Transaksi Keuangan Mencurigakan PEMBERIAN HONORARIUM ADVOKAT YANG DIGUNAKAN

supervision, penagihan pajak tax collection, pelaporan statistik statistical reporting, dan perundang-undangan legislation. 73

D. Transaksi Keuangan Mencurigakan

Berdasarkan Pasal 1 ayat 5 UU PPTPPU yang memberikan pengertian : “Transaksi keuangan mencurigakan adalah: a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patutdiduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.” Bank Indonesia dalam peraturan Bank Indonesia Nomor : 31-PBI2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles membuat 6 enam katagori terhadap transaksi yang bersifat mencurigakan suspicious transaction sebagaimana yang bisa digunakan dalam praktik money laundering, kategori itu adalah : 74 1. Transaksi dengan menggunakan pola tunai berupa antara lain penyetoran dalam jumlah besar yang tidak lazim, penyetoran tanpa penjelasan yang memadai, penyetoran dengan beberapa slip serta penyetoran dalam jumlah besar melalui rekening titipan setelah jam kerja kas; 73 Ibid, hlm.40. 74 N.H.T Siahaan, Op.Cit., hlm.88. 2. Transaksi dengan menggunakan rekening bank. Termasuk dalam katagori ini antara lain pemeliharaan beberapa rekening bank atas nama pihak lain; 3. Transaksi yang berkaitan dengan insvestasi. Transaksi dengan jenis ini biasanya terkait dengan pembelian surat berharga untuk disimpan di bank sebagai kustodian; 4. Transaksi melalui aktivitas bank luar negeri yang diantaranya melalui penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan karateristik perputaran usaha, serta transfer elektronis tanpa penjelasan yang memadai; 5. Transaksi yang melibatkan karyawan bank atau agen dengan melihat terjadinya peningkatan karyawan-karyawan dalam bank. Kecuali itu, hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi yang memadai; 6. Transaksi pinjam-meminjam yaitu terjadinya pelunasan pinjaman secara tidak terduga, serta permintaan pembiayaan yang porsi dana nasabahnya tidak jelas asal-usulnya. PPATK bekerja dengan mekanisme menerima Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM yang disampaikan Penyedia Jasa Keuangan PJK dan Penyedia Barang dan Jasa PBJ. Kemudian laporan tersebut dianalisis PPATK dengan menggunakan berbagai sumber informasi untuk dianalisis menggunakan metode yang terasah serta teruji yang dilakukan sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi khusus untuk itu. 75 75 Philips Darwin, Op.Cit., hlm.87. Pihak pelapor diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU PPTPPU yang membagi pihak pelapor menjadi : 1. penyedia jasa keuangan: a bank; b perusahaan pembiayaan; c perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi; d dana pensiun lembaga keuangan; e perusahaan efek; f manajer investasi; g kustodian; h wali amanat; i perposan sebagai penyedia jasa giro; j pedagang valuta asing; k penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu; l penyelenggara e-money danatau e-wallet; m koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; n pegadaian; o perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau p penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. 2. penyedia barang danatau jasa lain: a perusahaan propertiagen properti; b pedagang kendaraan bermotor; c pedagang permata dan perhiasanlogam mulia; d pedagang barang seni dan antik; atau e balai lelang.” Penyedia Jasa Keuangan PJK dan Penyedia Barang dan Jasa PBJ merupakan pihak pelapor yang berkewajiban melaporkan aktivitas transaksi keuangan mencurigakan. Apabila mereka tidak melaporkan, maka mereka akan dianggap terlibat melakukan pencucian uang dan dapat dikenakan hukuman. Salah satu pihak yang terlibat dengan kejahatan pencucian uang adalah Penyedia Jasa Keuangan PJK. Lembaga ini dianggap terlibat jika dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK tentang : 76 1. Transaksi keuangan yang mencurigakan; 2. Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp 500 juta atau lebih atau yang nilainya setara yang dilakukan dalam satu kali transaksi atau beberapa kali transaski dalam satu hari kerja. Syarat agar PJK dapat dikenakan hukum adalah harus ada unsur “dengan sengaja” tidka melapor, kalau tidak lapor karena lalai maka PJK tersebut tidak dapat dikenakan sanksi hukuman. Oleh karena itu PPATK, penyidik, dan penuntut umum harus cermat membuktikan ada atau tidak adanya unsur kesengajaan tersebut. Namun, profesi advokat seharusnya juga dijadikan pihak pelapor. Hal ini dikarenakan profesi advokat juga merupakan salah satu penyedia jasa di dalam masyarakat. Pihak-pihak seperti profesi dan penyedia barang dan jasa merupakan pihak yang cukup strategis memberikan informasi mengenal transaksi yang 76 Ibid, hlm.89. mencurigakan unusual transaction, dan dinilai memiliki karakteristik kegiatan usaha yang berbeda. Profesi advokat, notaris dan akuntan, sesuai dengan sifat aktivitasnya dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya pencucian uang melalui penggunaan perjanjian-perjanjian legal, seperti trust dan corporate vehicles. 77 Tetapi, tidaklah mudah untuk menjadikan profesi advokat sebagai salah satu pihak pelapor. Advokat dalam menjalankan tugasnya wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan klien itu. Kewajiban advokat tersebut akan berubah apabila nantinya advokat dijadikan sebagai pihak pelapor. Pada Pasal 28 UU PPTPPU menyebutkan bahwa pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh pihak pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan. Jika advokat nantinya ditetapkan sebagai pihak pelapor, maka kerahasiaan antara advokat dengan kliennya itu akan dibuka ketika advokat melakukan pelaporan kepada PPATK. Kontroversi terjadi di antara advokat, notaris dan akuntan yang merasa bahwa kewajiban sebagai pihak pelapor akan membebani mereka, juga berpotensi mengganggu hubungan dengan klien. Alasan klasik yang juga dilontarkan oleh American Bar Association ABA untuk menentang kewajiban pelaporan adalah confidentiallity of client sebagai salah satu hal yang melandasi hubungan advokat dengan para kliennya. Klien percaya bahwa pengacara akan menangani permasalahannya dengan profesional berbasis keahlian, dan selalu memberikan 77 Apriarto Muktiadi, “Ada ide pengacara, notaris, akuntan publik jadi pihak pelapor pencucian uang ”, http:gresnews.comberitahukum931297-ada-ide-pengacara-notaris-akuntan- publik-jadi-pelapor-pencucian-uang-bagaimana diakses pada tanggal 28 Februari 2015. bantuan dengan benar. Advokat juga mengharapkan hal yang sama dari kliennya, bahwa klien akan terbuka, menyampaikan seluruh informasi yang menyangkut dengan bantuan yang diminta. Bentuk hubungan tersebut diperkuat dengan pembentukan kode etik di beberapa jenis profesi dan bahkan memperkuatnya melalui norma undang-undang sektoral mereka. 78 Untuk menjawab keberatan para advokat, Kepala PPATK Yunus Husein berujar tidak ada yang perlu ditakutkan dari aturan tersebut. Yunus menjelaskan, kalau pihaknya juga tidak akan terlalu jauh dalam menginvestigasi transaksi keuangan antara advokat dengan kliennya. Yang diminta PPATK bukan hubungan rahasia antara si advokat dengan kliennya melainkan kalau di luar bisnis advokatnya ada transaksi-transaksi keuangan untuk atas nama nasabahnya. 79

E. Penetapan Jumlah Honorarium Advokat Dimanfaatkan Sebagai Sarana

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

11 118 114

Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 92 94

Tinjauan Hukum Asas Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)”

1 93 112

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 49 145

Analisis Yuridis Tindak Pidana Narkoba Sebagai Predicate Crime On Money Laundering

1 63 125

BAB II KODE ETIK PROFESI ADVOKAT DI INDONESIA A. Pengertian Advokat - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Pemberian Honorarium Advokat Yang Digunakan Sebagai Sarana Praktik Pencucian Uang (Money Laundering

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Perbankan Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

0 0 25