BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hutan Rakyat
Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon Suharjito 2000. Menurut Helms 1998 disebutkan
bahwa hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang padat dan tersebar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-
cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang terkait dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan
satwa liar. Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999 tentang
kehutanan, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakan dari hutan negara, yaitu
hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Ada beberapa macam hutan rakyat menurut status tanahnya, diantaranya:
1. Hutan milik, yakni hutan rakyat yang dibangun di atas tanah-tanah milik. Ini adalah model hutan rakyat yang paling umum, terutama di pulau Jawa.
Luasnya bervariasi, mulai dari seperempat ha atau kurang sampai sedemikian luas sehingga bisa menutupi seluruh desa bahkan melebihinya.
2. Hutan adat, atau dalam bentuk lain: hutan desa, adalah hutan-hutan rakyat yang dibangun di atas tanah komunal; biasanya juga dikelola untuk tujuan-
tujuan bersama atau untuk kepentingan komunitas setempat. 3. Hutan kemasyarakatan, yaitu hutan rakyat yang dibangun di atas lahan-lahan
milik negara, khususnya di atas kawasan hutan negara. Dalam hal ini, hak pengelolaan atas bidang kawasan hutan itu diberikan kepada sekelompok
warga masyarakat; biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau koperasi. Model ini jarang disebut sebagai hutan rakyat dan umumnya dianggap
terpisah.
2.2 Karakteristik Hutan Rakyat
Karakteristik hutan rakyat menurut Winarno 2008 yaitu: 1. Luas lahan rata-rata yang dikuasai sempit.
2. Pada umumnya petani berlahan sempit menanam kayu-kayuan dengan tanaman lainnya dengan pola tumpangsari, campuran agroforestri,
sedangkan petani berlahan luas yang komersil memungkinkan pengembangan hutan rakyat dengan sistem monokultur.
3. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga. 4. Skala usaha kecil.
5. Kontinuitas dan mutu kayu kurang terjamin. 6. Beragamnya jenis tanaman dengan daur yang tidak menentu.
7. Kayu dalam hutan rakyat tidak diposisikan sebagai andalan pendapatan rumah tangga petani, tetapi dilihat sebagai “tabungan” yang segera dapat
dijual pada saat dibutuhkan. 8. Teknik silvikultur sederhana dan memungkinkan pengembangan dengan
biaya rendah, meskipun hasilnya kurang optimal. Namun, kontinuitas hasil dalam horizon waktu dan penyebaran resiko menjadi pilihan petani.
9. Keputusan pemanfaatan lahan untuk hutan rakyat seringkali merupakan pilihan terakhir apabila pilihan lainnya tidak memungkinkan.
10. Kayu tidak memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi sehari-hari, membutuhkan waktu lama sehingga pendapatan
dari kayu rakyat merupakan pendapatan sampingan dalam pendapatan rumah tangga petani.
11. Usaha hutan rakyat merupakan usaha yang tidak pernah besar tetapi tidak pernah mati.
12. Instansi dan organisasi yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat cukup banyak tetapi tidak ada satupun yang bertanggung jawab penuh
atas kelangsungan hutan rakyat. 13. Perundangan, kebijakan, tata nilai, tata prilaku dan sebagainya belum
optimal mendukung pengembangan hutan rakyat. Keberagaman karakteristik tersebut dapat lebih memperkaya kemajuan
hutan rakyat. Dengan mengkaji karakter-karakter tersebut di atas, selanjutnya
dapat disimpulkan bahwa hutan rakyat di Pulau Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya
dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa. Budidaya dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Pulau Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibandingkan
dengan di luar Pulau Jawa. Di samping itu juga status kepemilikan lahan dengan tata batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi
lain, seperti pasar, informasi, dan aksesibilitas yang relatif lebih baik Darusman 2006.
2.3 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat