Pengeluaran Rumah Tangga Petani

banyak diminati oleh masyarakat. Jumlah tanaman yang ditanam bergantung pada jarak tanam yang dipakai oleh petani. Semakin rapat, maka semakin banyak pula jumlah tanaman dalam satu areal. Namun, hal ini tidak baik untuk keberlangsungan hidup tanaman yang ditanam tersebut karena dengan jarak tanam yang semakin rapat menyebabkan persaingan tanaman semakin tinggi untuk mendapatkan unsur hara dan cahaya matahari, sehingga pertumbuhan tanaman kurang optimal. Survey yang dilakukan di Kecamatan Garung dan Leksono, Kabupaten Wonosobo pada bulan Januari – Februari 2010 yang melibatkan 45 petani sebagai responden menunjukan bahwa kecilnya skala hutan rakyat di mana rata‐rata luas areal yang diusahakan untuk kelompok responden strata I luas areal hutan rakyat 0,50 ha adalah 0,29 ha dengan jumlah kepemilikan pohon 112 pohon, untuk strata II 0,51 – 1,00 ha adalah 0,77 ha dengan jumlah kepemilikan pohon 263 pohon, dan strata III 1,10 ha adalah 1,60 ha dengan jumlah kepemilikan pohon 562 pohon. Sistem pengelolaan yang diterapkan dalam hutan rakyat harus tepat, terutama pada saat awal masa pertumbuhan tanaman harus diperhatikan, yaitu penyiraman, pemupukan, pemangkasan, panjarangan, dan pemberantasan hama penyakit. Pemilihan jenis tanaman, jumlah tanaman, dan sistem pengelolaan yang diterapkan di hutan rakyat ini telah diterapkan cukup baik sehingga semakin luas lahan pertanian dan hutan rakyat maka akan semakin besar pula kontribusi yang diberikan terhadap pendapatan total rumah tangga petani

5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari responden pada masing-masing strata berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah pendapatan, pola hidup, dan jumlah tanggungan dalam setiap keluarga. Semakin tinggi jumlah pendapatan, pola konsumsi, dan jumlah anggota keluarga, maka semakin besar pula tingkat pengeluaran responden, begitu pula sebaliknya. Secara umum, pengeluaran rumah tangga dapat dikelompokkan berdasarkan waktu pengeluarannya, yaitu harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Perhitungan rincinya ada pada Lampiran 4. Tabel 11 Rata-Rata Pengeluaran Total Rumah Tangga Petani Tiga Tahun Terakhir Sumber pengeluaran Strata I Strata II Strata III Rptahun Rptahun Rptahun Konsumsi 10.800.000 69,88 7.890.000 67,53 9.000.000 70,62 Pendidikan 2.700.000 17,47 1.800.000 15,41 2.100.000 16,48 Kesehatan 990.000 6,41 825.000 7,06 275.000 2,16 Listrik 336.000 2,17 397.000 3,40 270.000 2,12 Pertanian 630.000 4,08 771.429 6,60 1.100.000 8,63 Total 15.456.000 100,00 11.683.429 100,00 12.745.000 100,00 Pada strata I, pengeluaran terbanyak berasal dari konsumsi sebesar Rp 10.800.000tahun 69,88, sedangkan pengeluaran terkecil berasal dai listrik dengan jumlah Rp 336.000tahun 2,17. Pada strata II pengeluaran terbesar berasal dari konsumsi sebesar Rp 7.890.000tahun 67,53, sedangkan pengeluaran terendah berasal dari listrik sebesar Rp 397.000tahun. Pada strata III, pengeluaran terbesar berasal dari konsumsi sebesar Rp 9.000.000tahun 70,62 sedangkan pengeluaran terkecil berasal dari listrik sebesar Rp 270.000tahun 2,12. Pada ketiga strata tersebut, pengeluaran terbesar berasal dari konsumsi. Hal tersebut disebabkan karena konsumsi merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Jumlah tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pola konsumsi pada tiap keluarga. Semakin besar jumlah pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pola konsumsi yang dimiliki suatu keluarga, maka semakin besar pula jumlah pengeluaran untuk makan. Hal ini terlihat pada strata II, strata III, dan strata I dengan rata-rata pendapatan total masing-masing sebesar Rp 28.895.167tahun; Rp 30.394.792tahun; dan Rp 60.986.345tahun dengan jumlah pengeluaran untuk makan adalah masing-masing sebesar 69,88; 67,53; dan 70,62. Pada strata I dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang, rata-rata pengeluaran untuk makan sebanyak Rp 14.040.000tahun, sedangkan pada strata II dan Strata III dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 3 orang, rata-rata pengeluaran untuk makan hanya sebesar Rp 9.376.364tahun dan Rp 8.280.000tahun. Jumlah pengeluaran dalam bidang pendidikan untuk ketiga strata tersebut masing-masing sebesar Rp 2.700.000tahun 17,47, Rp 1.800.000tahun 15,41 , dan Rp 2.100.000tahun 16,48. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran untuk bidang pendidikan adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang masih dalam usia wajib belajar. Pada strata I rata pengeluaran untuk pendidikan adalah sebesar Rp 1.800.000tahun, pada strata II sebesar Rp 900.000tahun, dan pada strata III sebesar Rp 2.100.000tahun. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah status sosial keluarga tersebut. Semakin tinggi status sosial yang disandang sebuah keluarga, maka mereka berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin di tempat yang berkualitas baik. Hal tersebut bertujuan agar keluarganya menjadi keluarga yang semakin terpandang di desanya. Dulu, bagi sebagian orang sekolah tidaklah penting, namun seiring berkembangnya jaman dengan teknologi yang semakin canggih, anggapan tersebut semakin ditinggalkan. Karena dengan menyekolahkan anak- anaknya, maka sang anak akan mendapatkan pekerjaan yang layak yang dapat mengangkat status sosial dari keluarganya tersebut. Pengeluaran untuk kesehatan pada strata I sebesar Rp 990.000tahun 6,41, strata II sebesar Rp 825.000tahun 7,06, dan pada strata III sebesar Rp 275.000tahun 2,16. Pengeluaran tersebut sifatnya insidental dan mendesak sehingga dikeluarkan apabila diperlukan saja. Rata-rata penduduk Desa Padasari memiliki kondisi tubuh yang cukup sehat dan jarang sakit. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi udara yang masih sejuk dan segar karena letak desa yang berada di kaki Gunung Tampomas, Sumedang. Biaya listrik yang dikeluarkan pada strata I sebesar Rp 336.000tahun 2,17, pada strata II sebesar Rp 397.000tahun 3,40, dan pada strata III sebesar Rp 270.000tahun 2,12. Besarnya biaya pengeluaran listrik di setiap rumah berkisar antara Rp 10.000 – Rp 90.000bulan. Besar kecilnya biaya pengeluaran untuk listrik dalam setiap rumah dipengaruhi oleh banyaknya jumlah barang elektronik yang ada. Sebagian besar penduduk Desa Padasari telah memiliki televisi, kulkas, dan radio dalam setiap rumah.

5.3.3 Pengukuran Kesejahteraan Responden

Dokumen yang terkait

Kontribusi Hutan Rakyat Kemenyan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

2 53 66

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus Desa Kutoarjo Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung)

1 11 137

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus Desa Kutoarjo Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung)

1 5 7

Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Kasus di Kecamatan Jatirogo, Kabupaten Tuban, Propinsi Jawa Timur)

0 19 97

Persepsi Petani Terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Kasus di Kecamatan Cimalaka dan Conggeang Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat)

1 10 205

Analisis motivasi pemanenan kayu rakyat berdasarkan karakteristik petani hutan rakyat: kasus di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

2 12 107

Kontribusi pengelolaan agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga petani (Studi Kasus: Desa Bangunjaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 3 110

Analisis Finansial dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

2 48 142

Analisis Gender dalam Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat (Kasus Desa Bojonggenteng Kecamatan Jampangkulon Kabupaten Sukabumi)

0 4 91

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36