Cara Penegakan Kode Etik Advokat

Rakernas Mahkamah Agung Tahun 1986 mengelompokkan perbuatan advokat yang dapat dianggap sebagai Contempt of Court : 35 1. Secara lisan atau tertulis telah mengeluarkan pernyataan atau pendapat yang merupakan perbuatan yang diancam dengan pidana; 2. Memperlihatkan sikap yang tidak hormat terhadap majelis pengadilan atau pejabat peradilan lainnya; 3. Mengabaikan kepentingan dari si peminta bantuan hukum; 4. Menggunakan kata-kata yang tidak pantas terhadap undang-undang atau pemerintah.; 5. Bertingkah laku dan berbuat yang tidak layak terhadap pihak-pihak yang berperkara atau pembelanya.

E. Cara Penegakan Kode Etik Advokat

Sama halnya dengan penegakan hukum adalah penegakan kode etik. Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Karena kode etik adalah bagian dari hukum positif, maka norma-norma penegakan hukum undang-undang juga berlaku pada penegakan kode etik advokat. 36 Supaya kode etik profesi dapat berfungsi sebagai mana mestinya, maka paling tidak ada dua syarat yang harus dipenuhi. Pertama, kode etik itu harus 35 Ropaun Rambe, Op.Cit., hlm.49-50. 36 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm.120. dibuat oleh profesi itu sendiri. Kode etik tidak akan efektif, apabila di drop begitu saja dari atas, dari instansi pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barangkali bisa membantu juga dalam merumuskannya, tetapi pembuatan itu sendiri harus dilakukan oleh profesi itu sendiri. Supaya bisa berfungsi dengan baik, kode etik harus menjadi self-regulation pengaturan diri dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi itu sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Kedua, syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus-menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan kepada pelanggar kode etik. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, sering kali kode etik berisikan juga ketentuan bahwa profesional berkewajiban melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Namun demikian, dalam praktek kontrol ini kerap kali tidak berjalan dengan mulus. Karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam setiap anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melanggar. 37 Penegakan kode etik advokat perlu dilakukan agar dapat berfungsi dengan baik dan efektif, karena itu harus ada badan atau alat yang bertugas membina dan mengawasinya. Dalam suatu organisasi advokat untuk hal pengawasan tersebut biasanya ditugaskan kepada suatu badan atau dewan kehormatan profesi. Badan 37 Abdul Rahman, Op.Cit., hlm.44-45. ini selain menjaga aturan kode etik profesi itu dipatuhi seluruh anggota, juga mempunyai kewenangan untuk melakukan penertiban atau tindakan yang bersifat administratif terhadap anggota-anggotanya yang melanggar kode etik profesi tersebut. Tindakan yang bersifat administratif ini dapat berupa hukuman yang paling ringan seperti teguran dan mungkin saja berupa hukuman yang paling berat seperti pemecatan dari keanggotaan organisasi advokat, hukuman yang dijatuhkan ini ditentukan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan advokat tersebut. 38 Namun, tindakan administratif yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidaklah selalu efektif, bila anggota yang telah dikenakan sanksi administratif tidak mau secara sukarela mentaatinya lalu kemudian pindah menjadi anggota advokat lainnya. Hal ini merupakan kelemahan umum organisasi profesi advokat Indonesia. Selain itu, ada juga kelemahan lain seperti pada advokat yang melanggar kode etik profesi, apabila advokat tersebut tidak masuk kedalam suatu organisasi atau Asosiasi Advokat maka Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak dapat menjangkau atau mengambil tindakan administratif terhadap advokat yang bukan merupakan anggotanya. 39 Dari kelemahan itu, maka Dewan Kehormatan Organisasi Advokat menyadari bahwa pengawasan yang dilakukan tidaklah efektif. Hal itu menyebabkan pembuat undang-undang memberikan kekuasaan dan kewenangan 38 Ibid, hlm.51. 39 Ibid kepada Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman untuk melakukan pengawasan terhadap advokat. Undang-Undang yang dimaksud adalah sebagai berikut : 40 1. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menyebutkan bahwa Mahkamah Agung dan Pemerintah melakukan pengawasan atas penasehat hukum dan notaris. 2. Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang menyebutkan bahwa Ketua Pengadilan Negeri mengadakan pengawasan atas pekerjaan penasehat hukum dan notaris didaerah hukumnya dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman. 3. Surat Keputusan Bersama SKB Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman RI, tanggal 6 Juli 1987 No.KMA005SKBVII1987 dan No. MPR.08.05 tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum. Pada garis besarnya SKB tersebut mengatur tentang hal-hal berikut: a Bab I tentang ketentuan umum Isi bab I ini, memuat beberapa pengertian istilah yang disebut dalam Surat Keputusan Bersama SKB, seperti misalnya pengertian “pengawasan”, “penasehat hukum”, “organisasi profesi” dan lain-lain. Arti pengawasan disini menurut SKB adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman yang bertujuan untuk menjaga agar para 40 Ibid, hlm.50-56. penasehat hukum dalam menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatannya, tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, tidak melanggar sumpah jabatan dan tidak melanggar norma kode etik profesinya. b Bab II tentang ruang lingkup pengawasan Isi bab II ini, disebutkan bahwa Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman merupakan pengawasan tertinggi terhadap Penasehat Hukum, namun dalam pengawasan sehari-hari tugas itu diserahkan kepada Ketua Pengadilan Setempat. Ketentuan itu dapat dibaca dalam pasal 2 dari SKB tersebut yang isinya antara lain menyebutkan : 1 Pengawasan sehari-hari atas penasehat hukum dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan selanjutnya secara hirarkis dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, dan Menteri Kehakiman. 2 Pengawasan tersebut ayat 1 dilakukan sejajar dengan pengawasan menurut jalur justisial yang diatur dalam perundang-undangan. 3 Pengawasan tersebut ayat 1 bersifat membimbing dan membina yang di antaranya diwujudkan dengan diadakannya pertemuan berkala oleh Ketua Pengadilan Negeri dengan para penasehat hukum atau organisasi profesi Penasehat Hukum didaerahnya. Untuk membantu tugas pengawasan dari Ketua Pengadilan Negeri dapat pula ditunjuk seorang hakim atau lebih hakim pengawas penasehat hukum pada tiap Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi sudah ada hakim pegawas penasehat hukum sekaligus pengawas notaris. c Bab III tentang alasan dan bentuk penindakan Isi bab III ini, sesuai dengan Pasal 3 dari SKB telah merumuskan dan memperinci pelanggaran-pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif terhadap penasehat hukum. Sanksi administratif tersebut bertujuan untuk menegakkan kode etik profesi dan peraturan yang berlaku. Pelanggaran yang dapat dikenakan penindakan atau sanksi administrasi menurut ketentuan Pasal 3 SKB adalah: 1 Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya. 2 Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawannya atau kuasanya. 3 Berbuat, bertingkah laku, bersikap, bertutur kata atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat kepada hukum, undang-undang, kekuasaan umum, pengadilan dan pejabatnya. 4 Berbuat hal-hal yang bertentang dengan kewajiban atau bertentangan dengan kehormatan dan martabat profesinya. 5 Melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Bentuk sanksi administratif terhadap pelanggaran, ketentuan Pasal 3 SKB tersebut kita jumpai dalam ketentuan Pasal 4, yakni : 1 Teguran dengan lisan atau tertulis. 2 Peringatan keras dengan surat 3 Pemberhentian sementara dari jabatannya selama 3 tiga sampai dengan 6 enam bulan. 4 Pemberhentian sementara dari jabatannya lebih dari 6 enam bulan 5 Pemberhentian dari jabatannya sebagai penasehat hukum. d Bab IV tentang tata cara penindakan dan pembelaan diri Isi Bab IV ini, tidak hanya mengatur tentang tata cara penindakan dan pembelaan diri penasehat hukum yang terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang diatur dalam Pasal 3 SKB namun juga mengatur tentang pejabat atau instansi yang menangani serta tata kerja dan perangkat kewenangannya masing-masing. Pejabat atau instansi yang menangani dan memproses dan memutus pelanggaran tersebut dalam Pasal 3 SKB, pada tingkat Ipertama adalah Ketua Pengadilan Negeri, apabila putusan tingkat Ipertama itu diajukan keberatan, maka Ketua Pengadilan Tinggi yang akan memeriksa dan memutuskan lagi dalam Instansi ke-2Kedua dan jika masih diajukan keberatan maka Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutuskannya dalam instansi terakhir. Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengenakan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap terhadap advokat maka usul penindakan itu harus disampaikan kepada Menteri Kehakiman Vide Pasal 17, 18 dan 19 SKB sebagai pejabat instansi yang berwenang menjatuhkan sanksi tersebut. Jadi, dapat dilihat bahwa upaya penegakan kode etik advokat di Indonesia sudah diatur sedemikian rupa agar kode etik advokat dapat terlaksana dengan baik. Karenanya kepada para advokat diminta selalu menjunjung tinggi nama baik, kehormatan, martabat dan citra-nya sebagai penegak hukum, kebenaran, dan keadilan. Namun terdapat kelemahan dalam upaya penegakan kode etik advokat di Indonesia dikarenakan terdapat banyaknya organisasi advokat di Indonesia yang menyebabkan Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman mengalami kesulitan dalam melakukan pembinaan dan menyebabkan fungsi pengawasan Dewan Kehormatan Kode Etik dari organisasi advokat tidak dapat berjalan dengan efektif.

BAB III PEMBERIAN HONORARIUM ADVOKAT YANG DIGUNAKAN

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

11 118 114

Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 92 94

Tinjauan Hukum Asas Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)”

1 93 112

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 49 145

Analisis Yuridis Tindak Pidana Narkoba Sebagai Predicate Crime On Money Laundering

1 63 125

BAB II KODE ETIK PROFESI ADVOKAT DI INDONESIA A. Pengertian Advokat - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 0 25