Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI

SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS CEDERA

PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK RAWAT

JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE

APRIL - MEI 2016

SKRIPSI

APRILIANA NUR

1112102000016

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERVENSI

SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS

CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

RAWAT JALAN DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO

PERIODE APRIL - MEI 2016

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

APRILIANA NUR

1112102000016

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK Nama : Apriliana Nur

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : Studi Prospektif Dampak Intervensi sosialilasi terhadap Kejadian Nyaris Cedera Pelayanan Kefarmasia di apotek Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo periode April - Mei 2016

Analisa KNC merupakan aspek yang sangat penting dalam keselamatan pasien dan pelayanan kefarmasian karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat KNC pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan,dan pemberian obat, pada resep rawat jalan di Instalasi Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan April – Mei 2016 dan melihat dampak hasil intervensi yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan pengambilan data dilakukan secara prospektif. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total sampling, didapatkan sebanyak 7627 resep yang di amati, dimana terdapat 2540 resep yang mengalami KNC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa KNC pada tahap peresepan obat pada bulan April 15,97% dan pada bulan Mei 15,24% , KNC pada tahap penyiapan obat pada bulan April 33,34% dan pada bulan Mei 20,23% , KNC pada tahap pemberian obat dibulan April dan Mei tidak terjadi KNC dengan hasil persentase yang di dapat 0,00%. Adanya hubungan bermakna antara kedua sampel berpasangan yang digunakan, dengan nilai kolerasi 0,984 dengan singnifikansi <0,05 yaitu 0,016. Hasil pengamatan mengenai analisa Paired T-test menunjukkan nilai t tabel 1,372 berdasarkan nilai t maka dapat disimpulkan ada perbedaan pada taraf signifikan sebesar 95%. Simpulan sig.(2-tailed) yaitu 0,264 (sigvalue >0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi perubahan yang sagnifikan pada sosialisai KNC Pelayanan Kefarmasian. Tidak ada pengaruh yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan sosialisasi secara statistik, namun secara substansi kemungkinan ada hubungan.

Kata Kunci :Kejadian Nyaris Cedera (KNC), persepan obat, penyiapan obat, pemberian obat, keselamatan pasien, .


(7)

Name : Apriliana Nur Program Study : Strata-1 Pharmacy

Title : Prospective Studies the Impact of Intervention socialiszation on Near miss Pharmaceutical of Drugs in Pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo period April - Mey 2016

The analysis of near miss is a very important aspect in thepatient safety pharmaceutical carebecause it can help to reduce the occurrence of medication errors. This study aimed to determine the level near miss prescribing, dispensing and administration of drugs outpatient in pharmacy installation Naval Hospital Dr. Mintohardjo in April – Mey 2016 and see the impact of intervention results conducted by researchers. This is a descriptive research where the data has been retrieved prospectively. The sampling method that has been used in this research was the total sampling method, with a total of 7627 prescription studiesit was found in 2540 as a prescriptions near miss. The research is descriptive and data collection was done prospectively. The results showed that the near miss at the stage of the prescraibing in April 15,97% and 15,24% in May, near miss at the stage of dispensing of drugs in April 33,34% and 20.23% in May, near miss at the stage administrationin month April and may are not going near miss with the percentage that can be 0,00%. The existence of a significant relationship between the two paired samples were used, with a value of 0.984 correlates with singnifikansi<0.05 is 0.160. Observations on Paired T-test analysis shows the value of t table 1,372 based on the value of t can be concluded there is a difference at significant level of 95%. Conclusion sig. (2-tailed) is 0.260 (sigvalue> 0.05) so that it can be concluded that there was no change in the socialization near miss sagnifikan Pharmaceutical Services. There is no significant effect between after and before any socialization statistically, but in substance there may be a relationship.


(8)

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagiumatnya.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam melaksanakan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penyusunan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Siti Fauziyah S.Si.,M.Far.,Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dr.Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

4. Bapak penguji Yardi Ph.D., Apt sebagai penguji I dan bapak Karyadi M.kep., Ph.D sebagai penguji ke II yang telah memberikan ilmu dan pikiran selama penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayah Drs. Panangian Ritonga (alm) dan Mama Hj. Eliana Sormin yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang, dukungan moral, materil, nasehat-nasehat, serta lantunan do’a di setiap waktu.


(9)

SH, Ahmad Pael Hidayat Ritonga S.Pd, Senny Pelantika Ritonga yang sudah memberikan semangat dan do’a.

8. Ibu dan Bapak Apoteker di Rumkital Dr. Mintohardjo yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di Rumkital Dr. Mintohardjo Khaerunnissa Apriani,terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.

10.Sahabat – sahabat terkasih Dwi Putri Rahmawati, Ayu Nopita, Chalila deli Gayo, Vesty Anis Triana, Shafizah Ummu Harisah, Ratnika Sari, Tharlis Diansyah Lubis serta teman-teman Farmasi 2012 atas semangat dan kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.

11.Teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) atas semangat dan kebersamaan kita selama berperoses diorganisasi berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.

12.Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Agustus 2016


(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….…….. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS……….….... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iv

HALAMAN PENGESAHAN……….… v

ABSTRAK………....… vi

ABSTRACT……….….... vii

KATA PENGANTAR………. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... x

DAFTAR ISI………..……….… xi

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR………..…… xiv

DAFTAR LAMPIRAN………... xv

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 RumusanMasalah……….………. 5

1.3 Tujuan... 5

1.4 Manfaat... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 7

2.1 Pelayanan Kefarmasian... 7

2.2 Keselamatan Pasien... 7

2.2.1 Definisi Keselamatan Pasien ...……….. 8

2.2.2 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit...……...…... 9

2.3Kesalahan Pengobatan ...………..……....…... 9

2.3.1 Defenisi Kesalahan Pengobatan... 10

2.3.2 Tahapan Kejadian Kesalahan Pengobatan... 11

2.3.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Kesalahan Pengobatan... 14

2.3.4 Upaya – Upaya Pencegahan Kesalahan Pengobatan... 15

2.4 Kejadian Nyaris Cedera (Near miss)...………..…...…. 17

2.4.1 Defenisi Kejadian Nyaris Cedera ...……… 17

2.4.2 Prevalensi Kejadian Nyaris Cedera...……….. 19

2.5 Sosialisasi 20 2.6 Root Cause Analysis (RCA) ...………. 21

2.6.1 Definisi RCA...…... 21

2.6.2 Alat dan Teknik RCA...………. 21 Halaman


(12)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL....….…. 24

3.1 Kerangka Konsep...…... 24

3.2 Definisi Operasional...…... 25

BAB 4 METODEPENELITIAN……….… 30

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian……… 30

4.2 Rancangan Penelitian…...…………..…….……..……….… 30

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian………..………….……….. 30

4.3.1 Populasi……….………..………….………... 30

4.3.2 Sampel ………..…………...……….…..……….…. 30

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi………..…..……….…..… 31

4.4.1 Kriteria Inklusi……….………..……… 31

4.4.2 Kriteria Ekslusi….………..……...…………..……… 31

4.5 Prosedur Penelitian...………...…………..……….... 31

4.5.1 Tahap perencanaan dan persiapan....……….….... 31

4.5.2 Tahap pengumpulan data.………...…..………. 31

4.5.3 Tahap melakukan intervensi sosialisasi... 33

4.5.4 Tahap manajemen data....………...… 33

4.6 Alat Pengumpulan Data………..……….... 33

4.7 Teknik Pengolahan Data……….……… 33

4.8 Analisis Data……….. 35

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN...………..………. 37

5.1 Hasil Penelitian………... 37

5.1.1 Analisis KNC pelayanan kefarmasian bulan April dan Mei 37 5.1.2 Analisis KNC Pelayanan kefarmasian menggunakan Paired T-test... 39

5.2 Pembahasan Penelitian……… 43

5.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian…………... 43

5.2.1.1 Analisis KNC peresepan obat...…... 44

5.2.1.2 Analisis KNC penyiapan obat………... 48

5.2.1.3 Analisis KNC pemberiaan obat………... 53

5.2.1.4 Analisis Dampak uji Paired T-test... 54

5.2.2 Keterbatasan Penelitian……….. 57

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………... 58

6.1 Kesimpulan………..……….……… 58

6.2 Saran……… 59

DAFTAR PUSTAKA………..…………... 60


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC 26 Tabel 4.1 Rincian variable penelitian 32 Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016 37 Tabel 5.2 Data Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April

dan Mei 2016

38 Tabel 5.3 Statistik sampel paired T-test 39 Tabel 5.4 Korelasi sampel paired T-test 40 Tabel 5.5 Nilai hasil sampel paired T-test 40


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Diagram kesalahan pengobatan menurut Medication Practices 2002

13 Gambar 2.2 Model diagram fishbone 22 Gambar 5.1 Grafik persentase insiden KNC pelayanan kefarmasian

pada bulan April dan Mei 2016

42 Gambar 5.2 Model diagram fishbone KNC upaya perbaikan 56


(15)

Lampiran Halaman Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 64 Lampiran 2. Lembar rekapitulasi data KNC 65 Lampiran 3. Denah dan Alur Perjalanan Resep di Apotek

Rawat Jalan Rumkital Dr. Mintohardjo

66 Lampiran 4. Penjabaran Ketidaktepatan Nama, Dosis, Aturan

Pakai dan Bentuk Sediaan Obat

67 Lampiran 5. Penjabaran Ketidaklengkapan Obat Secara Klinis 70 Lampiran 6. Penjabaran Kesalahan dalam Mengambil dan

Meracik Obat

71 Lampiran 7. Contoh Resep 72 Lampiran 8. Tempat Penyimpanan Obat tablet, cream dan

syrup

73 Lampiran 9. Tempat Penyimpanan Obat High Alert 74 Lampiran 10. Tempat Entry Resep 75 Lampiran 11. Contoh Etiket Obat 75 Lampiran 12. Dokumentasi sosialisasi hasil penelitian KNC

bulan April 2016

76


(16)

1.1 LATAR BELAKANG

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 menjelaskan Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur serta pengendalian mutu pelayanan kefarmasian yang dipergunakan sebagai pedoman kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu dan dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi dengan tujuan untuk menjamin pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien. Definisi tentang keselamatan pasien diungkapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang menyatakan bahwa keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegahterjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Medication Error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat dicegah. Medication Error (ME), didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan, penyiapan dan pemberian obat, apakah ada konsekuensi yang merugikan atau tidak. Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan obat dari peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001). Studi yang dilakukan di 36 rumah sakit menemukan bahwa pada setiap kemungkinan terjadi dua ME setiap harinya. ME dapat terjadi dalam menentukan obat dan regimen dosis antara lain: (1) Kesalahan dalam peresepan: resep tidak rasional, resep yang tidak tepat dan


(17)

dosis, keliru kemasan. (4) kesalahan memformulasi: salah obat, formulasi yang salah, label yang salah. (5) pemberian atau pengambilan obat: salah dosis, salah rute, frekuensi yang salah, dan durasi yang salah. (J.K. ARONSON, 2009).

Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI September 2006), dari 10 besar insiden yang dilaporkan, kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%). ME adalah jenis error yang paling umum terjadi di berbagai rumah sakit.

Ada beberapa istilah untuk menjelaskan tindakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko pada pasien. Dari beberapa istilah tersebut adalah Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (adverse event) dan Kejadian Nyaris Cedera/KNC (near miss). KTD dapat dikatagorikan menjadi KTD yang dapat dicegah atau tidak dapat dicegah. KTD yang dapat dicegah disebut KNC. (Depkes, 2008).

KNC adalah sebuah peristiwa yang tidak direncanakan, yang tidak mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang merugikan, tetapi memiliki potensi untuk terjadi. Pencegahan KNC ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah kerugian atau kematian. Sebuah proses atau sistem manajemen yang selalu salah adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah ke KNC dan harus menjadi fokus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013).

Menurut Anderson (2010), pelaporan tentang KNC dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan. Hal itu disebabkan karena data KNC dapat direview dan dianalisis untuk mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan masalah dan strategi pengurangan kesalahan yang tepat agar dapat diimplementasikan. Selain itu, adanya pengurangan angka KNC akan berdampak pula pada penurunan angka KTD sehingga terjadinya kesalahan pengobatan pun dapat diminimalkan.

Di Indonesia, data tentang KTD dan KNC dikategorikan masih sedikit untuk ditemukan karena standar pelayanan kesehatan di Indonesia masih kurang optimal (Depkes RI, 2006). Angka KTD dan KNC masih belum terdokumentasi dengan baik, sehingga diperlukan penerapan program keselamatan pasien agar terhindar dari masalah malpraktek yang semakin banyak terjadi dan tentu saja agar dapat


(18)

Berdasarkan hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih sering terjadi sebesar 73,7% dibandingkan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan KTD yang didapat dari laporan adalah lebih besar terjadi pada proses penyiapan obat (Hestikawati, 2011). Penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada mendapati bahwa tenaga medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis sebanyak 8,8%, ketidaktepatan waktu sebanyak 8,1%, dan tidak dilakukannya pendokumentasian yang benar sebanyak 17,6% (Virawan, 2012). Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) oleh KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%) yang terjadi, disebabkan karena proses atau prosedur klinik dan terapi sebanyak 9,26%, serta pasien jatuh sebanyak 5,15%. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih 885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health Service (NHS) dan pada tahun 2004-2005, ada 974.000 KTD dan KNC. Berdasarkan hasil pelaporan diatas dapat terlihat bahwa KNC dan KTD semakin meningkat disetiap tahunnya.

Berdasarkan berbagai temuan dari data laporan ME dan KNC diatas, maka perlu dilakukan intervensi sosialisasi mengenai KNC untuk menurunkan tingkat KNC serta mengetahui tingkat KNC yang terjadi pada pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo yang belum pernah diteliti sebelumnya.

Rumkital Dr. Mintohardjo memiliki jumlah peresepan yang banyak dan jumlah peresepan tiap harinya mencapai kira-kira 200-300 resep. Banyaknya resep yang masuk ke Apotek Rumkital Dr. Mintohardjo ini memerlukan waktu proses pengolahan resep yang cepat dan tepat sehingga berpotensi menyebabkan KNC.

Mekanisme KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo mengacu kepada Buku Saku tentang Tanggung Jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien yang diterbitkan oleh Depkes RI pada tahun 2008. Mekanisme KNC dapat terjadi pada tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Apoteker yang menemukan atau terlibat dalam terjadinya KNC pada ketiga tahap tersebut, maka harus menindaklanjutinya. Setelah ditindaklanjuti, apoteker segera melaporkan insiden KNC dalam formulir yang telah dibuat kepada Apoteker Penanggung Jawab untuk


(19)

Pada tanggal 1 April telah dilakukan penelitian mengenai KNC pelayanan kefarmasian di apotek Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, pada tanggal 5 Mei telah dilakukan intervensi sosialisasi hasil penelitian selama bulan April dan bahaya KNC pelayanan kefarmasian, yang bertujuan untuk meminimalisir KNC pelayanan kefarmasian. Sosialisasi dilakukan kepada seluruh staff apotek dan staff Depertemen Farmasi di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, yang nantinya akan dilakukan penelitian kembali dibulan Mei untuk melihat perbandingan KNC setelah dilakukan sosialisasi.

Dari uraian di atas dapat di usulkan penelitian yang berjudul, STUDI PROSPEKTIF DAMPAK INTERPENSI SOSIALISASI TERHADAP KEJADIAN NYARIS CEDERA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK PASIEN RAWAT JALAN RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE APRIL - MEI 2016. Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian ini berupa studi observasional yang bersifat kualitatif dan dilakukan secara prospektif. Variabel-variabel yang diamati dalam studi prospektif ini yaitu tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat untuk pasien rawat jalan.

Laporan data prospektif KNC didapatkan dari diobservasi langsung oleh peneliti, yakni pada bulan April sampai Mei 2016 dan dilakukan pada hari kerja dari pukul 10.00 hingga pukul 14.00 karena pada jangka waktu tersebut merupakan puncak dari banyaknya resep yang masuk, sehingga kemungkinan terjadinya KNC pun besar. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan memaparkan fenomena yang terjadi dengan bantuan tabel atau gambar menggunakan diagram fishbone (tulang ikan) kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis statistis parametik dengan menggunakan metode Paired T-test.

Data kualitatif KNC yang telah diolah tersebut, kemudian dievaluasi faktor-faktor yang paling berkontribusi menyebabkan terjadinya KNC, melihat perubahan tingkat KNC setelah dilakukannya sosialisasi, serta penelusuran upaya-upaya yang sebaiknya dilakukan agar meminimalkan terjadinya KNC berdasarkan jurnal-jurnal terkait, sehingga penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian kepada pasien untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal serta mendukung pelaksanaan patient safety di Rumah sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.


(20)

Nyaris Cedera di berbagai Rumah Sakit di Indonesia, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah faktor yang mendominasi penyabab terjadinya KNC pelayanan kefarmasian ?

2. Apakah terdapat perubahan tingkat KNC yang singnifikan setelah dilakukan sosialisasi ?

3. Apa saja upaya-upaya yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya KNC ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pola KNC pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

a. Untuk melihat angka KNC pelayanan kefarmasian melalui beberapa aspek pada masing-masing peresepan, penyiapan dan pemberian obat.

b. Untuk melihat perubahan tingkat KNC setelah dilakukan sosialisasi untuk penurunan KNC pelayanan kefarmasian di RS TNI AL Mintoharjo.

c. Untuk menentukan upaya-upaya yang harus dilakukan agar angka KNC pada pasien rawat jalan dapat diminimalkan.


(21)

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambagi lmu pengetahuan dalam bidang peningkatan pelayanan kefarmasian dan keselamatan pasien khususnya KNC yaitu peresepan, penyiapan dan pemberian obat.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam menurunkan KNC pelayanan kefarmasian di RS. TNI AL Dr. Mintohardjo sehingga dapat mendukung upaya pelaksanaan keselamatan pasien dan pelayanan kefarmasian di RS. TNI AL Dr. Mintohardjo.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI No. 58). Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 2 menjelaskan Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pasal 1 ayat 3 menjelaskan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 pasal 2 menjelaskan Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk:

a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

c. dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

2.2 Keselamatan Pasien (patient safety)

Perawatan kesehatan merupakan industri beresiko tinggi yang telah ada sejak satu dekade atau lebih dalam perhatiannya untuk memastikan keselamatan dasar. Keselamatan merupakan langkah awal yang penting dalam meningkatkan kualitas kepedulian. Penelitian Praktik Kedokteran Harvard, studi penelitian pada fokus ini, telah diterbitkan hampir sepuluh tahun yang lalu; penelitian lainnya telah menguatkan


(23)

fokus ini dan hingga kini, beberapa tindakan nyata untuk meningkatkan pasien keselamatan dapat ditemukan (Institute Of Medicine, 2000).

Keselamatan pasien dikembangkan sejalan dengan pemikiran Internasional, yang dinyatakan secara pasti dalam penelitian Amerika : To Err is Human: Building a Safer Health System (2000), bahwa sebuah kejadian yang berakibat atau berisiko membahayakan pasien jauh lebih mungkin dihasilkan dari kegagalam sistemik daripada aksi individual tenaga kesehatan. Upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien tidak seharusnya fokus pada hukuman secara individual terhadap kesalahannya, melainkan

pada penghilangan aspek “penyebab error” pada proses pelayanan kesehatan. Hal ini

memerlukan penggeseran dari “budaya saling menyalahkan” dalam insiden yang

sekiranya memicu sifat saling menyalahkan pada tiap individu tenaga kesehatan (House of Commons Health Committee : Patient Safety, 2009).

2.2.1 Defenisi Keselamatan Pasien

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 43 ayat 1 menjelaskan bahwa rumah sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian tidak diharapkan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO world Alliance For Patient Safety pada tahun 2006-2007) mengungkapkan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien untuk percaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan (dikutip, DedeSM 2013). Menurut IOM, keselamatan pasien (patien sefety) didefenisikan sebagai kebebasan dari cedera akibat


(24)

kecelakaan. Cedera akibat kecelakaan disebabkan karena kesalahan yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Cedera akibat dari melaksanakan tindakan yang salah (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).

Menurut Binfar Depkes RI (Tentang Keselamatan Pasien, 2008) ada beberapa istilah dalam yang digunakan dalam kesalamatan pasien, diantaranya:

a. Kesalahan Medis (medication error) Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991).

b. KTD adalah kejadian yang mengakibatkan cedera pasien akibat pelaksanaan suatu tindakan atau akibat tidak melaksanakan tindakan yang perlu dilakukan,dan bukan karena penyakit dasar atau kondisi pasien (Kohn, 2000). c. KNC adalah keadaan yang tidak menimbulkan KTD, namun memiliki

kesempatan besar untuk terjadinya KTD (Joint Commission Assosiation of Health Organization, 2005).

d. Kejadian Sentinel (KS) adalah kejadian tidak terduga yang mengakibatkan kematian, cedera berat pada fisik atau psikologi atau resiko yang mengarah ke kematian atau cedera berat. Istilah ini dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima. (Joint Commission Assosiation of Health Organization, 2005).

2.2.2 Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Standar keselematan pasien rumah sakit merupakan acuan bagi rumah sakit di indonesia. standar keselematan pasien rumah sakit disusun oleh Depertemen Kesehatan (Depkes RI) tahun 2006. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:

1) Hak pasien

2) Mendidik pasien dan keluarga


(25)

4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

5) Peran pemimpin dalam meningkatkan keselamatan pasien 6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

2.3 Kesalahan Pengobatan (Medication Error)

Pengobatan merupakan sebuah proses antara pasien dengan petugas kesehatan yang saling berinteraksi mencapai tujuan yaitu kesembuhan dan derajat kesehatan pasien yang lebih baik. Selama proses pemberian medikasi berlangsung, terdapat kesalahan yang mungkin terjadi baik disebabkan oleh tenaga kesehatan maupun oleh pasien itu sendiri yang lebih dikenal dengan istilah medication error.

Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan risiko minimal. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI September 2006), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing, dan administering, dispensing menduduki peringkat pertama. Dengan demikian, keselamatan pasien merupakan bagian penting dalam risiko pelayanan rumah sakit selain risiko keuangan, risiko properti, risiko tenaga profesi, maupun risiko lingkungan dan pelayanan dalam risiko manajemen (Depkes, 2008).

Sejak tahun 1992, the Food and Drug Administration telah menerima 20.000 laporan tentang kesalahan pengobatan.kesalahan pengobatan Diperkirakan 7000 orang meninggal pertahun (The Business Case for Medication Safety, February 2003). A Havard Practise Study menemukan bahwa kurang lebih 1 juta kecelakaan terjadi setiap tahunnya, akibat efek yang


(26)

tidak diinginkan dari obat dimana 25-50% yang sebenarnya dapat dicegah. kesalahan pengobatan yang di temukan oleh Ann Lykkegaard Soerensen (team) di Aalborg University Hospital, Denmark,dari 1.082 sampel ditemukan 189 error yang terjadi, dimana peluang terjadinya kesalahan(17%) dari data yang berpotensi membahayakan (8%). Frekuensi kesalahan terjadi pada resep (5%), penyiapan (10%), administrasi(75%). Kesalahan yang paling umum adalah kelalaian dari melakukan input dosis rezim dikomputerisasi oleh dokter.

2.3.1 Defenisi Medication Error

Menurut Kementrian Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, kesalahan pengobatan adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kerugian yang dialami pasien bisa bermacam-macam mulai dari kerugian dalam hal biaya bahkan sampai meninggal.

Kesalahan pengobatan didefinisikan sebagai kesalahan dalam peresepan , penyiapan dan pemberian obat,apakah ada konsekuensi yang merugikan atau tidak. medication error merupakan salah satu penyebab cedera pasien yang dapat dicegah . Kesalahan ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam proses penggunaan obat dari peresepan sampai pemberian kepada pasien (NMIC Bulletins, 2001). kesalahan pengobatan atau kesalahan pelayanan obat menurut NCC MERP yaitu setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien.

2.3.2 Tahapan Kejadiaan kesalahan pengobatan

Menurut NCC MERP, 2012, kejadian kesalahan pengobatan dapat dibagi menjadi 3 yaitu kesalahan peresepan obat, kesalahan penyiapan obat dan kesealahan pemberian obat.

1. Kesalahan peresepan adalah kesalahan yang dapat timbul karena pemilihan obat yang salah untuk pasien. Kesalahan meliputi dosis, jumlah obat, indikasi, atau peresepan obat yang seharusnya menjadi kontraindikasi.


(27)

Kekurangan pengetahuan tentang obat yang diresepkan, dosis yang direkomendasikan dan kondisi pasien berkontribusi dalam prescribing errors. Faktor lain yang berkontribusi meliputi penulisan resep yang sulit dibaca, sejarah pengobatan pasien yang tidak akurat, keraguan nama obat, penulisan angka desimal pada obat, penggunaan singkatan, serta permintaan secara lisan.

2. Kesalaahan penyiapan terjadi pada saat pelayanan resep atau peracikan, yaitu saat resep diserahkan ke apotek sampai penyerahan obat kepada pasien. Kesalaahan penyiapan terjadi sekitar 1-24% meliputi kesalahan dalam pemilihan kekuatan atau pemilihan obat. Kesalaahan penyiapan juga dapat terjadi pada setiap tahap selama proses penyiapan obat dari penerimaan resep di apotek melalui pasokan dari produk sampai dibagikan kepada pasien. Studi di Amerika Serikat telah memperkirakan bahwa kesalahan penyiapan terjadi dengan tingkat 1-24%. kesalahan Pemberian Obat dapat merusak kepercayaan pasien di apoteker dan meningkatkan kemungkinan kesalahan prosedur. Kesalahan ini meliputi pemilihan produk obat. Hal ini terjadi karena dua atau lebih obat memiliki penampilan yang sama atau nama yang sama (LASA). Penggunaan komputerisasi pelabelan telah menyebabkan munculnya kesalahan transkripsi dan pengetikan, dimana keduanya merupakan penyebab paling umum dari kesalahan penyiapan. kesalahan penyiapan yang berpotensial lainnya termasuk dosis yang salah, obat yang salah, pasien yang salah.

3. Kesalahan dalam pemberian obat didefinisikan sebagai perbedaan antara obat Terapi yang diterima oleh pasien dan obat terapi yang dimaksudkan oleh penulisan resep (dokter). Kesalahan pemberian obat sebagian besar melibatkan kelalaian dimana proses pemberian obat dihilangkan karena berbagai faktor misalnya salah pasien, kurangnya stok. Jenis lain dari kesalahan pemberian obat termasuk salah teknik pemberiani, pemberian obat kadaluarsa dan pereparasi obat yang salah diberikan, Bisa juga karena salah dalam menuliskan instruksi pemakaian obat kepada pasien atau salah


(28)

memberi penjelasan secara lisan kepada pasien sehingga pasien pun akhirnya salah dalam menggunakan obat tersebut.

Medication error dapat terjadi pada setiap fase dalam menejemen logistik farmasi seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1: Diagram proses kesalahan pengobatan menurut Medication Practices 2002

Kejadian kesalahan pengobatan dalam rantai proses pengobatan, kesalahan pengobatan dapat terjadi sejak resep dituliskan hingga pasien menggunakan obat yang telah diresepkan. dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu (1) fase peresepan obat, (2) fase pembacaan resep, (3) fase penyiapan obat dan (4) fase pemberian obat oleh pasien. Kesalahan dalam pengobatan pada fase peresepan obat adalah kesalahan yang terjadi pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi : obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai. Pada fase pembacaan resep, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses penyiapan. kesalahan pada fase penyiapan terjadi pada saat


(29)

penyiapan hinga penyerahan resep oleh petugas apotek. Sedangkan kesalahan pada fase pemberian adalah kesalahan yang terjadi pada saat penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya.

2.3.3 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kesalahan Pengobatan

Kesalahan dapat terjadi pada beberapa langkah, dimulai dari pemberian resep sampai penyediaan akhir obat ke pasien. Penyebab umum kesalahan medikasi meliputi diagnosis yang tidak tepat, kesalahan pemberian resep, kekeliruan dalam penghitungan dosis, praktek distribusi obat yang buruk, masalah terkait obat dan perangkatnya, pemberian obat yang tidak tepat, adanya kegagalan komunikasi antar tenaga kesehatan dan kurangnya edukasi pasien (AMCP, 2010).

Menurut American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) dalam Guideline on Preventing Medication Errors in Hospitals, penyebab-penyebab umum yang memicu terjadinya medication error, yaitu diantaranya :

1. Adanya ambigu pada penunjukkan di label atau di dalam pengemasan. 2. Nomenklatur produk obat [Look-Alike-Sound-Alike (LASA) , penggunaan

huruf atau nomor prefiks dan sufiks dalam nama obat] 3. Adanya kegagalan atau kerusakan pada alat kesehatan 4. Resep yang tak terbaca

5. Transkripsi yang tidak tepat 6. Perhitungan dosis yang tak tepat 7. Personil yang tidak cukup terlatih

8. Menggunakan singkatan yang tidak dimengerti dalam resep 9. Kesalahan dalam pelabelan

10.Beban kerja yang berlebihan

11.Penyimpangan dalam kerja individu 12.Tidak tersedianya obat


(30)

2.3.4 Upaya – Upaya Pencegahan Kesalahan Pengobatan

Upaya intervensi untuk meminimalkan insiden belum sempurna tanpa disertai upaya pencegahan. Upaya pencegahan akan lebih efektif jika dilakukan bersama dengan tenaga kesehatan lain (multidisiplin) terkait penggunaan obat, terutama dokter dan perawat. (Depkes, 2008).

Menurut The Academy of Managed Care Pharmacy (AMCP), terdapat kunci- kunci untuk mencegah medication error, yang diantaranya :

1. Edukasi kepada pasien

Tenaga kesehatan professional harus menyediakan pendidikan pasien yang adekuat tentang tata cara penggunaan obat yang tepat sebagai bagian dari program pencegahan medication error. Beberapa contoh instruksi kepada pasien yang dapat membantu mencegah medication error, antara lain :

a. Mengetahui nama dan indikasi pengobatan yang sedang dijalani b. Membaca informasi obat di lembaran yang disediakan oleh Apoteker c. Tidak berbagi obat

d. Selalu mengecek tanggal kadaluwarsa obat e. Pelajari tentang penyimpanan obat yang benar f. Jauhkan obat-obatan dari jangkauan anak-anak g. Pelajari tentang peringatan dan interaksi obat 2. Prior Authorization

Program prior authorization digunakan oleh sistem perawatan kesehatan sebagai alat untuk membantu dalam menyediakan kualitas, keuntungan peresepean obat yang ekonomis dan efektif. Meningkatkan keselamatan pasien dengan cara mempromosikan penggunaan obat yang tepat merupakan fungsi integral dari program prior authorization ini. Medication error dapat dikurangi oleh sistem prior authorization dengan berbagai cara.

3. Teknologi elektronik a. Bar coding

Salah satu cara di mana teknologi elektronik dapat meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi kesalahan pengobatan adalah melalui penggunaan kode yang dapat dibaca mesin standar ("bar kode"). Pengobatan bar


(31)

coding adalah alat yang dapat membantu memastikan bahwa obat yang tepat dan dosis yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat. NCCMERP merekomendasikan US Food and Drug Administration (FDA), the United States Pharmacopeia (USP), and pharmaceutical manufacturers untuk berkolaborasi dalam menciptakan teknologi bar coding dengan cara menanamkan informasi berikut ke dalam bar kode obat :

 Kode Obat Nasional (NDC) : nomor yang mengidentifikasikan obat, bentuk sediaan dan kekuatan obat.

 Lot/Kontrol/Nomor Batch : untuk membantu jika ada kasus penarikan obat.

 Tanggal kadaluwarsa : untuk membantu memastikan bahwa pasien tidak menerima obat yang kadaluwarsa.

b. Electronic Prescription Record (EPR)

Sebuah rekam resep elektronik (EPR) mengandung semua data legal yang diperlukan untuk diisi, diberi label, disiapkan dan/atau untuk memasukkan permintaan pembayaran untuk peresepan. Apoteker menggunakan EPR sebagai alat untuk mengurangi medication errors dengan cara memperhatikan interaksi obat, duplikasi obat dan kontraindikasi. EPR ini juga dapat membantu mengurangi medication errors dengan cara membantu Apoteker dalam memonitor dan mengaudit penggunaan obat dan dengan cara memfasilitasi komunikasi diantara tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien.

c. E-prescribing

Penggunaan peresepan elektronik dengan cara memasukkan perintah resep pada komputer, yang dikenal sebagai Computerized Physician Order Entry (CPOE). CPOE adalah teknologi yang dapat membantuk mencegah beberapa kesalahan medik. Sistem CPOE memperkenankan dokter untuk memasukkan perintah resep ke dalam komputer atau alat lain secara langsung, dengan demikian dapat menghilangkan atau mengurangi kebutuhan resep tulisan tangan secara signifikan. E-prescribing dan CPOE dapat mengurangi kesalahan medik dengan cara menghilangkan resep tulisan tangan yang tak terbaca,


(32)

memastikan terminologi dan singkatan-singkatan yang tepat, dan mencegah adanya resep yang ambigu dan informasi yang hilang pada resep.

1. Electronic Drug Utilization Review (DUR)

Proses DUR online memungkinkan Apoteker untuk mengatur sebuah review dari urutan resep pada saat diperlukan dalam kegiatan penyiapan obat dan secara pro aktif dalam mengatasi masalah obat, seperti interaksi obat-obat, penggunaan obat yang berlebihan, penggunaan obat yang kurang dan masalah alergi. Teknologi ini juga memungkinkan Apoteker untuk menilai urutan resep pada saat meracik dan menggunakan informasi dari rekam medik dan/atau apotek, dan untuk menentukan kesesuaian terapi obat yang diresepkan.

2. Automated Medication Dispensing

Sistem dispensing otomatis saat ini digunakan secara luas sebagai metode penyiapan obat yang intensif dan sedikit menggunakan tenaga kerja. Sistem dispensing otomatis lebih efisien dalam melakukan tugas-tugas Apoteker yang membosankan, gerakan yang berulang, yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan tugas pencatatan, dimana hal-hal tersebut dapat menyebabkan dispensing errors.

3. Prosedur Kontrol Kualitas Internal

Kebanyakan pengaturan dispensing obat telah mengembangkan prosedur evaluasi kualitas. Praktik-praktik ini memberikan evaluasi alur kerja dan analisis pelaporan kesalahan, yang nantinya akan menghasilkan perlindungan yang sangat baik dari medication error.

2.4 Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera) 2.4.1 Defenisi Kejadian Nyaris Cedera

Kejadian Nyaris Cedara (KNC) adalah sebuah peristiwa yang tidak direncanakan, yang tidak mengakibatkan cedera, sakit, atau kejadian yang merugikan, tetapi memiliki potensi untuk terjadi. KNC ini sangat menguntungkan karena dapat mencegah kerugian atau kematian, dan kemungkinan terjadi sangat besar. Sebuah proses atau sistem manajemen yang


(33)

selalu salah adalah akar penyebab peningkatan risiko yang mengarah KNC dan harus menjadi focus perbaikan (National Safety Council Alliance,2013). Di Indonesia data tentang Kejadian Tidak Dinginkan (KTD) apalagi KTD masih

langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang

belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). KNC merupakan suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya diambil yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, yang disebabkan karena keberuntungan, pencegahan atau peringatan (KPP-RS, 2008).

KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan KTD, Data KNC harus dianalisa agar pencegahan dan pembentukan sistem dapat dibuat sehingga cedera tidak terjadi. Pada sebahagian besar kasus KNC memberi dampak pada pembuatan model penyebab insiden (incident causation model) atau proses hingga KNC. Model peyebab terjadinya insiden, KNC berperan sebagai pelapor awal sebelum terjadinya KTD. KNC meyediakan 2 tipe informasi terkait dengan keamanan pasien: (Robert, 2002 dalam Aspen 2004).

1. Kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan (kesalahan dan kegagalan termasuk tidak kuatnya sistem pertahanan)

2. Kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan ( tidak ada perancanaan, tindakan pemulihan secara informal.

Tujuan sistem pelaporan KNC (Kaplan,2002 dalam Yully.H.M,2013):

- Pemodelan: Bertujuan melihat lebih mendalam bagaimana kegagalan atau kesalahan berkembang menjadi KNC. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya kejadian diawal, bagaimana meningkatkan keamanan pasien, bagaimana mencegah hal ini tidak terjadi, memberi penguatan pada model pemecahan masalah yang diambil pada kasus sebelumnya.

- Arah atau kecenderungan yang bertujuan melihat kecenderungan terjadinya masalah (masalah apa yang sering terjadi, faktor apa saja yang berkontribusi


(34)

terhadap terjadinya masalah, menyediakan cara pemecahan masalah yang paling efektif dan prioritas untuk dijalankan,

- Meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian 2.4.2 Prevalensi Kejadian Nyaris Cedera

Hasil penelitian di Rumah sakit Pondok Indah (RSIP) KNC lebih sering terjadi Sebesar 73,7% dibandingkan dengan KTD 26,3 %. Bentuk KNC dan KTD yang didapat dari laporan kejadian yaitu: ketidak sesuaian identifikasi pasien seperti penulisan nomor medical record, nama pasien salah, penempelan stiker, nama pasien tidak sama dengan penulisan manual, kesalahan penulisan kamar pasien, kesalahan dalam pemberian obat (salah pasien, dosis, jenis obat), sampel darah pasien tertukar, dan pasien jatuh (Yully,2011).

Hasil penelitian KNC di Rumah Sakit Umum Surya Husada, tenaga Medis yang tidak melaksanakan pemberian tepat dosis 8,8%, ketidak tepatan waktu 8,1%, Pendokumentasian yang benar 17,6% (Koen,2012). Laporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) oleh KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa adanya pelaporan kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%) yang disebabkan karena proses atau prosedur klinik (9,26%), medikasi (9,26%), dan pasien jatuh (5,15%). Sebuah penelitian di Utah dan Colorado (USA) melaporkan KNC sebanyak 2,9% dimana 6,6%-nya meninggal dunia. Sebanyak 44.000 warga Amerika meninggal setiap tahunnya akibat kesalahan medis (medical error) (IOM, 2000). Sebuah sumber ketiga dan yang terbaru dari data prevalensi berasal dari kantor Inggris Audit Nasional. Pada tahun 2003-2004, kurang lebih 885.832 KTD dan KNC terjadi di 256 kejadian akut pada National Health Service (NHS), ambulans, dan Perserikatan Kesehatan Mental (96% di NHS); dan pada tahun 2004-2005, ada 974.000 KTD dan KNC.


(35)

2.5 Sosialisasi

Menurut Vembriarto ( dalam Khairudin 2008,: 63), menyebutkan Sosialisasi adalah sebuah proses belajar yaitu proses akomodasi dengan mana individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku, dan standard tingkah laku dalam masyarakat di mana ia hidup. Semua sifat kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan system dalam diri pribadinya. Menurut Jaeger ( dalam Sunarti Kamanto 2000,: 33), Membagi dua pola sosialisasi antara lain; Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Dalam pola sosialisasi represif, juga menekanan pada kepatuhan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah; penekanan titik berat sosialisasi terletak pada pimpinan dan keinginan karyawan untuk berubah, dan peran seluruh karyawan sebagai significant other. Sedangkan dalam Pola Sosialisasi yang partisipatoris (participatory socialization), merupakan pola di mana karyawan diberi imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik.

Menurut tahapannya sosialisasi oleh dibedakan Berger dan Luckman (Soe’oed

dalam ihromi, 1999: 32), menjadi dua tahap yakni:

1. Sosialisasi primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat; dalam tahap ini proses sosialisasi primer membentuk kepribadian anak kedalam dunia umum, dan keluargalah yang berperan sebagai agen sosialisasi.

2. Sosialisasi sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya; dalam tahap ini proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus); dan dalam hal ini yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan.


(36)

2.6 Root Cause Analysis (RCA)

2.6.1 Definisi RCA

Root Cause Analysis adalah proses terstruktur yang membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari atau penyebab dari suatu peristiwa yang merugikan atau nyaris cedera. Memahami faktor atau penyebab dari kegagalan system dapat membantu mengembangkan tindakan yang dapat mencegah terjadinya kesalahan. RCA merupakan suatu analisis sistematis dari semua faktor yang mempengaruhi atau memiliki potensi untuk mencegah suatu kesalahan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk insiden berbahaya kepada pasien yang sifatnya dapat dihindari, atau dalam KNC, dimana merupakan suatu kejadian yang menempatkan pasien pada risiko berbahaya (WHO, 2008). RCA adalah suatu metode yang digunakan untuk menunjukkan sebuah masalah atau ketidaksesuaian, agar mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. RCA ini digunakan sehingga dapat mengoreksi atau mengeliminasi penyebab suatu masalah, dan mencegahnya agar tidak terulang kembali (Quality Management and Training, 2008).

2.6.2. Alat dan Teknik RCA

Teknik RCA Menurut Quality Management and Training, terdapat beberapa

alat dan teknik yang digunakan untuk melakukan RCA, yang diantaranya :

a. 5-Mengapa (Gemba Gembutsu)

5-Mengapa kadang-kadang disebut sebagai Gemba Gembutsu, dimana artinya adalah tempat dan informasi dalam bahasa Jepang. 5-Mengapa biasanya mengacu pada praktik bertanya sebanyak 5 kali, mengapa kegagalan telah terjadi, agar mendapatkan akar penyebab dari suatu masalah. 5-Mengapa digunakan untuk menyelesaikan metode RCA yang sederhana.


(37)

b. Analisis Pareto

Analisis Pareto merupakan teknik mudah yang digunakan untuk membantu memilih perubahan yang paling efektif. Analisis pareto merupakan teknik formal untuk menemukan perubahan yang akan menghasilkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh, suatu produsen mungkin ingin menyusun mengapa konsumen tidak lagi memilihnya sebagai supplier.

c. Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

Diagram fishbone merupakan teknik yang sangat berguna untuk RCA yang lebih kompleks. Tipe diagram ini mengidentifikasikan semua proses dan faktor potensial yang berkontribusi pada suatu masalah.

Gambar 2.2: Model Diagram Fisbone

d. Brainstorming atau Wawancara

Kebanyakan orang familiar dengan teknik brainstorming atau wawancara. Kumpulkan semua ide sebanyak mungkin dari semua partisipan tanpa adanya kritik atau penghakiman ketika partisipan menyampaikan idenya.

e. Analisis Proses, Pemetaan dan Flow Chart

Flowchart mengatur informasi tentang sebuah proses secara grafis sehingga terlihat jelas dampak yang akan muncul dalam suatu proses.


(38)

f. Pohon Kesalahan (Fault Tree)

Metode ini merupakan teknik grafis yang menyediakan deskripsi sistemik pada kombinasi kejadian yang mungkin dalam suatu sistem, yang dapat mengakibatkan hasil yang tak diinginkan. Metode ini dapat mengombinasikan kegagalan sistem dan manusia.

g. Lembar Pengecekan (Check Sheets)

Teknik ini sederhananya digunakan untuk mengumpulkan dan merekam data.Data yang dihasilkan biasanya numerik, tetapi bisa juga digunakan untuk tujuan lain, seperti membuat daftar pertanyaan audit dan merekam jawabannya.


(39)

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN KATEGORISASI KNC

3.1 Kerangka Konsep

Menurut Wehrli, G., Nyquist, J.G. (2003) banyak setrategi tehnik yang digunakan untuk menyampaikan sosialisasi dengan berbagai macam tehnik. Proses sosialisai dengan menggunakan berbagai media, baik berupa media komunikasi seperti brosur, poster, leaflet, spanduk, dan baliho, maupun melalui media elektronik, seperti internet,cakram optik (compact disk atau DVD), radio dan televisi. Berikut tehnik dan media yang digunakan untuk menyampaikan sosialisasi.

Intervensi sosialisasi

Brain storming

Diskusi terarah Belajar mandiri

persentase

Kesadaran diri

Tehnik yang digunakan

Media yang digunakan

lefleat

sepanduk billboard Media elektronik

Media cetak


(40)

3.2 Definisi Operasional dan Kategorisasi KNC

Definisi operasional mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Alimul Hidayat, 2007). Kategorisasi KNC dapat ditentukan bila telah terjadi insiden KNC lebih dari 0%, dengan kata lain bila hasil persentase suatu variabel adalah 0%, maka tidak termasuk KNC, dan melihat apakah terjadi penurunan KNC setelah dilakukan intervensi sosialisasi, bila hasil KNC menurun maka intervensi sosialisasi dapat mempengaruhi penurunan KNC. Definisi operasional dan kategorisasi KNC pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.


(41)

No. Variabel Parameter yang diamati

Definisi operasional Alat penilaian

Cara penilaian

Hasil penilaian Kategorisasi KNC 1. Peresepan

obat

a. Ketidaklengkapan resep

 Tidak lengkap

secara administrasi

 Tidak lengkap

secara farmasetik.

 Tidak lengkap

secara klinis.  Perintah

pengobatan tidak terbaca

Ketidaklengkapan resep adalah aspek-aspek yang seharusnya ada di dalam resep, tetapi tidak diisi lengkap oleh penulis resep. Lengkap secara administrasi meliputi data pasien (nama, tgl lahir, alamat/nomor telepon, dan nomor rekam medik pasien dan paraf dokter). Lengkap secara farmasetik meliputi bentuk sediaan dan ketercampuran obat. Lengkap secara klinis, meliputi (nama, dosis, signa, dan frekuensi pemberian obat).

Lembar rekapitulasi

KNC yang

memuat semua variable-variabel yang diamati.

Menuliskan setiap insiden

KNC yang

terjadi pada tahap

peresepan

obat di

lembar rekapitulasi KNC

Didapatkan hasil persentase KNC terhadap total

sampel dan

dilakukan penilaian upaya – upaya menggunakan diagram fishbone.

Bila hasil persentase >0% = KNC

b. Ketidaktepatan nama, dosis, aturan pakai, dan bentuk sediaan obat.

Nama obat, dosis, aturan pakai, dan bentuk sediaan obat tercantum di resep, akan tetapi aturan yang dianjurkan tidak tepat.

Lembar rekapitulasi

KNC yang

memuat semua variabel-variabel yang

Menuliskan setiap insiden yang terjadi pada tahap peresepan

obat di

lembar

Didapatkan hasil persentase KNC terhadap total

sampel dan

dilakukan penilaian upaya – upaya perbaikan

Bila hasil persentase >0% = KNC


(42)

c. Perintah

pengobatan yang tidak terbaca

Segala sesuatu yang diperintahkan di resep, seperti nama, dosis, rute pemberian, dan aturan pakai tidak tertulis jelas

atau menggunakan

singkatan yang tidak

lazim sehingga

membingungkan apoteker.

Lembar rekapitulasi

KNC yang

memuat semua variabel-variabel yang diamati.

Menuliskan setiap insiden yang terjadi pada tahap peresepan

obat di

lembar rekapitulasi KNC

Didapatkan hasil persentase KNC terhadap total

sampel dan

dilakukan penilaian upaya – upaya perbaikan

menggunakan diagram fishbone.

Bila hasil persentase >0% = KNC

2. Penyiapan obat

a. Kesalahan dalam mengambil dan meracik obat

Terjadinya kesalahan dalam proses mengambil dan meracik obat, seperti

melakukan teknik

peracikan yang tidak benar, menyiapkan dan meracik obat di tempat yang banyak gangguan (interupsi, cahaya kurang, bising, terlalu panas atau dingin).

Lembar rekapitulasi

KNC yang

memuat semua variabel-variabel yang diamati.

Menuliskan setiap insiden yang terjadi pada tahap penyiapan

obat di

lembar rekapitulasi KNC

Didapatkan hasil persentase KNC terhadap total

sampel dan

dilakukan analisis data menggunakan

Paired T- test untuk melihat pengaruh

sebelum dan

sesudah dilakukan intervensi

sosialisasi .

Bila hasil persentase >0% = KNC Bila hasil P<0,05 ada perubahan, bila >0,05

tidak ada

perubahan.

b. Kesalahan dalam menyimpan obat

Kesalahan dalam

menyimpan obat yang meliputi penyimpanan obat tanpa identitas yang jelas, susunan obat yang membingungkan,

penyimpanan obat

look-Lembar rekapitulasi

KNC yang

memuat semua variabel-variabel yang

Menuliskan setiap insiden yang terjadi pada tahap penyiapan

obat di

lembar Didapatkan hasil persentase KNC terhadap total sampel dan dilakukan analisis data menggunakan

Paired T- test untuk

Bila hasil persentase >0% = KNC Bila hasil P<0,05 ada perubahan,


(43)

dan menyimpan obat kadaluwarsa. sesudah dilakukan intervensi sosialisasi . perubahan. c. Ketidaklengkapan dalam pemberian label atau etiket

Tidak terisi lengkapnya komponen etiket dan tidak sesuai dengan perintah atau aturan pakai yang memadai.

Lembar rekapitulasi

KNC yang

memuat semua variabel-variabel yang diamati.

Menuliskan setiap insiden yang terjadi pada tahap penyiapan

obat di

lembar rekapitulasi KNC Didapatkan hasil persentase KNC terhadap total sampel dan dilakukan analisis data menggunakan

Paired T- test untuk melihat pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

sosialisasi .

Bila hasil persentase >0% = KNC Bila hasil P<0,05 ada perubahan, bila >0,05

tidak ada

perubahan.

d. Ketidaktersediaan obat di apotek

Tidak tersedianya obat-obat yang dicover BPJS atau obat yang dibeli mandiri oleh pasien di apotek yang sesuai dengan resep dan formularium rumah sakit atau kosongnya stok obat yang diminta oleh penulis resep.

Lembar rekapitulasi

KNC yang

memuat semua variabel-variabel yang diamati.

Menuliskan setiap insiden yang terjadi pada tahap penyiapan

obat di

lembar rekapitulasi KNC Didapatkan hasil persentase KNC terhadap total sampel dan dilakukan analisis data menggunakan

Paired T- test untuk melihat pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

sosialisasi .

Bila hasil persentase >0% = KNC Bila hasil P<0,05 ada perubahan, bila >0,05

tidak ada

perubahan.

3. Pemberian obat

a. Tidak adanya

pemberian

Tidak dilakukannya tindakan edukasi atau

Lembar rekapitulasi

Menuliskan setiap insiden

Didapatkan hasil persentase KNC

Bila hasil persentase


(44)

pasien pada saat

penyerahan obat.

Informasi obat kepada

pasien,

sekurang-kurangnya meliputi nama, indikasi, dosis, frekuensi pemberian, cara pemakaian obat, dan instruksi tertentu (misal,

antibiotik harus

dihabiskan).

semua variabel-variabel yang diamati.

pemberian

obat di

lembar rekapitulasi KNC

dilakukan analisis data menggunakan

Paired T- test untuk melihat pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

sosialisasi .

Bila hasil P<0,05 ada perubahan, bila >0,05

tidak ada


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo yang beralamat di Jl. Bendungan Hilir No 17 Jakarta Pusat 10210 dan waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2016, pada pukul 10.00 – 14.00 WIB.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi Eskperimen pre dan post sosialisasi yang dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan analisis statistik parametik dengan menggunakan metode Paired T-test. Penelitian ini bersifat prospektif dengan melakukan evaluasi terhadap KNC di apotek rawat jalan pada April – Mei 2016.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah seluruh resep yang masuk pada pasien rawat jalan yang masuk ke Apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan semua resep rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian yang terdapat di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo pada April – Mei 2016, pada pukul 10.00 – 14.00 WIB.


(46)

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi 4.4.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh resep yang masuk ke apotek dan yang mengalami KNC di apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL Dr.Mintohardjo pada jam 10.00 – 14.00 pada bulan April-Mei 2016.

4.4.2 Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah resep-resep yang tidak mengalami KNC dan resep obat yang masuk diluar jam 10.00-14.00.

4.5 Prosedur Penelitian

Terdapat tiga tahapan penelitian yang dilakukan, yaitu tahap perencanaan, pengumpulan data, dan pengolahan data.

4.5.1. Tahap perencanaan dan persiapan

Tahap perencanaan dimulai dengan penentuan masalah yang akan diteliti. Di dalam penentuan masalah ditetapkan masalah yang akan diteliti, dalam hal ini tingkat pencegahan KNC pada peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Tahap persiapan dimulai dengan membuat dan menyerahkan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kepada Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo. 4.5.2 Tahap pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung seluruh resep yang masuk di Apotek rawat jalan dan melakukan intervensi sosialisasi KNC di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo pada bulan April – Mei 2016. Adapun rincian dari variabel-variabel penelitian tertera pada tabel 4.1 berikut.


(47)

Tabel 4.1 : Rincian variabel penelitian

Variabel Aspek-aspek yang diamati

Peresepan Obat 1. Kelengkapan resep

 Lengkap secara administrasi (data pasien, paraf dokter, legalitas narkotik dan kesesuaian dengan formularium)

 Lengkap secara farmasetik (bentuk sediaan dan

ketercampuran obat).

 Lengkap secara klinis (nama obat, dosis, signa, rute pemberian, frekuensi pemberian dan interaksi obat).

2. Dosis dan jumlah tidak tepat

3. Resep atau perintah pengobatan yang tidak terbaca

Penyiapan Obat 1. Salah mengambil obat dan meracik obat

 Mengambil obat dalam banyak wadah sekaligus

 Melakukan aturan peracikan yang tidak benar

 Menyiapkan dan meracik obat di tempat yang banyak gangguan (cahaya kurang, bising, ruang peracikan yang terlalu sempit).

2. Salah dalam penyimpanan obat

 Penyimpanan obat tanpa identitas yang jelas

 Susunan obat yang membingungkan

 Penyimpanan obat LASA yang berdekatan

 Menyimpan obat kadaluwarsa.

3. Salah dalam pemberian label atau etiket

 Memberi etiket yang tidak sesuai dengan perintah atau

aturan pakai yang memadai

Pemberian Obat 1. Pemberian informasi terkait obat yang tidak benar,

tidak jelas, dan ada informasi yang tertinggal. Informasi obat kepada pasien, sekurang-kurangnya meliputi aturan pakai obat, interaksi obat, baik itu interaksi obat-obat maupun interaksi obat-makanan, penyimpanan obat, efek samping obat, dan jangka waktu pengobatan

2. Pemberian obat tidak lengkap , dimana pasien tidak menerima obat sesuai permintaan dokter. Sehingga pasien tidak meminum obat.

Proses pengambilan data dilakukan dengan mengamati alur penyiapan, melakukan pengecekan obat sebelum diberikan kepada pasien dan melakukan pemberian obat kepada pasien serta mencatat semua tipe KNC kedalam formulir yang telah dibuat.


(48)

4.5.3 Tahap melakukan intervensi sosialisasi

Intervensi sosialisasi dilakukan dengan melakukan penyuluhan hasil sosialisasi KNC yang sudah dilakukan pengamatan selama bulan April, sosialisasi dilakukan pada tanggal 4 Mei 2016, intervensi hanya dilakukan pada tahap penyiapan dan pemberian obat. Yang nantinya akan dilakukan penelitian kembali dibulan Mei sebagai pembanding untuk melihat dampak hasil intervensi sosialisasi.

4.5.4 Tahap manajemen data

Manajemen data dilakukan dengan cara mentranskrip data yang telah didapat menjadi data rekapitulasi KNC yang dikumpulkan ke dalam komputer.

4.6. Alat Pengumpulan Data

Alat yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah lembar kerja insiden KNC yang dipakai untuk memperoleh data seluruh variabel penelitian dan seluruh resep yang masuk ke apotek rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo yang dibantu dengan alat tulis dan alat-alat yang digunakan untuk mendokumentasikan penelitian, seperti foto dan lain-lain. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari seluruh resep rawat jalan yang masuk di apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo pada bulan April-Mei 2016.

4.7. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. Editing data

Editing data merupakan kegiatan pengecekan laporan KNC apakah data yang didapat sudah lengkap dan jelas. Apabila data yang didapat masih memiliki kekurangan, maka dapat segera dilengkapi. b. Coding data

Coding data merupakan kegiatan merekapitulasi data KNC yang masih berbentuk huruf menjadi sebuah data yang berbentuk angka atau


(49)

bilangan agar lebih mudah diinterprestasikan. Data KNC yang telah berbentuk angka atau bilangan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke masing-masing tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat.

c. Entry data

Entry data merupakan kegiatan memproses data yang telah dikelompokkan sebelumnya. Rekapitulasi data KNC tersebut selanjutnya diinput ke dalam komputer untuk melihat persentase KNC pada proses peresepan, penyiapan dan pemberian obat yang telah diamati.

d. Tabulasi

Peroses penempatan data kedalam bentuk tabel yang telah doberi kode sesuai dengan kebutuhan analisa. Penelitian memasukkan data yang telah dilakukan proses coding kedalam Microsoft Excel dalam bentuk tabel.

e. Cleaning data

Data yang telah diinput ke dalam komputer selanjutnya diperiksa kembali untuk memastikan bahwa data sudah bersih dari kesalahan dan siap untuk dianalisis.

f. Analisis Data

Analisis data kualitatif menggunakan Microsoft Excel untuk mendeskripsikan secara objektif dan memaparkan fenomena yang terjadi dengan bantuan table atau gambar. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data penyiapan dan pemberian obat (data yang mengalami intervensi) menggunakanan analisa statistik parametik SPSS dengan menggunakan metode Paired T-test.

Fishbone diagram merupakan alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Konsep dasar dari fishbone diagram adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya (scarvada, 2004)


(50)

4.8. Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidance Interval

(CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nila α = 0,05. Pengolahan data yang

dilakukan meliputi:

4.7.1 Analisa Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo, 2003). Adapun penerapan analisa univariat pada penelitian ini adalah analisa KNC pelayanan kefarmasian pada tahap peresepan, penyiapan, dan pemberian obat yang didapat dari hasil observasi KNC yang masuk pada bulan April – Mei 2016 di Rumkital Dr. Mintohardjo. Analisa yang dilakukan didasarkan dari pengamatan satu persatu dan pencatatan semua tipe KNC di formulir yang telah dibuat.

4.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel menggunakan analisis statistik parametik dengan menggunakan metode Paired T-test. Sampel yang diuji adalah sampel sebelum dan sesudah dilakukan intervensi sosialisasi yaitu pada tahap penyiapan dan pemberian obat. Paired T-test adalah uji yang digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan rata – rata dua sampel yang berpasangan, sampel berpasangan merupakan sampel dengan subjek yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Cara mengambil keputusannya adalah melihat nilai korelasi (r) pada kolom Paired Sampels Correlations dan nilai Sig.(2-tailed) dan nilai uji t pada kolom Paired Sampels Test dari hasil SPSS Statistic 16.0. Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

H0 : tidak ada perbedaan nilai sesudah dan sebelum dilakukan sosialisasi


(51)

Nilai Sig (2-tailed) adalah kesimpulan taraf signifikan, nilai signinifikansi kepercayaan 95% sebagai berikut:

a. singnifikansi: P < 0,05 ada perbedaan, berarti H0 ditotak b.singnifikansi: P > 0,05 tidak ada perbedaan, berarti H0 diterima

Uji Paired T-test digunakan untuk menganalisa univariat untuk mengetahui hubungan kolerasi dan kekuatan sampel berpasangan dan melihat apakah ada perbedaan sesusah dan sebelum dilakuakn interpensi disalah satu sampel berpasangan (Widiarso,2014)


(52)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang KNC pelayana kefarmasian ini dilakukan terhadap total sampel resep rawat jalan di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo pada bulan April dan Mei dengan mengamati semua KNC pelayanan kefarmasian peresepan, penyiapan dan pemberian obat. Dalam pengkajian KNC Pelayanan Kefarmasian ini mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004. Melalui hasil pengamatan resep rawat jalan pada bulan April – Mei 2016 masih banyak yang mengalami KNC pelayanan kefarmasian setiap harinya, dapat dilihat ditabel 2 .

Tabel 5.1 Data KNC pelayanan kefarmasian April – Mei 2016

Jumlah Bulan April Bulan Mei

Resep 3512 resep 4112 resep

KNC 1359 resep 1182 resep

5.1.1 Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada bulan April

Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap peresepan obat meliputi data pasien, bentuk sediaan,nama, signa,rute pemberian, dosis dan jumlah obat, perintah pengobatan yang tidak terbaca. Penyiapan obat meliputi salah mengambil dan menyiapkan obat, ketidaklengkapan pemberian etiket, obat tidak tersedia di apotek dan tahap terakhir pemberian obat meliputi pemberian informasi tidak tepat. Data KNC Pelayanan Kefarmasian tersebut dapat dilihat pada table 2


(53)

Tabel 5.2 Hasil KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April dan Mei 2016

Berdasarkan table 5.2, dapat diketahui hasil analisis KNC Pelayana Kefarmasian terbanyak pada bulan April dan Mei yaitu pada penyiapan obat sebesar 33,34% (1171 KNC) pada bulan april dan terjadi penurunan pada bulan Mei menjadi 20,23% (823 KNC), dimana pada tahapan penyiapan obat yang terbanyak mencakup; penulisan etiket tidak lengkap yaitu 20,52% (721 KNC) pada bulan April dan terjadi penurunan menjadi 11,13% (458%) pada bulan Mei, meliputi tidak dituliskannya aturan pakai, nama, jenis sediaan, dosis, expired date obat dan penulisan habiskan pada obat antibiotik. Obat tidak ada di apotek pada bulan April 12,58% (442 KNC) terjadi penurunan pada bulan Mei menjadi 8,97% (368 KNC) meliputi obat - obat seperti Aspirin, Rifampisin, Isoniazid, Neurodex, Cendo Xytrol, Cendo Lyters, Tobrosom, ISDN, dll.

KNC pelayanan kefarmasian terbanyak kedua peresepan obat pada bulan April sebesar 15,97% (561 KNC) terjadi penurunan pada bulan Mei menjadi 15,24% (627 KNC), dimana pada tahapan ini yang

No. Kelengkapan Resep Jumlah resep yang mengalami KNC

APRIL (%) MEI (%)

1. Peresepan 561 (15,97) 627 (15,24)

Nama Pasien 17 (0,48) 8 (0,19)

No rekamedik 493 (14,03) 593 (14,42)

Bentuk sediaan 5 (0,14) 2 (0,04)

Nama obat 7 (0,19) 4 (0,09)

Signa 9 (0,25) 7 (0,17)

Rute pemberian 5 (0,14) 0 (0)

Dosis dan jumlah obat tidak tepat 17 (0,48) 11 (0,26)

Perintah pengobatan tidak terbaca 8 (0,22) 2 (0,04)

2. Penyiapan obat 1171 (33,34) 832 (20,23)

Salah mengambil dan meyiapkan obat 8 (0,22) 5 (0,12)

penulisan etiket tidak lengkap 721 (20,52) 458 (11,13)

obat tidak tersedia di apotek 442 (12,58) 369 (8,97)

3. Pemberian obat 0 (0,0) 0 (0)


(54)

tidak menuliskan Nomor rekam medik pada bulan April yaitu 14,03% (493 KNC) terjadi peningkatan KNC pada bulan Mei menjadi 14,42% (593 KNC), tidak dituliskan nama pasien yaitu 0,48% (17 KNC) pada bulan April sedangkan pada bulan Mei menurun menjadi 0,19% (8 KNC).

Analisis KNC pelayanan kefarmasian selanjutnya adalah melihat apakah terdapat perubahan tingkat KNC pelayanan kefarmasian setelah dilakukan sosialisasi hasil KNC pada bulan April dan dampak negatif jika teradinya KNC kepada pasien, analisi KNC pelayana kefarmasian akan dianalisis menggunakan statistik parametik dengan bantuan program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. yaitu metode Paired T-Test yang bertujuan untuk menentukan apakah ada perbedaan rata – rata dua sampel yang berpasangan, sampel berpasangan merupakan sampel dengan subjek yang sama, tetapi mendapat dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.

5.1.2 Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian menggunakan Paired T-test Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap gambaran apakah terdapat perubahan tingkatan KNC pelayanan kefarmasian sebelum dan sesudah dilakukannya sosialisasi serta korelasi antara kedua sampel yang digunakan.

Tabel 5.3 Statistik sampel paired T-test

Tabel 5.3, menunjukkan bahwa rata-rata KNC pada sebelum dan sesudah terjadi penurunan angka. Yang berarti terjadi penurunan KNC sebelum dilakukan sosialisasi rata-rata KNC pada bulan April sebanyak

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 APRIL 292.75 4 352.353 176.177


(55)

4,1025 KNC dan setelah sosialisasi pada bulan Mei menurun menjadi 2,9525 KNC, dilihat dari hasil rata - rata tabel 5.3.

Tabel 5.4 Korelasi sampel paired T-test Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 APRIL & MEI 4 .984 0.016

Tabel 5.4, menunjukkan hasil analisa hubungan antara jumlah sebelum dan sesudah dilakukannya sosialisasi menggunakan uji Paired T-Test menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah sebelum dan sesudah dilakukanya sosialisasi dengan signifikansi sebesar 0,016 (sigvalue <0,05). Berdasarkan nilai korelasi(r) didapatkan 0,984 jika r2 maka akan menunjukkan pengaruh sosialisasi terhadap perubahan KNC pelayanan kefarmasian. Pengaruh sosialisasi untuk pencegahan KNC sebanyak 96,82%, disebabkan faktor lain sebanyak 3,4%.

Tabel 5.5 Nilai hasil sampel paired T-test Paired Samples Test

Paired Differences t df

Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper SEBELUM DAN

SESUDAH 84.750 123.527 61.763 -111.809

281.3

09 1.372 3 0.264

Tabel 5.5 menunjukkan hasil analisis perhitungan sebelum dan sesudah dilakukanya sosialisasi, sebelum sosialisasi lebih banyak terjadi KNC Pelayanan Kefarmasian jika dibandingkan dengan sesudah sosialisasi, dapat dibuktikan dengan nilai t tabel 1.372. Singnifikansi 0,264 (sigvalue >0,05), berdasarkan nilai signifikansi terjadi penurunan


(56)

KNC Pelayanan Kefarmasian tetapi tidak terjadi perubahan yang singnifikan. Sehingga sosialisasi dapat menurunkan KNC tetapi tidak signifikan.


(57)

Gambar 5.1 Diagram hasil analisi univariat KNC pelayana kefarmasian April dan Mei 2016 di RS TNI AL Dr.Mintoharjo nama pasien

No rekamedik bentuk sediaan nama obat signa obat rute pemberian dosis dan jumlah obat tidak tepat perintah pengobatan tidak terbaca salah menyiapkan obat penulisan etiket tidak jelas obat tidak tersedia pemberian informasi

0.48% 14.03%

0.14% 0.19% 0.25%

0.14% 0.48%

0.22% 0.22%

20.52% 12.58% 0.00%

0.19% 14.42%

0.04% 0.09% 0.17%

0.00% 0.26%

0.04% 0.12%

11.13% 8.97%

0.00%

Data KNC Pelayanan Kefarmasian bulan April dan Mei 2016


(58)

5.2 PEMBAHASAN PENELITIAN 5.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian tentang analisa KNC pelayana kefarmasian ini dilakukan di Apotek Rawat Jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo menggunakan lembar resep periode bulan April dan Mei 2016, sampel yang didapatkan selama pengamatan menggunakan teknik total sampling sebanyak 7624 lembar resep, dan 2541 lembar resep yang mengalami KNC yaitu peresepan sebanyak 1118 KNC, penyiapan 2003 KNC dan pemberian obat tidak terjadi KNC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak KNC pada peresepan obat dan penyiapan obat.

Alur perjalanan resep di apotek rawat jalan Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo, yakni pasien bertemu dengan dokter, Kemudian dokter akan menentukan anamnesis, diagnosis, serta terapi. Lalu dokter akan menulis resep dan pada penulisan resep tersebut bisa terjadi kesalahan dalam peresepan obat. Selanjutnya pasien akan menyerahkan resep tersebut kepada petugas transkrip resep yang ada di apotek dan pasien akan menerima nomor antrian. Resep akan diterima oleh apoteker yang nantinya pada penerjemahan atau intervensi resep tersebut bisa terjadi kesalahan dalam menerjemahkan resep. Setelah itu apoteker akan menyiapkan , meracik, dan memberikan obat kepada pasien. Pada proses tersebut bisa terjadi kesalahan dalam penyiapan obat dan pemberian obat. Dari resep resep tersebut dinilai berdasarkan formulir KNC yang telah dibuat oleh peneliti. Pada penelitian ini peneliti menilai 3 tahap pada KNC pelayanan kefarmasian, yakni pada tahap peresepan, penyiapan dan pemberian obat.


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6.

No. Nama obat Jenis dan Jumlah Insiden Keterangan Salah mengambil obat Salah meracik obat

1. Asam mefenamat

1 Asisten Apoteker mengambil

obat Asam Traneksamat sedangkan yang seharusnya diambil adalah asam mefenamat

2. Amlodipin 1 Asisten Apoteker mengambil

obat amlodipin 5 mg. Seharusnya obat yang diambil yakni amlodipin 10 mg

3 CaCO3 1 Asisten Apoteker mengambil

obat CaCO3 22 kapsul. Seharusnya obat yang diambil yakni CaCO3 30 kapsul

4 Hardol 1 Asisten Apoteker mengambil

obat hardol 10 tab. Seharusnya obat yang diambil 30 tab.

5 Ramipril 1 Asisten Apoteker mengambil

obat ramipril 5 mg. Seharusnya obat yang diambil yakni ramipril 52,5mg.

6 NaCl 0,9% 1 Asisten Apoteker mengambil

cairan NaCl 0,9% I botol. Seharusnya cairan yang diambil III botol.

7 Gabapentin 1 Asisten Apoteker mengambil

obat Acarbose. Seharusnya obat yang diambil yakni gabapentin.


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7.


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8.


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10.

Gambar 8: Tempat

entry

resep

Lampiran 11.


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Dokumen yang terkait

Pendapat Pasien Rawat Jalan Peserta Bpjs Kesehatan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

3 64 78

Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Jalan Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012

15 138 89

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Haemodialisa Peserta Askes Sosial di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

4 43 175

Pengaruh Kepuasan Pasien Terhadap respon Purna Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005

0 27 79

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

Evaluasi Kualitatif Antibiotik Meropenem pada Pasien Sepsis BPJS di RUMKITAL Dr. Mintohardjo

1 42 156

Gambaran Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Pada Pelayanan Kefarmasian di Apotek Rawat Inap Rumiktal Dr. Mintorahardjo Periode April – Mei 2016

25 124 113

EVALUASI KINERJA INSTALASI FARMASI DI RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN ATAS PELAYANAN PASIEN RAWAT JALAN Evaluasi Kinerja Instalasi Farmasi Di Rsud Dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Atas Pelayanan Pasien Rawat Jalan Periode Mei-Juli 2016.

0 5 16

PENDAHULUAN Evaluasi Kinerja Instalasi Farmasi Di Rsud Dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Atas Pelayanan Pasien Rawat Jalan Periode Mei-Juli 2016.

1 4 10

Analisis Kejadian Nyaris Cedera Pada Instalasi Rawat Inap C di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2015.

0 1 49