Kondisi Flora dan Fauna

15 tersebut sangat dikenal dengan sebutan “hutan mati”. Pada kondisi saat ini areal telah berkembang mengalami regenerasi ditandai dengan hadirnya semai dan pancang yang didominasi jenis-jenis Vaccinium Rahayu 2006. Bentuk-bentuk gangguan antropogenik cenderung memiliki frekuensi yang lebih tinggi ditandai dengan kebakaran dan perambahan yang terjadi hampir setiap tahun. Hal tersebut berdampak pada berubahnya kondisi hutan menjadi semak belukar atau hutan sekunder muda dengan sisa-sisa pohon primer. Zuhri dan Sulistyawati 2007 menyatakan bahwa kegiatan perambahan paling sering terjadi di Gunung Papandayan hingga mencapai 340 ha, namun berdasarkan informasi dari BBKSDA sejak tahun 2008 secara bertahap areal-areal perambahan mulai ditinggalkan penggarap dan pada saat ini areal-areal tersebut sedang dalam proses pemulihan. Kehadiran L. cubeba pada areal-areal terbuka bekas gangguan, terutama areal bekas perambahan dan bekas kebakaran, penting untuk diketahui lebih lanjut karakteristik ekologi populasi pohon ini pada berbagai variasi lokasi. Hal ini diduga berhubungan dengan kelimpahan dan pola regenerasinya, di samping posisinya di dalam komunitas tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1 Komposisi jenis dan struktur komunitas pohon pada areal hutan setelah mengalami berbagai tipe gangguan, 2 karakteristik habitat dan populasi L. cubeba. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting tentang perkembangan komunitas tumbuhan pada areal bekas gangguan dan kaitannya dengan kehadiran L. cubeba. Hal ini diperlukan untuk memberikan pertimbangan terhadap penelitian lebih lanjut. 3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Waktu dan lokasi Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai November 2012 di wilayah Gunung Papandayan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi yang dijadikan sasaran penelitian berupa areal-areal bekas gangguan baik gangguan alami maupun antropogenik. Selanjutnya berdasarkan kondisi penutupan lahan, ketinggian tempat dan fisiografi bentang lahan, penelitian pendahuluan telah dilakukan dan ditetapkan secara purposif terhadap areal-areal bekas gangguan yang mewakili setiap tipe gangguan Tabel 3.1. . 3.2.2 Bahan dan peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat kawasan Gunung Papandayan tahun 2012 untuk mengetahui sebaran areal bekas gangguan. Peralatan yang digunakan meliputi: 1 GPS untuk menentukan koordinat plot-plot pengamatan; 2 Altimeter untuk mengukur ketinggian tempat dari permukaan laut; 3 Clinometer untuk mengukur lereng; 4 alat-alat ukur dimensi pohon; 5 perlengkapan plot penelitian dan 6 peralatan tulis menulis dan dokumentasi.

3.2.3 Metode pengambilan Data

3.2.3.1 Penelitian pendahuluan

Kegiatan penelitian pendahuluan dilakukan pada tahap awal, yaitu dengan melakukan survey penjajagan ke lokasi penelitian untuk memperoleh informasi 16 visual lokasi-lokasi tempat tumbuh L. cubeba dan pengambilan data sekunder pada sumber-sumber data. Pada tahap ini sekaligus dilanjutkan dengan pembuatan plot- plot pengamatan, dilanjutkan dengan pengukuran faktor-faktor tempat tumbuh mencakup ketinggian tempat, iklim dan kelerengan.

3.2.3.1 Pelaksanaan penelitian

Areal-areal penelitian sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1 dikelompokkan lebih lanjut menjadi empat kelompok berdasarkan jenis dan taraf gangguannya, yaitu: 1 Ringan, yaitu areal-areal berupa rumpangcelah bekas pohon tumbang, sebagian besar masih berupa hutan dengan kondisi baik, dan tingkat keterbukaan areal rendah 20 . Berdasarkan kriteria ini maka lokasi-lokasi yang termasuk dalam kategori ringan adalah blok Lutung, Batu Kasang, Puntang dan Tegal Panjang. 2 Sedang, yaitu areal-areal yang terganggu oleh kegiatan perambahan, pada saat pembukaan hutan dilakukan masih menyisakan pohon-pohon hutan dengan kerapatan jarang, tingkat keterbukaan areal mencapai 60 – 80 . Lokasi-lokasi yang termasuk kategori ini umumnya berada di sekitar lahan perkebunan rakyat, yaitu mencakup blok Pondok Serok, Tibet, Lutung, Curug Angklung dan Batu Kasang. 3 Berat, yaitu areal-areal yang terganggu akibat kebakaran selama beberapa waktu, kemudian areal menjadi terbuka total keterbukaan menapai 80 – 100 dan hanya menyisakan hamparan vegetasi yang telah hangus terbakar. Lokasi-lokasi yang mewakili areal bekas kebakaran meliputi blok Gunung Walirang, Puntang dan Cibeurum. 4 Sangat berat, yaitu areal-areal yang terganggu oleh terpaan abu vulkanik letusan dan dampaknya berlangsung terus menerus, mengakibatkan areal terbuka total dan seluruh tutupan vegetasi di atasnya mengalami kematian secara masif, areal ini disebut juga dengan istilah hutan mati. Lokasi yang termasuk dalam kategori ini adalah blok Tegal Alun dan Puncak Waternimen. 5 Areal hutan tidak terganggu, di samping keempat tipe lokasi di atas, areal hutan tidak terganggu digunakan sebagai pembandingkontrol, yaitu areal hutan yang tingkat penutupannya rapat dan pada areal tersebut tidak terdapat indikasi bekas gangguan. Lokasi yang dipilih adalah hutan-hutan yang berada di wilayah Supa Beureum dan Puntang. Pada masing-masing lokasi tersebut dibuat plot-plot pengamatan dengan menggunakan metode petak tunggal Kusmana 1997 dikombinasikan dengan metode line transect Jensen dan Meilby 2012. Pada setiap jarak 20 m pada garis line diletakkan plot-plot pengamatan secara kontinyu berupa petak tunggal ukuran 20 x 20 m berbentuk segiempat terdiri atas sub-sub plot pengamatan yang diletakkan secara berselang-seling di sisi kiri dan kanan jalur untuk mewakili setiap tingkatan pertumbuhan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.1. Penempatan jalur pengamatan di dalam areal dilakukan secara acak dan panjang jalur disesuaikan dengan areal, ditarik dari ujung yang satu ke ujung lainnya secara tegak lurus terhadap kontur dan mewakili perubahan ketinggian tempat.

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia, Isolasi, Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Buah Segar Dan Kering Tumbuhan Attarasa (Litsea cubeba Pers.) Secara GC-MS

15 107 92

Aktivitas Antibakteri Edible Film Dari Pati Tapioka Yang Di Inkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Attarasa [Litsea Cubeba(Lour.) Pers.]

7 56 51

Uji bioaktivitas zat ekstraktif kayu ki lemo (Litsea cubeba (Lour) Pers) dan pasang butaruwa (Quercus induta BL) terhadap artemia salina leach

0 10 74

Dinamika Populasi Mikroorganisme Rizosfer Tanaman Kilemo (Litsea cubeba L. Persoon) Pada Perlakuan Pemangkasan dan Pemupukan.

0 3 54

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

9 69 96

Analisis Senyawa Aktif Dari Minyak Atsiri Kulit Batang Ki Lemo (Litsea Cubeba Lour. Pers) Yang Menekan Aktivitas Lokomotor Mencit Analysis Of Compounds Possessing Inhibitory Properties On Mice Locomotor Activity From Essential Oils Of Ki Lemo Bark (Litsea

0 2 7

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 16

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 1 4

KRANGEAN (Litsea cubeba (Lour.) Persoon): ASPEK AGRONOMI, PENGGUNAAN SECARA TRADISIONAL, BIOAKTIFITAS DAN POTENSINYA

0 3 13