Devisa yang diberikan industri ini kepada Indonesia terus meningkat tiap tahunnya walaupun peningkatan nilai ekspor berfluktuasi namun tetap
menghasilkan surplus bagi Indonesia. Surplus tersebut terlihat pada selisih nilai ekspor-impor ekspor bersih perdagangan Indonesia pada tahun 2000-2005. Rata-
rata pertumbuhan ekspor TPT tahun 2000-2005 adalah 12,49 persen atau dengan nilai rata-rata sebesar US 7,68 juta per tahun. Nilai ekspor terbesar periode 2000-
2005 dihasilkan oleh sub sektor pakaian jadi, sebesar US 25,55 milyar, yang diikuti oleh sub sektor benang, kain, tekstil lainnya dan serat.
Rata-rata pertumbuhan impor TPT periode 2000-2005 adalah -6,69 persen atau dengan nilai rata-rata sebesar US 10,36 milyar. Sub sektor yang merupakan
pengimpor terbesar adalah sub sektor serat dengan nilai impor rata-rata per tahun senilai US 1,73 milyar. Hal ini disebabkan oleh kurang tersedianya bahan baku
untuk pembuatan serat alam yaitu kapas.
4.3. Perjanjian dalam Perdagangan TPT Internasional
Tekstil merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan di luar negeri. Sehingga banyak perjanjian-perjanjian yang dilakukan untuk melindungi
dan mempertahankan komoditi ini di pasar luar negeri. Berikut adalah beberapa perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
4.3.1. Perjanjian TPT dalam Ketentuan MFA Multi Fibre Arrangement
Sejak tahun 1974 perdagangan tekstil internasional sudah diatur oleh MFA. MFA Multi Fibre Arrangement merupakan persetujuan antara sejumlah
negara maju yang mengimpor tekstil dan pakaian jadi dengan sejumlah negara
berkembang yang mengekspor TPT. MFA mengatur dalam memberi izin bagi negara-negara pengimpor seperti AS dan Uni Eropa untuk membatasi impornya.
Tujuan MFA terdapat pada artikel MFA yaitu mendorong negara berkembang, meningkatkan perdagangan, mengurangi hambatan serta liberalisasi perdagangan
secara bertahap. Tujuan utama MFA adalah menjamin perdagangan yang teratur dengan menghindari akibat pengrusakan pasaran dan produksi pada negara
pengimpor dan pengekspor. Ketentuan-ketentuan pokok MFA yaitu adanya kesepakatan bilateral di
antara negara-negara pengimpor dan pengekspor TPT. Hal inilah yang mendorong pemerintah menandatangani perjanjian ini dan menyepakati perjanjian bilateral
dalam perdagangan dengan AS, Eropa, Kanada, Norwegia, Swedia, dan Finlandia. Dengan ikut serta sebagai anggota MFA, Indonesia dan negara-negara
berkembang lainnya mempunyai wadah untuk saling membicarakan hal-hal terkait dengan negara pengimpor.
Perjanjian bilateral pada prinsipnya mengatur batas maksimum jumlah produk TPT yang disepakati dapat memasuki negara pengimpor dan ketentuan
fleksibilitas serta tatacara dokumentasi dari pelaksanaan perjanjian bilateral tersebut. Penentuan kuota dasar pada prinsipnya ditentukan dari kinerja ekspor
pada tahun sebelumnya dan ditetapkan oleh negara pengimpor. Kemudian terdapat tambahan yang berasal dari pertumbuhan kuota sebesar 6 persen dari
tahun ke tahun.
4.3.2. Perjanjian TPT dalam Ketentuan GATT General Aggrement on Tariff
and Trade
General Aggrement on Tariff and Trade GATT sebagai wadah
perdagangan luar negeri terus diperbaharui untuk mencapai persetujuan yang menunjang perkembangan perdagangan luar negeri. Berawal di Geneva 1947
dengan 23 negara anggota, GATT terus berusaha menurunkan tarif negara anggotanya untuk berbagai produk diantaranya produk tekstil. Prinsip utama dari
isi perjanjian TPT adalah bahwa perdagangan TPT dunia yang selama ini diatur MFA yang memperbolehkan adanya pembatasan impor melalui sistem kuota akan
dikembalikan ke dalam aturan GATT dengan masa peralihan 10 tahun sejak 1 Januari 1995. Setelah tahun kesepuluh perdagangan TPT dunia menjadi bebas dari
sistem kuota. Pada tanggal 15 Desember 1993, GATT telah menghapus perjanjian MFA dan memasukkan perdagangan tekstil pada agenda GATT. Selanjutnya pada
15 April 1994 dalam pertemuan di Maroko kesepakatan ini ditandatangani. Pada saat ini telah disepakati bahwa ketentuan MFA tentang kuota akan dihapus.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Peranan Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil TPT terhadap
Struktur Perekonomian Indonesia
Analisis tabel Input-Output 2003 dengan klasifikasi 11 sektor memperlihatkan gambaran mengenai struktur perekonomian Indonesia tahun 2003
yang meliputi beberapa aspek diantaranya struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan pemerintah, struktur investasi, struktur ekspor
dan impor, struktur nilai tambah bruto, serta dampak pertumbuhan investasi sektor industri TPT terhadap perekonomian Indonesia.
5.1.1. Permintaan dan Penawaran Output
Berdasarkan tabel Input-Output 2003 klasifikasi 11 sektor, dapat dilihat bahwa permintaan barang dan jasa di Indonesia tahun 2003 sebesar Rp 4,66 triliun
yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp 2,10 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 2,56 triliun. Industri TPT pada tabel Input-Output 2003 klasifikasi 11
sektor terdiri dari industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit. Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa total permintaan sektor industri pemintalan sebesar Rp
62,70 miliar atau 1,35 persen terhadap perekonomian indonesia untuk memenuhi keperluan produksi dan konsumsi yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp
38,54 miliar dan permintaan akhir sebesar Rp 24,16 miliar. Permintaan antara sektor industri pemintalan sebesar Rp 38,54 miliar atau 1,84 persen dari total
permintaan antara digunakan untuk memenuhi kebutuhan input sektor lainnya untuk keperluan produksi, sedangkan permintaan akhir sebesar Rp 24,16 miliar