UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dokter memasukkan perintah resep pada komputer atau alat lain secara langsung.
CPOE memastikan resep yang di input terbaca dan lengkap, termasuk semua informasi yang diperlukan, seperti nama
obat, dosis, rute pemberian dan bentuk sediaan. CPOE menyediakan aplikasi perhitungan dosis yang sesuai
dengan aturan. Mengecek ketepatan obat sesuai riwayat penggunaan obat dan
hasil laboratorium pasien . Adapun pihak
– pihak yang terlibat dalam melaksanakan upaya
– upaya perbaikan ini meliputi petugas IT, dokter, apoteker, dan asisten apoteker.
b. Electronic Prescription Record EPR Sebuah rekam resep elektronik yang bekerja dengan cara:
Mengandung semua data legal yang diperlukan untuk diisi yaitu nama, nomor rekam medik, tanggal lahir, umur, tinggi
badan, berat badan, riwayat pengobatan serta biaya pengobatan.
Apoteker menggunakan EPR sebagai alat untuk mengurangi medication errors dengan cara memperhatikan interaksi,
duplikasi obat dan kontraindikasi. c. Komponen pada resep sebaiknya ditambah dengan data berat
badan, usia, dan riwayat alergi pasien untuk mempermudah apoteker dalam pengecekan atau penyesuaian obat dengan dosis
yang ditulis oleh dokter. Pihak yang terlibat antara lain seluruh staf departemen farmasi, penanggung jawab apotek rumkital Dr.
Mintoharjo. d. Untuk penulisan resep secara manual, sebaiknya ditulis secara
tepat, jelas dan terbaca. Pada hasil penelitian ini masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan resep yang dilakukan oleh
dokter koas, sehingga dokter penanggung jawab harus melakukan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengecekan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada pasien. Pihak yang terlibat untuk melaksanakan upaya
– upaya tersebut adalah dokter, dokter koas, dokter internship.
e. Ditambahkan tabel paraf pada setiap proses pelayan kefarmasian pengkajian dan klarifikasi, penyiapan obat, dispensing,
penyerahan informasi seperti tabel di bawah ini.
Tahap1: Pengkajian dan
klarifikasi paraf dan nama
petugas Tahap2:
Pengambilan obat paraf dan
nama petugas Tahap3:
Dispensing paraf dan nama
petugas Tahap4:
Penyerahan dan informasi
paraf dan
nama petugas
Pihak yang terlibat untu melaksanakan upaya – upaya ini adalah
departemen farmasi, penanggung jawab apotek, dan seluruh staf yang bekerja di setiap peroses pelayanaan kefarmasian.
5.2.1.2. Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada tahap penyiapan obat
Pada tabel 3, dapat dilihat hasil analisis KNC Pelayana Kefarmasian penyiapan obat pada bulan April sebesar 33,34.
Sedangkan pada bulan Mei menurun menjadi 20,23. Hasil kesalahan dan ketidaklengkapan pada tahap penyiapan obat ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan karna et al 2013 yang mendapatkan hasil kesalahan dalam penyiapan obat sebanyak 24,5.
Pada tahap pengambilan dan penyiapan obat dibutuhkan ketelitian dan ketepatan penglihatan pada rak obat yang tersedia. Salah
jenis atau konsentrasi obat terjadi dengan persentase yang sangat kecil, hal itu disebabkan karena sudah masuk jam istirahat, menumpuknya
jumlah resep yang harus disiapkan dan penyusunan obat yang sudah mulai tidak teratur. Penyusunan obat di apotek sudah sesuai dengan
aturan yaitu penyusunan menggunakan alfabeth sehingga lebih mudah dalam mengambil dan untuk obat dengan nama yang mirip atau dengan
penampilan yang mirip diberi tanda peringatan LASA look alike sound alike dan di beri jarak setiap obat yang LASA sehingga menambah
kewaspadaan dispenser dalam mengambil obat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kemudian setelah selesai dilakukan penyiapan obat, transcriber menulis etiket sesuai dengan permintaan resep, namun dalam menulis
etiket ada bebarapa kolom yang tidak diisi. Kolum yang sering tidak diisi yaitu aturan pakai, dosisdan masa kedaluwarsa obat pada label item obat
yang diserahkan. Hal ini disebabkan karena pada saat jam makan siang, resep yang masuk meningkat sehingga kurangnya proses control dan
ketidaktahuan petugas mengenai pentingnya aturan pakai obat. Menurut WHO 1993 komponen informasi minimal yang harus tertera di dalam
label obat adalah : nama pasien, nama obat, tanggal obat diserahkan, dan caraaturan penggunaan obat. Informasi yang memadai merupakan hak
pasien, tentu saja ketepatan pelabelan obat sangat erat dengan jaminan keamanan pasien dalam penggunaan obat. Informasi dan pelabelan yang
benar merupakan tanggung jawab pengelola instalasi farmasi rumah sakit untuk menjamin keamanan pengunaan obat. Hasil ketidaklengkapan
pada tahap penulisan etiket ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yuliastuti 2009 yang mendapatkan hasil 1,94.
Pada penyiapan obat ini terdapat kekurangan ketersediaan obat di apotek. Kurangnya obat ini bisa menganggu sistem kerja apoteker karena
harus melakukan penulisan bon obat dan melakukan pencarian obat di apotek Yanmaksum sehingga pelayanan yang terjadi di apotek kurang
lancar, kemudian juga sangat merugikan pasien yang kemungkinan terlambat mendapatkan obat atau harus mencari diluar apotek rumah
sakit. Hal ini juga akan memberatkan pasien dari keluarga yang tidak mampu miskin membeli obat.
Untuk obat yang memiliki efek terapi,mungkin pasien akan mengalami efek samping yang berbeda atau lebih parah, berbeda dengan
obat-obat suplemen,vitamin dan herbal, sehingga perlu diberikan obat alternatif. Kekurangan obat dapat berpotensial menciptakan penundaan
atau pembatalan prosedur pengobatan dan akan memperpanjang masa pengobatan pasien menjadi lebih lama sehingga jika pasien diberikan
obat alternatif mungkin pasien akan terpaksa membayar lebih lebih untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
obat alternatif yang diberikan. Pengubahan terapi atau penggunaan obat alternatif yg tidak familiar mungkin bisa meningkatkan masalah pada
keselamatan pasien berdasarkan survei yang dilakukan oleh ISMP Drug Supplay Distribution, 2011. Kekurangan ketersediaan obat di apotek
sesuai dengan hasil penelitian Susanti 2013 yang mendaptkan hasil 0,6.
Menurut Canadian Agency for Drugs and Technologies in Health, penyebab dari ketiadaan stok obat disebabkan oleh adanya
masalah dalam bahan mentah obat, pada pabrik obat, Pedagang Besar Farmasi PBF dan distributor, dan masalah regulasi. Di apotek rawat
jalan Rumkital Dr. Mintohardjo itu sendiri, sistematika pengadaan obat dari rumah sakit ke bagian pengadaan yaitu apoteker penanggung jawab
gudang melihat kondisi stok obat di gudang, lalu dibuatkan perencanaan kebutuhan dan pengadaan obat dan alat kesehatan yang sesuai dengan
epidemiologi, pemakaian di RS dan sisa stok di gudang. Selanjutnya, dilaksanakan pemesanan obat-obatan dan alat
kesehatan dari bagiaan pengadaan ke pihak PBF atau distributor. Setelah barang yang dipesan datang, maka dicek kembali apakah barang yang
tiba tersebut apakah sudah sesuai dengan surat pemesananan. Tingginya persentase ketidaktersediaan obat di apotek rawat jalan Rumkital Dr.
Mintohardjo biasanya karena kondisi stok di PBF kosong, sehingga stok di distributor pun juga belum ada penambahan stok dari PBF. Selain itu,
obat-obat BPJS sering ditemukan kosong di distributor karena distributor itu sendiri tidak memiliki stok obat yang banyak dan obat-obatan serta
alat kesehatan diperebutkan oleh berbagai rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya. Selain dari PBF dan distributor, ketidaktersediaan
obat di apotek juga disebabkan oleh masalah finansial yang berasal dari bagian keuangan Rumkital Dr. Mintohardjo. Rumkital Dr. Mintohardjo
merupakan rumah sakit pemerintah yang melayani BPJS, sehingga biaya-biaya klaim dan dana-dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
APBN Kesehatan sering tidak terbayarkan tepat waktu, sehingga pembiayaan faktur obat-obat dan alat kesehatan pun menjadi terhambat.
Dampak dari ketidaktersediaan obat di apotek menurut Canadian Agency for Drugs and Technologies in Health akan melibatkan pasien,
pelayanan kefarmasian dan dokter. Pada pasien, dampak yang akan terjadi yakni untuk obat yang tidak memiliki terapi alternatif, maka
pasien diharuskan menebus obat pengganti, dalam hal ini obat paten, yang mungkin harganya jauh lebih mahal sehingga pasien dipaksa untuk
membayar lebih dan tentu saja hal tersebut akan memberatkan pasien dari keluarga yang kurang mampu. Untuk obat yang memiliki pilihan
terapi lain, pasien mungkin akan mengalami efek samping yang berbeda atau efek obat yang tidak diinginkan.
Kekurangan obat di apotek disebabkan banyak hal dikarenakan meningkatnya pasien, perhitungan stok yang tidak sesuai dengan catatan
baik manual maupun komputer, dokter yang membuat resep yang tidaksesuai dengan formularium rumah sakit, terbatasnya dana dikarena
tidak sesuai dengan anggaran yang disediakan, kosongnya obat di pabrik, administrasi pembayaran yang membutuhkan proses lama.
Untuk melakukan antisipasi kesalahan dalam penyiapan obat maka apoteker harus melakukan pengecekan kembali obat dan
disesuaikan dengan resep dokter untuk menghindari kesalahan dalam penyiapan obat. Untuk obat yang tidak tersedia di apotek sebaiknya
pihak pengadaan selalu melakukan pengecekan berkala pada stock yang ada di gudang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terjadi penurunan persentase KNC Pelayanan Kefarmasian secara keseluruhan pada bulan
Mei dapat dilihat perbedaan hasil sesudah dan sebelum dilakukannya sosialisasi, dapat dilihat pada tabel 5.1 dan 5.2 . Hal tersebut meliputi
salah mengambil dan meyiapkan obat, penulisan etiket tidak lengkap, dan tidak tersedianya obat di apotek. Hal ini terjadi karena sudah
dilakukannya sosialisasi dan edukasi mengenasi cara penulisan etiket,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dampak negatif jika pasien tidak minum obat,dan pentingnya menerapkan patien safety dirumah sakit kepada seluruh staff depertemen
farmasi, apoteker dan petugas apotek Rumah Sakit TNI AL Mintoharjo. Perlu dilakukan upaya
– upaya perbaikan untuk mengurangi kesalahan dalam penulisan resep, adapun upaya yang diusulkan peneliti
sebagai berikut: a. Drug Product Database DPD
DPD merupakan sebuah sistem informasi yang berisikan data semua stok obat dan alat kesehatan yang tersedia di apotek
Rumital Dr.Mintohardjo. DPD sebaiknya digunakan di komputer yang digunakan untuk entry resep agar staf entry segera
mengetahui kodisi stok obat sebelum resep di siapkan. Petugas yang terlibat petugas IT, Defartemen Farmasi, dan seluruh staf
apotek. b.
System information management SIM SIM merupakan sistem informasi obat yang dapat
mendeteksi stok ketersediaan obat di rumah sakit, dimana sistem SIM ini dapat membaca keluar masuk obat, sehingga petugas
apotek dapat mengetahui stok ketersedian obat. Petugas yang terlibat petugas IT, Departemen Farmasi, dan seluruh staf apotek.
c. Penambahan staf apotek Depertemen Farmasi sebaiknya melakukan penambahan
staf apotek yang bertugas khusus disetiap depo untuk mengatur kesediaan stok obat selama part atau full time. Staf bertugas
mengecek stok obat dan melaporkan stok keluar masuk obat di sore hari setiap harinya agar ketersediaan obat yang mulai habis
dapat diketahui, dan dilakukan pemesanan secepatnya. Petugas yang terlibat depertemen farmasi, penanggung jawab apotek dan
petugas apotik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Kolaborasi antara beberapihak Untuk menghindari terjadinya ketidakadaan obat atau
kosongnya obat di apotek, sebaiknya perlu dilakukan kolaborasi anatara pihak pengadaan obat, pihak gudang, pihak keuangan
rumah sakit TNI AL Dr. Mintoharjo dan pedagang besar farmasi PBF.
e. Alur penyiapan obat Pada saat penulisan etiket obat, sebaiknya staf apotek
menulis atau mengisis setiap komponen etiket secara lengkap beserta informasi
– informasi khusus yang terdapat di resep. Setelah diberikan etiket obat sebaiknya dilakukan tahap-tahap
sebagai berikut: - Obat dimasukan kedalam etiket dengan cara meletakkan
nama obat di belakang agar mudah terbaca oleh petugas - Obat yang sudah diberi etiket disusun sesuai urutan obat yang
tertulis pada resep untuk memudahkan pengecekan oleh petugas
Setelah obat dikemas, AA atau Apoteker senantiasa melakukan pengecekan kembali obat yang sudah di beri etiket sebelum
diberikan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan. Hal ini sudah dilakukan di RS.TNI AL Mintoharjo. Petugas yang terlibat
adalah seluruh staf apotek rawat jalan.
5.2.1.3. Analisis KNC Pelayanan Kefarmasian pada tahap pemberian obat
Diketahui hasil KNC Pelayanan Kefarmasian pada tahap pemberian obat tidak terjadi KNC, yaitu pada pemberian informasi tidak
tepat 0,00.Artinya bahwa, proses pemberian informasi yang dilakukan di RS.TNI AL Mintoharjo sudah cukup baik. Hal ini terbukti dengan
hasil penelitian yang didapat. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2015 bahwa apoteker
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi; cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman
yang harus dihindari. Untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan pada tahap
pemberin obat dan infomasi perlu dilakukan upaya sebagai berikut. a. Penyerahan obat
Staf yang bertugas menyerahkan obat dan pemberi informasi sebaiknya dilakukan oleh apoteker agar sesuai dengan PP 51 tahun
2009. b. Pemanggilan nomor antrian
Sistem pemanggilan nomor antrian sebaiknya diberi jarak 60 detik disetiap pasien, dan pemanggilan pasien dilakukan paling
banyak 10 pasien agar tidak terjadi penumpukan pasien pada saat peroses pemberian obat.
5.2.1.4 Analisis Dampak dengan Uji Paired T-test
Hasil analisis dengan uji paired T-test menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah KNC sebelum dan
sesudah dilakukanya sosialisasi. Hasil ini ditunjukan oleh nilai singnifikansi sebesar 0,016 sigvalue 0,05 , berdasarkan nilai
korelasir didapatka 0,984, jika r
2
maka akan menunjukkan pengaruh sosialisasi terhadap perubahan KNC pelayanan kefarmasian. Pengarus
sosialisasi untuk pencegahan KNC sebanyak 96,82, disebabkan faktor lain sebanyak 3,4. maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan sosialisasi. Hasil analisis perhitungan sebelum dan sesudah dilakukanya
sosialisasi, sebelum sosialisasi lebih banyak terjadi KNC Pelayanan Kefarmasian jika dibandingkan dengan sesudah sosialisasi, dengan nilai t
tabel 1,373 berdasarkan nilai t maka dapat disimpulkan ada perbedaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada taraf signifikan sebesar 95.Simpulan sig.2-tailed yaitu 0,264 sigvalue 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi perubahan
yang signifikan pada sosialisai KNC Pelayanan Kefarmasian. Hasil secara umum menunjukkan nilai yang lebih rendah, perubahan yang
terjadi tidak konsisten hanya terjadi pada beberapa variabel, dan sebagian variabel lebih rendah, sebagian tidak berubah, atau sebagian lain
mengalami penambahan Widhiarso,2014.
Dari data SPSS di atas, maka dapat diketahui bahwa KNC Pelayanan Kefarmasian masih sering terjadi dalam praktek sehari-hari,
dan tidak terjadi perubahan yang singnifikan bahkan tidak dapat menurunkan tingkat kenjadian nyaris cedera pelayanan kefarmasian di
rumah sakit TNI AL Mintoharjo. Perlu dikalukan upaya untuk menurunkan tingkat KNC pelayanan
kefarmasian sebagai berikut. Dilakukan edukasi secara bertahap mengenai keselamatan pasien dan
penerpan pelayanan kefarmasian kepada seluruh tenaga medis di rumah sakit TNI AL Mintoharjo.
Dilakukan penukaran dan penambahan personil petugas apotek Hasil pengamatan pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai informasi kepada dokter dan farmasis Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo mengenai penulisan resep yang tidak sesuai dengan
PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek, Berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Rumah Sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.
Dari hasil kejadian nyaris cedera dapat disimpulkan dengan menggunakan model diagram fishbone dibawah ini, untuk mengeathui
sebab akibat terjadinya KNC pelayanan kefarmasian serta upaya upaya yang harus dilakukan, dapat dilihat seperti pada gambar 3.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.2: Model Diagram fishbone KNC upaya perbaikan
KNC
Upaya perbaikan
-
Pemanggilan nomor antrian pasien diberi
selang waktu 60 detik di setiap nomor berikutnya
-
pemanggilan pasien dilakukan maksimal 10
pasien
-
penambahan pegawai apoteker
Pemberian informasi
tidaklengkap Bentuk
sediaan Nama obat
Signa obat tidak tepat
Upaya perbaikan
-
Melakukan sistem informasi manajemen SIM
-
Peningkatkan kolaborasi antara pihak pengadaan obat,
pihak gudang, keuangan serta PBF
-
Sistem pelaporan keluar masuk obat perlu diperhatikan
-
Sistem pendistribusian obat ke apotek sebaiknya
dilakukan setiap sore hari
-
Edukasi secara bertahap untuk penulisan etiket secara
lengkap.
-
Obat setelah di berikan etiket menerapkan cara berikut.
- nama obat diletakkan dibelakang
- obat diurutkan sesuai urutan resep
- AA melakukan pengecekan ulang
Obat tidak tersedia di apotek
Penulisan etiket
tidak lengkap Tidak
ada nama
Tidak ada nomor RM
Upaya perbaikan
-
Pengobatan bar coding
-
Penulisan resep sebaiknya ditulis dengan jelas dan
terbaca.
-
Penambahan kolom usia, BB dan TB di resep.
-
Penambahan formulir
riwayat alergi pasien, serta proses pengkajian sampai
kepada penyerahan.
Upaya perbaikan
-
Electronic Prescription Record EPR sebuah
rekam resep elektronik EPR mengandung semua
data legal.
-
Edukasi secara bertahap
Salah mengambil
dan menyiapkan
obat Signa
obat tidak jelas
Rute pemberian
Perintah pengobatan
tidak jelas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.3 Keterbatasan Peneliti 5.3.1
Kendala
a. Pengambilan data dan jumlah resepada peroses pengumpulan data masih cukup banyak kendala karena keterbatasan waktu dan
banyaknya resep yang harus diamatin satu persatu. b. Masih banyak variabel yang belum diukur dan diamati, hal ini
karena tidak termasuk kedalam variabel pengamatan 5.3.2 Kelemahan
a. Memerlukan waktu yang cukup lama b. Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit
5.3.3 Kekuatan
a. Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintoharjo. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi
referensi dan gambaran KNC pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan.
b. Penelitian ini dilakukan secara prospektif, sehingga dapat mengeksplorasi lebih dari satu variabel, dan data yang di dapat
masih meggunakan data fresh.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini, masih banyak ditemukan adanya KNC pada pelayanan kefarmasian, dimana ketidaksesuaian dalam penulisan resep
menurut PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Instalasi Apotek dan berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Rumah Sakit wajib melaksanakan standar keselamatan pasien.
1. Hasil angka KNC ketidaklengkapan peresepan obat pada bulan
April yaitu 15,97, terjadi penurunan pada bulan Mei menjadi 15,24. Penyiapan obat April 2016 yaitu 33,34, terjadi
penurunan pada bulan Mei menjadi 20,23. Pemberian informasi obat pada bulan April dan Mei 2016 menunjukkan tidak
terjadi KNC pelayanan kefarmasian. 2.
Sosialisai dapat menurunkan KNC tetapi tidak singnifikan, sehingga tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara sesudah
dan sebelum dilakukan sosialisasi secara statistik, namun secara substansi kemungkinan ada hubungan.
3. Perlu dilakukan upaya-upaya seperti: Computerized Physician
Order Enty, Electronic Prescription Record, penambahan komponen pada resep, punulisan resep secara manual yang tepat,
jelas dan terbaca, penambahan tabel paraf, Drug Product Databest, System Information Management, penambahan staf
apotek, kolaborasi Antara beberapa pihak, perbaikan alur penyiapan obat dan pemberian obat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6.2 Saran
1. Kepada dokter, dalam penulisan resep diharapkan dapat menerapkan
PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 sehingga resiko kesalahan pada resep dapat dihindari.
2. Kepada apoteker, dalam melayani resep perlu mengacu pada
PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 sehingga terapi obat yang diberikan dapat maksimal.
3. Kepada seluruh tenaga kesehatan wajib menerapkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa Rumah Sakit wajib melaksanakan standar
keselamatan pasien. 4.
Perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dan dokter dalam menentukan
terapi untuk
mencegah terjadinya
kesalahan pengobatan.
5. Bisa dilakukan penelitian kembali mengenai KNC pelayanan
kefarmasian dengan penambahan variabel waktu dan personil kesehatan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Amira, A. 2011. Skripsi: Penulisan Resep Askes di Apotek RSUP Haji Adam Malik Periode Mei 2011. Medan
Anonim. 2004.
Surat Keputusan
Menteri Kesehatan
No. 1197MenkesSKX2004
Anonim. 2008. Pedoman Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen kesehatan RI
Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rieka Cipta Anderson, Townsend. 2010.
Medication errors: Don’t let them happen to you. American Nurse Today. Volume 5 No.3: Mar 10.
American Society of Health-System Pharmacists. 2016. ASHP Guidelines on Preventing Medication Errors in Hospitals. http:www.ashp.org. diakses pada tanggal
10 Maret 2016 pukul 00.23 WIB. Academy of Managed Care Pharmacy. 2010. Medication Errors.
http:www.amcp.orgWorkAreaDownloadAsset.aspx?id=9300. diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 10.49 WIB.
Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. 2010. Patient Safety in Primary Health Care. http:www.safetyandquality.gov.au. diakses pada
tanggal 13 Maret 2016 pukul 19.46 WIB. Ballard, K.A. 2003. Patient Safety: A shared responsibility. Online Journal of
Issues in Nursing. Volume 8 – 2003 No.3: Sept 03
Ballard, K.A. 2003. Patient Safety: A shared responsibility. Online Journal of Issues in Nursing. Volume 8
– 2003 No.3: Sept 03 Bird, F.E.Jr. and Germain, G.L. 1996. Practical Loss Control Leadership ed-
3. Loganville, Georgia: Det Norske Veritas. Cahyono, J.B.S.B, 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam
Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cinderasuci, Rizki. 2012. Perbaikan Angka Kejadian Tidak Diharapkan Dengan Metode Six Sigma di Instalasi Rawat Inap RS Anna Medika Bekasi Tahun
2011. Tesis Magister pada Universitas Indonesia: tidak diterbitkan. Conklin, Annalijn. 2008. Improving Patient Safety in the EU. Cambridge:
RAND Corporation. Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin. 2008. Intervensi Pelatihan untuk
Meminimalkan Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran
Department of Health. 2002. Improving Patient Safety : Insights from American, Australian and British Healthcare. ECRI Europe: Department of Health of
United Kingdom. DepKes. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: DepKes RI.
______. 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Patient Safety. ed-2. Jakarta: DepKes RI.
______. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Depkes RI.
______. 2009. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: DepKes RI.
______. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691MenkesPerVIII2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Depkes
RI. House of Commons Health Committee. 2009. Patient Safety. The Reports and
evidence of the Committee. London: The Stationery Office. Institute of Medicine. 2000. To Err is human: Building a safer health system.
Washington D.C: The National Academies Press. Joint Commission International. 2012. International Patient Safety Goals
IPSG. http:www.jointcommissioninternational.org. diakses pada tanggal 12 Maret 2016 pukul 20.59 WIB.