Penetapan Jumlah Honorarium Advokat Dimanfaatkan Sebagai Sarana

bantuan dengan benar. Advokat juga mengharapkan hal yang sama dari kliennya, bahwa klien akan terbuka, menyampaikan seluruh informasi yang menyangkut dengan bantuan yang diminta. Bentuk hubungan tersebut diperkuat dengan pembentukan kode etik di beberapa jenis profesi dan bahkan memperkuatnya melalui norma undang-undang sektoral mereka. 78 Untuk menjawab keberatan para advokat, Kepala PPATK Yunus Husein berujar tidak ada yang perlu ditakutkan dari aturan tersebut. Yunus menjelaskan, kalau pihaknya juga tidak akan terlalu jauh dalam menginvestigasi transaksi keuangan antara advokat dengan kliennya. Yang diminta PPATK bukan hubungan rahasia antara si advokat dengan kliennya melainkan kalau di luar bisnis advokatnya ada transaksi-transaksi keuangan untuk atas nama nasabahnya. 79

E. Penetapan Jumlah Honorarium Advokat Dimanfaatkan Sebagai Sarana

Pencucian Uang Pada tahun 2001, FATF menyebutkan bahwa advokat atau pengacara berpotensi sebagai “gatekeeper” untuk pencucian uang dan pendanaan teroris disebabkan begitu beragamnya jasa yang dapat mereka berikan kepada klien. Dalam Laporan FATF tentang Tipologi Tindak Pidana Pencucian Uang 2000- 78 Saktiryan, “Pihak Pelapor Baru Rezim Anti-Pencucian Uang New Reporting Parties ”, https:saktiryan.wordpress.com20140901pihak-pelapor-baru-rezim-anti-pencucian- uang-new-reporting-parties diakses pada tanggal 7 Maret 2015. 79 Revisi UU Tindak Pidana Pencucian Uang mewajibkan kantor advokat melaporkan transaksi keuangannya ke PPATK. Sebagian advokat menganggap tugas PPATK sudah keluar jalur bertentangan dengan kerahasiaan klien, http:www.hukumonline.comberita bacahol16082advokat-harus-melaporkan-transaksi-keuangannya, diakses pada tanggal 7 Maret 2015. 2001, FATF menyatakan bahwa advokat rentan terhadap skema pencucian uang yang kompleks karena kemampuan yang memungkinkan mereka secara fleksibel bergerak antara memberi nasihat tentang masalah keuangan dan fiskal, membangun kepercayaan dan entitas perusahaan dan menyelesaikan properti dan transaksi keuangan lainnya, seperti investasi. 80 Gatekeeper adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan seorang profesional di bidang keuangan atau hukum dengan keahlian, pengetahuan, dan akses khusus kepada sistem finansial global yang jasanya digunakan untuk menyembunyikan aset milik kliennya. Kemampuan profesional ini seringkali dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyembunyikan kepemilikan sesungguhnya atas harta kekayaan ilegal. Profesional, seperti halnya pengacara yang berperan sebagai gatekeeper sering memanfaatkan ketentuan tentang hak kerahasiaan yang diberikan oleh peraturan perundang-undang dan kode etik profesi antara advokat dan klien sebagai alat dalam skema pencucian uang, sebagai contoh: 81 Advokat dapat menggunakan aturan atau hak istimewa tersebut untuk membentengi diri dari berbagai peraturan mengenai pengungkapan informasi pada berbagai lembaga keuangan, termasuk peraturan tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa PMPJ atau bisa dikenal dengan Know Your Customer KYC. Hal ini memungkinkan pengacara untuk terlibat dalam berbagai kegiatan atas nama klien mereka secara anonim, termasuk mendirikan perusahaan fiktif, 80 Laundering the Proceeds of Corruption Report July 2011, http:www.fatf-gafi.org, hlm.19. diakses pada tanggal 5 Februari 2015. 81 Azamul Fadhly Noor, “Latar Belakang Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010”, https:azamul.wordpress.com20140519latar-belakang-pasal-4-uu-nomor-8-tahun-2010 diakses pada tanggal 6 Februari 2015. membeli properti, membuka rekening bank, dan mentransfer aset untuk dan atas nama klien mereka dengan pihak terkait atau perantara. Profesional yang menjadi “Gatekeeper” melindungi kepentingan klien mereka atas aset dan menyembunyikan keterlibatan mereka sendiri di belakang profesi mereka melalui perlindungan kerahasiaan klien. Besarnya jumlah honorarium yang diterima advokat hanyalah ditentukan berdasarkan kesepakatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 UU Advokat, yakni : 1. Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennya; 2. Besarnya honorarium atas jasa hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Yang dimaksud dengan wajar dalam penjelasan undang-undang mengenai advokat tersebut memang hanya memperhatikan risiko, waktu, kemampuan, dan kepentingan klien. Tidak ada penjelasan lain mengenai besarnya. Di sini sebenarnya prinsip kehati-hatian advokat dituntut dengan maksud agar tidak membebani kliennya dengan menetapkan honorarium melebihi kemampuannya. Diharapkan pula seorang advokat dapat menilai kemampuan kliennya berdasarkan kepatutan. Sebagai ilustrasi, misalnya ada seorang pegawai negeri, dengan gaji yang secara umum bisa ditaksir besarannya, tetapi mampu membayar ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah kepada advokat. Maka, dalam situasi seperti inilah sang advokat patut menduga bahwa uang yang akan dijadikan honorarium untuk membayarnya tersebut merupakan hasil dari korupsi atau kegiatan lain yang tidak sah, kecuali si advokat patut meyakini sebaliknya. 82 Tidak ada suatu standar penentuan legal fee di kalangan advokat atau Pengacara. Besar kecilnya honorarium yang akan diterima oleh advokat atau pengacara sangat tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak, klien dan advokat atau pengacara. Menurut Yudha Pandu, ada empat metode menetapkan fee kepada advokat : 83 1. Honorarium atau fee yang ditetapkan secara lump sum mengakumulasikan disbursement dan professional fee pada persentase tertentu dari suatu nilai atau jumlah uang. Ini umumnya digunakan oleh para advokat dalam hal melakukan due diligence dalam proses legal audit dan legal opinion untuk keperluan tertentu. Seperti legal audit sehubungan dengan rencana go publik perusahaan. Hal ini dapat juga diberlakukan berdasarkan nilai penjualan atau pembelian suatu properti atau nilai pinjaman yang diperoleh pada perjanjian kredit sindikasi. Selain biaya atau fee, maka yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada advokat apakah anda ada biaya-biaya lain yang harus dibayar. Misalnya biaya untuk bea materai, biaya surat menyurat, dan lain sebagainya. Biaya-biaya seperti ini sering juga dinamakan hidden cost atau biaya terselubung, yang di luar dugaan justru dapat lebih memberatkan. Oleh karena itu, ajukanlah penawaran kepada advokat anda untuk meniadakan disbursement dengan sedikit menaikan honorarium atau fee yang ditetapkan secara lump sum. Konsekuensinya jika penetapan honorarium atau fee yang 82 Imam Subandi, “Menjerat Sang Advokat”, http:koran.tempo.cokonten2012 0918286268Menjerat-Sang-Advokat diakses pada tanggal 3 Februari 2015 . 83 Supriadi, Op.Cit., hlm.68-69. ditetapkan secara lump sum terlalu rendah, biasanya advokat akan membebani tagihan biaya-biaya lain yang disebut disbursement tadi. 2. Honorarium atau fee ditetapkan atas dasar item per item basis. Dalam metode ini advokat membuat tagihan berdasarkan rincian professional fee dan disbrusement satu per satu pekerjaan yang telah dilakukannya. Seperti, pembuatan surat atau dokumen legal drafting, waktu yang dihabiskan untuk pembahasan atau pertemuan, membaca dan memeriksa dokumen-dokumen penting, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk biaya perkara seperti biaya materai, formulir, pendaftaran, pengiriman surat atau dokumen, dan lain sebagainya. 3. Honorarium atau fee ditetapkan atas dasar “tidak menang tidak dibayar” no win no pay. Metode ini lebih sering digunakan untuk honorarium atau fee para advokat di Amerika Serikat yang sering disebut sebagai investment lawyer. Mereka ini melakukan investasi membiayai perkara klaim asuransi, tuntutan kerugian akibat kecelakaan kerja atau akibat buruk kesehatan dan lingkungan yang dialami sekelompok warga atas suatu proyek yang terbukti mencemarkan lingkungan. Metode ini juga sering digunakan advokat yang menjalankan praktik profesinya sebagai penagih utang debt collector. 4. Honorarium atau fee ditetapkan atas dasar waktu yang dihabiskan untuk menangani suatu perkara atau pekerjaan. Jika menggunakan metode ini, diperlukan perjanjian yang sangat spesifik antar seorang klien dan sang advokat, berapa rate atau tarif per jam, per hari atau ukuran waktu apa pun yang disepakati. Dikarenakan tidak adanya batasan yang menentukan seberapa besar honorarium yang boleh diterima advokat dan adanya kewajiban advokat untuk merahasiakan segala sesuatu yang ia ketahui dan peroleh dari kliennya karena profesinya, maka honorarium advokat dapat dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang. Hal ini dapat terjadi karena adanya celah yang dapat dimanfaatkan para pelaku pencucian uang untuk menjadikan honorarium sebagai sarana pencucian uang. Celah yang dimaksud disini adalah ketika seorang terdakwa atau tersangka pencucian uang yang menjadi klien seorang advokat di pengadilan, dimana pada saat penetapan honorarium yang akan diterima oleh advokatnya terjadilah kesepakatan atau kongkalikong antara advokat dengan si terdakwa atau tersangka yang melakukan pencucian uang tersebut. Kesepakatan tersebut tentu saja menjadi rahasia antara advokat dengan kliennya, karena honorarium yang nantinya diterima oleh advokat merupakan uang dari hasil pencucian uang yang telah dilakukan oleh kliennya. Dalam kesepakatan tersebut, tersangka atau terdakwa pencucian uang tersebut akan meminta bantuan advokatnya untuk menyamarkan uang hasil pencucian uangnya menjadi honorarium yang akan diberikan kepada advokat tersebut. Kemudian tersangka atau terdakwa pencucian uang itu akan meminta advokat untuk menyamarkan uang yang diberikan kepadanya dengan menggunakan uang tersebut untuk membeli rumah atau aset yang kemudian hari dapat dijual kembali. Sebagai imbalan advokat akan diberikan persentase uang yang nantinya akan diberikan kepadanya setelah proses pencucian uang selesai sesuai dengan jumlah yang telah disepakati mereka. Apabila dilihat dari tahap-tahap pencucian uang yang ada, tahap ini termasuk ke dalam tahap pelapisan layering, karena uang yang dijadikan sebagai honorarium untuk advokatnya merupakan uang yang sudah di tempatkan kedalam bank. Namun, apabila uang tersebut diperiksa kemudian harinya maka dapat diketahui bahwa uang tersebut merupakan uang hasil kejahatan yang berusaha dicuci oleh tersangka atau terdakwa pencucian uang ini. Jadi, tersangka atau terdakwa ini menggunakan modus honorarium advokat ini sebagai sarana untuk mencuci uang hasil kejahatannya. Dengan memberikan honorarium yang jumlahnya tidak diatur oleh undang-undang, maka tersangka atau terdakwa ini dapat dengan mudah memutuskan hubungan uang tersebut dari sumber yang sebenarnya, menjadikan uang itu seolah-olah merupakan uang yang berasal dari kegiatan yang sah.

BAB IV AKIBAT HUKUM BAGI ADVOKAT YANG MENERIMA

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

11 118 114

Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 92 94

Tinjauan Hukum Asas Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)”

1 93 112

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 49 145

Analisis Yuridis Tindak Pidana Narkoba Sebagai Predicate Crime On Money Laundering

1 63 125

BAB II KODE ETIK PROFESI ADVOKAT DI INDONESIA A. Pengertian Advokat - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 0 25