TEORI-TEORI PENYEBAB KECELAKAAN TINJAUAN PUSTAKA

5 Buddy systems 6 Pelatihan Pengendalian secara administrative control ini, umumnya masih membutuhkan metode pengendalian yang lain. e. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri APD adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah paparan hazard pada pekerja. APD dipergunakan ketika engineering control tidak dapat dilakukan atau tidak menghilangkan hazard sama sekali. Jika praktik kerja selamat safe work practices tidak memberikan perlindungan karyawan, maka APD dapat memberikan perlindungan tambahan. Umum APD digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif.

2.4 TEORI-TEORI PENYEBAB KECELAKAAN

Keselamatan kerja merupakan pengawasan terhadap kerugian akibat kecelakaan. Accident Model merupakan penerapan metodologi ilmiah untuk studi kecelakaan accident, kejadian incident, dan kehilangan loss. Tujuan model ini adalah Satrya 1999, dalam Razi, 2001 : 1. Memungkinkan sistem klasifikasi yang logis, objektif, dan diterima secara universal. 2. Mendukung identifikasi hazard. 3. Mendukung investigasi accident dan pencegahannya. International Loss Control Institute 1991 menyebutkan bahwa ada beberapa model penyebab kecelakaan, diantaranya The Heinrich Model 1931. Model ini seperti efek batu domino yang tersusun seperti gambar 2.3. Bila salah satu yang terjatuh maka akan menimbulkan hasil akhir berupa kecelakaan. Kecelakaan accident menurut model ini dipengaruhi secara bertahap dengan adanya kejadian insiden, penyebab langsung sebagai tindakan tidak aman danatau kondisi fisik atau mekanis yang tidak aman, kegagalan orang yang bersangkutan fault of person sebagai penyebab dasar, dan lemahnya pengawasan lingkungan sosial dan sifat bawaan sesorang. Namun penyebab utama kecelakaan adalah unsafe condition keadaan tidak aman dan unsafe act tindakan tidak aman. Gambar 2.3. Accident Model Heinrich Dalam Razi 2001, dijelaskan tentang teori kesalahan manajemen yang memperkenalkan gagasan bahwa unsafe acts adalah padanan dari kesalahan individu, dan unsafe condition tidak lain adalah hasil dari beberapa kesalahan. Tetapi kemudian, ide ini juga mengemukakan bahwa unsafe acts dan unsafe conditions bukanlah pemicu insiden. Penyebab insiden adalah semua faktor lingkungan yang memungkinkan Lack o f co n tr o l Basi c caus e Im m edi ate c au se in ci d ent acci d ent timbulnya unsafe acts dan unsafe conditions. Faktor-faktor lingkungan yang negatif merupakan akibat dari management omission or commission, sehingga munculah ide tentang management fault error. Dengan demikian kesalahan individu menjadi tanggung jawab manajemen. Manajemen dianggap sebagai pihak yang menciptakan lingkungan tempat orang-orang bekerja. Model lainnya dikembangkan oleh International Loss Control Institute ILCI. Model ini dapat dilukiskan pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Model Penyebab Kecelakaan ILCI Kerugian merupakan hasil akhir dari setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera pada manusia, kerusakan pada peralatan harta benda, dan terganggunya fungsi produksi. Kontak merupakan tahapan sebelum terjadinya kecelakaan. Kontak dengan energi ataupun bahan lain sebagai penyebab pekerja cedera, rusaknya alat maupun terputusnya proses produksi. Kontak dengan energi atau bahan lain sesuai dengan ANSI Z16.2-1962 Rev. 1969 antara lain: menabrak benda, tertabrak oleh benda, jatuh ke level yang lebih rendah, jatuh pada level yang sana, terpotong, terobek, terjepit, kontak dengan listrik, panas, dingin, radiasi, kausatik, racun, kebisingan, dan kelebihan beban. Kurang Pengawasan Kekurangan: -Program -Standar -Pemenuhan standar Sebab Dasar -Faktor Personal -Faktor Pekerjaan Sebab Langsung -Tindakan di bawah sadar -Kondisi di bawah sadar Kontak Kontak dengan energi atau bahan Kerugian -manusia -peralatan harta benda -proses Sebab langsung pada suatu kecelakaan adalah perilaku pekerja maupun keadaan sekitar tempat kejadian tepat sebelum terjadinya kontak. Umumnya sebab langsung ini dapat terlihat dan dirasakan. Seringkali sebab langsung disebut juga sebagai perilaku tidak aman unsafe acts dan kondisi tidak aman unsafe conditions. Tindakan atau prakek di bawah standar unsafe acts terdiri dari: pengoperasian alat tanpa otoritas, mengabaikan peringatan, mengabaikan keamanan, kesalahan pengaturan kecepatan saat mengoperasikan peralatan, melepas peralatan keselamatan, menggunakan peralatan yang rusak, menggunakan peralatan tidak sebagaimana mestinya, penggunaan alat pelindung diri yang salah, cara pemuatan yang salah, posisi kerja yang salah, memperbaiki peralatan ketika mesin sedang beroperasi, bercanda saat bekerja, bekerja di bawah pengaruh alkohol danatau obat-obatan. Kondisi di bawah standar unsafe conditions terdiri dari: tidak tersedianya pelindung peralatan, kurangnya peralatan proteksi, tidak tersedianya tanda peringatan, adanya kerusakan perkakas, kerusakan material, kerusakan perlatan, lokasi kerja di daerah hazard kebakaran, housekeeping yang buruk, tempat kerja yang bising, tempat kerja yang terradiasi, tempat kerja terlalu panas maupun terlalu dingin, dan tempat kerja kurang ventilasi. Sebab dasar adalah penyebab sebenarnya yang menimbulkan „gejala‟ sebagaimana disebutkan pada „sebab langsung‟ di atas. Sebab dasar terbagi dua, yaitu faktor personal dan faktor pekerjaan. Faktor personal seperti kurang kapabilitas segi fisik dan segi mental, kurang pengetahuan, kurang pengetahuan, stress fisik ataupun mental, dan kurang motivasi dalam menjalankan pekerjaan. Fakor pekerjaan seperti kurangnya pengawasan dan atau kepemimpinan, aspek engineering rekayasa yang tidak memadai, kurang perawatan, peralatan yang tidak memadai, standar kerja yang tidak memadai, dan salah guna pakai misuseabuse. Kurang pengawasan merupakan kunci terjadinya faktor-faktor pada sebab dasar. Hal ini terjadi karena program yang tidak memadai, program standar yang tidak memadai, dan standar yang tidak memadai. Konsep tingkah laku memperlihatkan teori faktor manusia human error theory sebagai penyebab kecelakaan sangat menonjol. Misalnya ketika pesawat udara modern menuntut pilot untuk memiliki kemampuan lebih dalam membaca alat sensor, mengartikannya, dan segera mengambil putusan dengan tepat. Kalau ia gagal memenuhi syarat-syarat ini maka ia dianggap membuat kesalahan. Manusia dengan segala tindak tanduknya merupakan hal yang sangat kompleks. Untuk itu kita harus mengetahui bahwa kinerja yang dihasilkan dapat bervariasi, tetapi ini tidak penting selama masih dalam limit. Jika batas-batas ini terlampaui, kita bisa berbicara tentang definisi seperti produk cacat, kegagalan, kecelakaan atau kesalahan. Dengan demikian, human error adalah tindakan yang telah melampaui batas yang dapat diterima, jadi ia merupakan tindakan di luar toleransi. Setiap orang, sekalipun ia telah terlatih dengan baik, bermotivasi tinggi, dan sangat kompeten, ia tetap dapat gagal. Kegagalan ini berkaitan dengan lingkungan individu atau sesuatu yang ia perbuat sendiri. Teori tentang stress dan human factors engineering mungkin metoda terbaik untuk mengurangi human error tersebut. Techniques for Human Probability THERP merupakan teknik untuk memprediksi potensi kesalahan manusia dalam suatu kegiatan. Secara kuantitatif teknik ini mengevaluasi kontribusi komponen kesalahan manusia, misalnya pada kasus penurunan mutu produk. Teknik ini menggunakan tingkah laku sebagai unit dasar evaluasi, dengan mengandalkan pada konsep basic error rate yang relatif konsisten yang dinyatakan dengan angka probabilitas kegagalan elemen dalam berbagai situasi berbeda. Metode THERP meliputi pemilihan jenis kegagalan sistem, menaksir besarnya kemungkinan kesalahan serta menghitung probabilitas kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kegagalan sistem tersebut. Konsep human error lebih diperluas maknanya sehingga mencakup kegagalan dan misjudgement yang dilakukan oleh manajemen dan kesalahan administratif juga termasuk error yang merupakan sebab dasar suatu insiden. Kesalahan operasional timbul akibat putusan manajemen, termasuk bila manajemen gagal bertindak atau mengambil keputusan. Ini merupakan gejala kegagalan manajemen. Karena pernyataan ini terasa ‟keras‟ kemudian Johnston mengganti istilah management error dengan management oversight untuk memperlunak. Kesimpulan penting dari konsep kesalahan operasional adalah bahwa pencegahan dan pengurangan kegiatan dibatasi oleh tingkat kinerja normal dari organisasi. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan perlu peningkatan organisasi. Management Oversight and Risk Tree MORT merupakan teknik yang menekankan pada faktor management oversight yang menjadi penyebab terjadinya insiden. Penggunaan teknik ini terbatas terutama untuk memeriksa kasus kecelakaan besar atau untuk mengevaluasi kualitas program keselamatan yang telah dimantapkan, sehingga dipergunakan oleh industri yang memiliki sistem keselamatan yang sudah baik. Melihat susunannya, MORT merupakan suatu logic tree dalam bentuk chart. Logic tree ini dalam teknik ini menggunakan aturan-aturan fault tree analysis FTA, akan tetapi teknik ini memiliki simbol-simbol yang lebih baru. Logic tree dalam teknik MORT menggambarkan serangkaian pertanyaan yang saling terkait, sehingga jawabannya dapat dipakai untuk mengidentifikasi pengembangan prosedur, adanya pemeliharaan peralatan yang tidak memadai, atau tidak dilakukannya penilaian risiko, dan lain-lain. Logic tree ini didesain untuk memeriksa tiga hal pokok secara rinci, yaitu specific oversight and omission, tanggung jawab terhadap risiko, dan kelemahan manajemen yang bersifat umum dengan lebih menitikberatkan penilaian pada sistem pengawasan manajemen. Konsep Pertukaran Energi menyatakan bahwa kecelakaan dapat timbul karena adanya energy release yang tidak disengaja atau terduga. Energi itu dapat berwujud dalam energi listrik, kimia, kinetis, panas, radiasi, mekanis, nuklir, dan sebagainya. Dalam konsep ini, kecelakaan adalah akibat dari energi tidak terkendali, dengan lebih menekankan pada letak dan kekuatan orang atau bangunan. Konsep ini menitikberatkan pada kekuatan fisik yang terjadi sebelumnya, pada saat atau setelah energi lolos, sampai sistem menemukan tingkat keseimbangan baru yang stabil. Teori pertukaran energi cenderung terpusat pada kondisi fisik saat terjadi pertukaran energi dan bukan pada keterlibatan manusia. Dengan demikian pencegahan dan pengurangan insiden merupakan masalah pengawasan secara fisik dari pada faktor manusia. Inti dari pendekatan pertukaran energi bukan untuk mencegah kecelakaan, tetapi untuk mengurangi kerugian yang terjadi bila timbul kecelakaan.

2.5 KELALAIAN MANAJEMEN DAN POHON RISIKO