukti bahwa peralatan ini sudah tersedia dan sesuai dengan yang direkomendasikan. Seluruh informan juga memberikan infomasi yang sama mengenai peralatan pengendalian hazard yang tersedia di lokasi kerja.

Toolpusher /driller Bapak C : Pengendalian hazard dapat dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia.

Bapak D : Pengendalian hazard dapat dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia.

Pekerja Bapak AA: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja.

Bapak AB: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja.

Bapak AC: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja.

BApak AD: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja.


(4)

SD 5.b3 .c12.d11

.e8

e8. Testing of Control LTA:

- - Salah satu APD yang

diuji coba saat pengamatan lapangan adalah APD untuk derrick man yang bekerja di ketinggian.

Dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, uji coba BOP dilakukan sekali dalam seminggu., Uji coba menghadapi H2S, kebakaran, evakuasi, dan tumpahan minyak dilakukan sekali dalam sebulan.

Berdasarkan hasil analisis dokumen diketahui bahwa uji coba peralatan

pengendalian hazard wajib dilakukan di lokasi kerja, dan ini terbukti dilakukan.

SD 5.b3 .c12.d11

.e9

e9. Directive LTA:

Supervisor Bapak A : Pengarahan saat tail gate

meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Bapak B : Pengarahan saat tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan.

Ditemukan keadaan dimana WSM

memberikan pengerahan untuk mengendalikan flowing yang terjadi di lokasi kerja.

Pentunjuk pengendalian

hazard juga terdapat

dalam bentuk SOP. Seperti SOP menghadapi

blow-out, H2S, kebakaran,

evakuasi dan lainnya.

Arahan mengendalikan hazard, dapat berbentu SOP atau arahan langsung dari pengawas. Keempat informan utama

memberikan informasi bahwa arahan dapat diberikan saat tail gate meeting atau langsung ketika pekerjaan dilaksanakan. Informasi yang diberikan informan didukung dengan

penemuan di lokasi kerja. Toolpusher/driller Bapak C : Pengarahan saat tail gate

meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Bapak D : Pengarahan saat tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Pekerja Bapak AA: Pekerja sudah mengetahui

tindakan pengendalian. Driller dan toolpusher mau memberikan arahan. Bapak AB: Pekerja sudah mengetahui tindakan pengendalian. Driller mau memberikan penjelasan.

Bapak AC: Pekerja sudah mengetahui tindakan pengendalian. Mandor mau memberikan arahan.

Bapak AD: Pekerja sudah mengetahui tindakan pengendalian. Mandor, toolpusher, dan WSM mau membantu.


(5)

SD 5.b3 .c12.d11 .e10

e10. Availability LTA

Toolpusher/ driller Bapak C : Alat pengendalian tersedia di lapangan. Sebagai syarat unit pengeboran. Bapak D : Jika alat pengendalian tidak tersedia, maka operasi tidak boleh dilaksanakan.

Peralatan yang menjadi syarat HES sudah tersedia di lokasi kerja.

Dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, peralatan-peralatan pengendalian hazard harus tersedia di lokasi kerja sebagai syarat HES.

Peralatan pengendalian hazard sudah tersedia di lokasi kerja.

SD 5.b3 .c12.d11 .e11

e11. Adaptability LTA:

Supervisi Bapak A : Jika hazard sama, rekomendasi

pengendalian akan sama.

Bapak B : Pekerjaan yang sama, hazard yang sama, maka pencegahan akan sama.

- - Seluruh informan

memberikan pernyataan yang hampir serupa. Tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang sama, jika hazard yang dihadapi sama. Jika hazard yang ada pada pekerjaaan berbeda, maka tindakan pengendaliannya juga berbeda.

Toolpusher/ driller Bapak C : Jika hazard berbeda, perlu didiskusikan cara penanganannya

Bapak D : Pekerjaan sama, hazard sama, maka tindakan pencegahan akan sama. Pekerja Bapak AA : Jika pekerjaan berbeda, maka

pengendaliannya akan berbeda.

Bapak AB : Pekerjaan sama, rekomendasi pengendalian sama.

Bapak AC: Jika ditemukan hazard yang berbeda, maka akan didiskusikan cara penangannya.

Bapak AD: Jika ditemukan hazard yang berbeda, maka akan didiskusikan cara penangannya.


(6)

SD 5.b3 .c12.d11 .e12

e12. Use Not Mandatory:

Supervisi Bapak A : Pekerja melakukan

pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan.

Bapak B : Pekerja melakukan

pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan JSA.

Ditemukan pekerja yang tidak melaksanakan rekomendasi tindakan pengendalian, seperti tindak menggunakan APD saat bekerja.

- Seluruh informan menyatakan bahwa pekerja melaksanakan tindakan pengendalian hazard seperti yang direkomendasikan JSA. Namun, dalam

pelaksanaannya masih ditemukan pekerja yang tidak melakukannya. Toolpusher/ driller Bapak C : Pekerja melakukan

pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan.

Bapak D : Pekerja melakukan

pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan.

Pekerja Bapak AA: Pekerja melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA. Bapak AB: Pekerja mengikuti tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA. Bapak AC: Pekerja melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA. Bapak AD: Pekerja melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA.