Letak dan Luas Aksesibilitas

13 sebagaimana aliran lahar, tetapi sampai beberapa waktu yang lama terjadi terpaan abu vulkanik yang konsentrasinya sangat tinggi selama beberapa hari. Gambar 2.4 mengilustrasikan contoh kondisi pada saat ini areal-areal bekas terkena gangguan sekitar 5 –7 tahun yang lalu. Areal-areal bekas gangguan ini secara-berangsur-angsur mulai terisi oleh berbagai jenis tumbuhan pionir, kecuali pada areal hutan mati yang masih belum banyak mengalami perubahan yang berarti. Gambar 2.4 Kondisi saat ini di areal penelitian di berbagai tipe gangguan A: rumpanggap; B: areal bekas perambahan tahun 2007; C: areal bekas kebakaran tahun 2008; D: areal hutan mati pasca letusan tahun 2003 Selain areal-areal bekas gangguan, di Gunung Papandayan masih terdapat areal hutan yang tidak terganggu, yang diduga merupakan hutan sekunder tua. Hal ini ditandai dengan dijumpainya pohon-pohon asli hutan alam setempat, diantaranya adalah Castanopsis, Litsea, Engelhardtia, Quercus dan Schima, serta jenis-jenis Vaccinium pada areal di sekitar kawah. Hutan-hutan alami yang tidak terganggu ini terdapat pada dua blok utama, yaitu blok Supa Beureum dan blok Puntang Gambar 2.5. Gambar 2.5 Kondisi hutan tidak terganggu A: hutan yang terdapat di blok Supa Beureum; B: Hutan di blok Puntang A B C D A B 14 3 STRUKTUR KOMUNITAS DAN KOMPOSISI JENIS POHON PADA AREAL BEKAS GANGGUAN DAN KAITANNYA DENGAN KEBERADAAN POPULASI

L. cubeba

3.1 Pendahuluan

Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki gunung-gunung berapi, di wilayah ini umum dijumpai ekosistem hutan hujan pegunungan. Hutan hujan pegunungan tersebut dikenal dengan kekayaan kenekaragaman hayati yang cukup tinggi Steenis 2006; BBKSDA Jawa Barat 2011. Hal ini sesuai pula dengan penjelasan Richter 2008, hutan hujan tropika pegunungan memiliki kekayaan spesies lebih tinggi daripada hutan-hutan tropika kering lainnya. Kapelle 2004 menjelaskan, hutan tropis pegunungan umum ditemukan pada ketinggian 500 –4000 m dpl. dan sebagian besar terletak pada kisaran ketinggian 1500 –2800 m dpl. Berbeda halnya dengan daerah kepulauan, misalnya Kepulauan Karibia, hutan tropis pegunungan dapat dijumpai pada ketinggian 300 m dpl. Menurut UNEP 2003, sekitar 3.4 dari permukaan bumi di wilayah tropika adalah kawasan pegunungan dengan komposisi floristik yang khas. Kekhasan komposisi floristik yang dimiliki hutan pegunungan cenderung mengalami perubahan yang diakibatkan oleh munculnya berbagai gangguan terhadap ekosistem, baik gangguan yang bersifat alami maupun antropogenik. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan komunitas tumbuhan dari hutan primer menjadi berbagai bentuk penutupan vegetasi, mulai dari semak belukar sampai hutan sekunder. Hasil-hasil penelitian di hutan-hutan pegunungan Jawa Barat menunjukkan kondisi perubahan tersebut, penelitian Wiharto et al. 2008 dan Wiharto 2009 di Gunung Salak menunjukkan bahwa gangguan-ganguan baik alami maupun antropogenik telah mengubah kondisi ekosistem hutan, perubahan terjadi pada distribusi, komposisi dan struktur dari berbagai tipe vegetasi. Hasil penelitian serupa di Gunung Gede Pangrango Arrijani et al. 2006; Utomo et al. 2007 menunjukkan bahwa gangguan-gangguan telah mengakibatkan perubahan struktur dan komposisi jenis tumbuhan pada sebagian zona montana, terutma hadirnya spesies-spesies asing yang invasif mengisi areal-areal terbuka dan semakin meluas menginvasi areal di sekitarnya. Hasil penelitian di wilayah tropika lainnya sebagaimana dilakukan oleh Bellingham dan Sparrow 2009 pada plot permanen di hutan tropika pegunungan Jamaika menunjukkan bahwa gangguan dan kadar nutrisi pada tanah berhubungan erat dengan struktur pohon-pohonnya. Contoh hasil penelitian lainnya, dilakukan di hutan hujan pegunungan Chiapas Meksiko, Ramirez-Marcial et al. 2001 menemukan bentuk kecenderungan bahwa semakin tinggi intensitas gangguan akan semakin menurunkan jumlah pohon, kepadatan absolut dan luas bidang dasar. Gunung Papandayan merupakan kawasan yang cukup sering mengalami gangguan, baik gangguan alami berupa letusan maupun gangguan antropogenik berupa kebakaran, perambahan dan penebangan pohon. Bentuk gangguan letusan gunung berapi terakhir terjadi pada tahun 2002, mengakibatkan sebagian besar areal mengalami kerusakan baik oleh terpaan lahar maupun abu vulkanik. Hal ini mengakibatkan areal-areal bekas aliran lahar dan areal pada radius ± 1 km dari kawah mengalami keterbukaan secara total, ditandai pula oleh sebagian besar tumbuh-tumbuhan di atasnya mengalami kematian. Areal bekas gangguan letusan

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia, Isolasi, Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Buah Segar Dan Kering Tumbuhan Attarasa (Litsea cubeba Pers.) Secara GC-MS

15 107 92

Aktivitas Antibakteri Edible Film Dari Pati Tapioka Yang Di Inkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Attarasa [Litsea Cubeba(Lour.) Pers.]

7 56 51

Uji bioaktivitas zat ekstraktif kayu ki lemo (Litsea cubeba (Lour) Pers) dan pasang butaruwa (Quercus induta BL) terhadap artemia salina leach

0 10 74

Dinamika Populasi Mikroorganisme Rizosfer Tanaman Kilemo (Litsea cubeba L. Persoon) Pada Perlakuan Pemangkasan dan Pemupukan.

0 3 54

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

9 69 96

Analisis Senyawa Aktif Dari Minyak Atsiri Kulit Batang Ki Lemo (Litsea Cubeba Lour. Pers) Yang Menekan Aktivitas Lokomotor Mencit Analysis Of Compounds Possessing Inhibitory Properties On Mice Locomotor Activity From Essential Oils Of Ki Lemo Bark (Litsea

0 2 7

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 16

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 1 4

KRANGEAN (Litsea cubeba (Lour.) Persoon): ASPEK AGRONOMI, PENGGUNAAN SECARA TRADISIONAL, BIOAKTIFITAS DAN POTENSINYA

0 3 13