dapat disimpulkan bahwa hutan rakyat di Pulau Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya
dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa. Budidaya dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Pulau Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibandingkan
dengan di luar Pulau Jawa. Di samping itu juga status kepemilikan lahan dengan tata batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi
lain, seperti pasar, informasi, dan aksesibilitas yang relatif lebih baik Darusman 2006.
2.3 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Hardjanto 2000 mengemukakan ciri-ciri pengusahaan hutan rakyat sebagai berikut:
1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak, dan industri di mana petani masih memiliki posisi tawar yang rendah.
2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik.
3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran yang diusahakan dengan cara-cara sederhana.
4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih di posisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari
10 dari pendapatan total. Hasil dari hutan rakyat biasanya dijual ke tengkulak ataupun dikonsumsi
sendiri. Bagi beberapa orang, hutan rakyat dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan utama rumah tangga bagi petani karena seiring dengan majunya
sistem pengelolaan hutan rakyat, kontribusi yang diberikan oleh hutan rakyat lebih dari 10 dari pendapatan total.
2.4 Manfaat Hutan Rakyat
Manfaat pembangunan hutan rakyat menurut Dirjen RRL 1995 adalah: 1. Memperbaiki penutupan tanah sehingga akan mencegah erosi percikan.
2. Memperbaiki peresapan air ke dalam tanah. 3. Mempengaruhi iklim mikro, perbaikan lingkungan, dan perlindungan sumber
air.
4. Meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai hasil dari tanaman hutan rakyat berupa kayu-kayuan.
5. Meningkatkan pendapatan masyarakat. 6. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan
kayu rakyat. Walaupun hutan rakyat mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar,
namun hutan rakyat di Pulau Jawa pada umumya hanya sedikit yang memenuhi luasan minimal sesuai dengan definisi hutan, di mana luas minimal harus 0, 25 ha.
Hal tersebut disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Pulau Jawa sangat sempit. Dengan sempitnya pemilikan lahan setiap keluarga ini mendorong
pemiliknya untuk memanfaatkan seoptimal mungkin Hardjanto 2000. Hutan rakyat yang dimiliki oleh petani diperoleh dengan cara membeli
atau mendapatkan warisan dengan luas lahan kepemilikan yang relatif sempit. Sempitnya lahan tersebut harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan
manfaat yang maksimal bagi petani dari sisi sosial, ekologi, dan ekonomi.
2.5 Pendapatan Rumah Tangga Petani