Kegiatan pengelolaan hutan rakyat ini dapat dilakukan secara perorangan atau berkelompok. Namun, ada juga pemilik lahan yang menyerahkan
pengelolaan hutan rakyatnya kepada orang lain. Apabila diburuhkan kepada orang lain, biasanya buruh tani tersebut diberi upah sebesar Rp 25.000hari ditambah
makan atau Rp 30.000hari tanpa makan. Sistem pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan di Desa Padasari
bergantung pada karakteristik respondennya, yaitu berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, dan luas kepemilikan lahan. Semakin tua umur responden, maka dapat
dikatakan bahwa responden tersebut telah memiliki pengalaman yang cukup dalam mengelola hutan rakyat. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden,
maka kemampuan untuk mengelola hutan rakyat akan semakin baik karena wawasan dan pengetahuan yang dimiliki lebih banyak. Semakin luas kepemilikan
hutan rakyat yang dimiliki, maka responden tersebut cenderung lebih memperhatikan sistem pengelolaan yang diterapkan di lahannya agar dapat
memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sedangkan pekerjaan utama responden sebagai petani tentu saja dapat membuat hutan rakyat dapat dikelola
dengan baik.
5.2.1 Penanaman
Masyarakat di Desa Padasari menanam berbagai jenis tanaman kehutanan seperti mindi Melia azedarach, suren Toona sureni, mahoni Swietenia
macrophylla , jati Tectona grandis, kayu afrika Maesopsis eminii, tisuk
Hibiscus macrophyllus , dan sengon Paraserientes falcataria serta diselingi oleh tanaman tumpang sari. Benih tanaman tersebut biasanya dibagikan secara
gratis dari Perhutani, selain itu juga masyarakat mendapatkan benih langsung dari pohon yang mereka tanam atau melakukan pembibitan. Pembibitan ini biasanya
berlokasi di dekat rumah dengan tujuan untuk memudahkan pemeliharaan. Kegiatan selanjutnya adalah persiapan lahan yang dilakukan adalah
dengan cara membersihkan alang-alang atau gulma yang berada di sekitar lahan yang akan ditanami. Kemudian tanahnya dicangkul atau dibolak-balik agar
sirkulasi udara di dalam tanah berlangsung dengan baik sehingga tanaman dapat tumbuh subur. Lahan yang telah dibersihkan dan digemburkan lalu dipasang ajir
dengan menggunakan ajir dari ranting atau bambu. Jarak tanam yang digunakan bervariasi, yaitu 3x2 m atau 2x2 m sesuai dengan keinginan petani. Setelah itu
dibuat lubang tanam dengan ukuran 30x20x20 cm, lalu dimasukan pupuk kandang, kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Kegiatan ini dilakukan 1-2 bulan
sebelum musim hujan tiba dan lahan baru siap ditanami setelah 1-2 minggu kemudian. Keadaan hutan rakyat di Desa Padasari dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Hutan rakyat di Desa Padasari.
5.2.2 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan hutan rakyat di Desa Padasari hanya dilakukan pada masa-masa awal penanamannya saja atau sekitar 1-2 tahun, setelah itu
tanaman dibiarkan tumbuh secara alami. Pemupukan dilakukan 2 kali setahun pada awal dan akhir musim hujan dengan menggunakan pupuk kandang yang
berasal dari kotoran hewan ternak peliharaan yang mereka punya. Untuk kegiatan penyiraman hanya dilakukan pada saat di persemaian saja,
yaitu 2 kali sehari atau pagi dan sore hari sampai bibit tersebut siap tanam. Usia bibit yang siap tanam berkisar antara 6-8 bulan. Sedangkan pada saat bibit telah
ditanam tidak dilakukan penyiraman karena meskipun hujan tidak turun setiap hari, tetapi curah hujan di Desa Padasari cukup tinggi sehingga masyarakat
mengandalkan hujan untuk menyiram tanaman mereka. Kegiatan pemangkasan dan penjarangan hampir tidak pernah dilakukan
dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Padasari. Pohon yang sudah tumbuh dengan baik akan dibiarkan, sedangkan pohon yang terlihat sakit segera ditebang
agar penyakitnya tidak menular ke pohon yang lainnya.
Kerusakan yang terjadi pada tanaman yang tumbuh di hutan rakyat ini disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang
biasanya menyerang tanaman hutan rakyat di Desa Padasari ini adalah ulat, penggerek batang, dan jamur akar. Tanaman yang biasanya diserang adalah
sengon dan kayu afrika. Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit, petani menggunakan dua
cara. Cara yang pertama yaitu dengan menggunakan pestisida. Takaran pestisida yang digunakan adalah satu tutup botol dicampurkan dengan tujuh liter air.
Penggunaan pestisida tidak boleh terlalu sering, karena lama kelamaan akan membuat hama dan penyakit kebal terhadap pestisida tersebut, selain itu juga
memungkinkan terjadinya kerusakan lingkungan. Cara yang kedua adalah menyelingi dengan pohon suren. Aroma dari pohon suren ini tidak disukai oleh
hama, sehingga cukup efektif mengusir hama. Pada sengon, serangan hama dan penyakit cukup besar serta sulit untuk dibasmi sehingga banyak tanaman ini yang
mati. Oleh karena itu banyak petani yang kapok dan tidak mau menanam sengon lagi di lahan mereka.
5.2.3 Pemanenan