Sebab-Sebab Perceraian Yang Berkembang Dalam Masyarakat

BAB IV PERKEMBANGAN ALASAN PERCERAIAN DALAM PERKAWINAN DI INDONESIA

A. Sebab-Sebab Perceraian Yang Berkembang Dalam Masyarakat

Perceraian merupakan masalah yang aktual yang senantiasa terjadi dari masa ke masa. Dahulu dimana orang belum mengenal peradaban yang modern, perceraian sudah menjadi masalah yang rumit, walaupun sebab-sebab suatu perceraian itu timbul masih mengenai hal hal yang menurut masyarakat adat merupakan perbuatan yang benar-benar telah menjatuhkan martabat keluarga mereka. Sebab-sebab yang menjadi pemicu terjadinya perceraian pada masa dahulu seperti berzina, tidak bisa memiliki keturunan, dan isteri tidak patuh kepada suami. Alasan-alasan suami atau isteri untuk mengajukan gugatan perceraian juga dapat dikatakan sesuai dengan perkembangan pada masa sebelum berlakunya UUP sehingga alasan-alasan tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman pada masa sekarang ini. Masa sekarang dimana orang-orang telah dipengaruhi peradaban yang modern, teknologi yang semakin canggih, pergaulan yang bebas dan hal-hal lain yang mempengaruhi manusia sehingga sebab-sebab perceraian pun menjadi berkembang bukan hanya karena berzina, tidak patuh kepada suami ataupun tidak memiliki keturunan. Ada banyak hal yang menjadi sebab suami isteri mengakhiri ikatan perkawinannya. Bab ini memberikan penjabaran mengenai sebab-sebab perceraian yang berkembang dalam masyarakat. Sebab-sebab perceraian berbeda dengan alasan suami isteri dapat mengajukan gugatan perceraian. Alasan suami atau isteri dapat mengajukan gugatan perceraian telah diatur di dalam UUP jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam. Alasan ini bersifat limitatif dalam arti suami atau isteri tidak dapat mengajukan gugatan perceraian dengan alasan diluar dari alasan yang telah diatur dalam Undang-Undang. Berbeda halnya dengan sebab-sebab perceraian yang tidak diatur dalam Undang-Undang namun terdapat dalam masyarakat dan berkembang seiring perkembangan zaman. Sebab-sebab perceraian ini yang kemudian berkembang menjadi alasan perceraian. Rekap Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Perceraian Pada Mahkamah Syari’ah Pengadilan Agama Yurisdiksi Mahkamah PropinsiPengadilan Tinggi Agama Seluruh Indonesia Tahun 2009 94 memberikan gambaran mengenai faktor- faktor penyebab terjadinya perceraian, antara lain : 1. Moral Moral merupakan tingkah laku, perbuatan percakapan bahkan sesuatu apapun yang berpautan dengan norma-norma kesopanan, yang harus dilindungi oleh hukum demi terwujudnya tata tertib dan tata susila dalam kehidupan. 95 Sebab-sebab perceraian yang masuk dalam kategori faktor moral ini yaitu poligami yang tidak sehat, krisis akhlak dan cemburu. Poligami tidak sehat merupakan poligami yang dilakukan karena tidak memenuhi alasan dan syarat poligami yang telah diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UUP. Misalnya dalam memebri nafkah batin tidak sama yaitu 3 tiga hari kumpul 94 mahkamahagung.go.id diakses tanggal 31 Januari 2011 pukul 23.29 95 Yani Tri Zakiyah, Makalah Latar Belakang Dan Dampak Perceraian, Semarang, 2005, hal 114 pada isteri pertama dan 3 tiga hari kumpul pada isteri kedua, atau 3 tiga hari kumpul pada isteri pertama dan 4 empat hari kumpul pada isteri kedua. Menurut para suami hal itu telah adil, sedangkan menurut para isteri hak itu tidak adil, karena keadilan itu berbeda, Artinya adil menurut suami belum tentu adil menurut isteri. Krisis akhlak juga menjadi sebab terjadinya perceraian. Krisis akhlak yang dimaksud adalah perselingkuhan yaitu melakukan hubungan seks dengan orang lain yang bukan isteri atau suaminya tanpa diketahui masing-masing atau diketahui setelah melakukan hubungan seks oleh salah satu pihak atau keduanya atau orang lain. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya kepercayaan dan saling menghargai masing-masing pihak suami-isteri. Kemudian cemburu merupakan dugaan yang belum tentu benar adanya, yang mengakibatkan perselisihan karena tidak adanya kesadaran satu sama lain. Saling percaya antara keduanya dan menjaga kepercayaan menjadikan rumah tangga harmonis. Akan tetapi tidak semua orang mudah percaya dengan pasangannya. Dugaan yang belum tentu benar membuat suami kesal karena isteri waktu bertanya tidak melihat situasi dan kondisi, misalnya isteri bertanya pada waktu suami baru saja pulang dari kerjanya dalam keadaan lelah, sehingga suami menjawab dengan kesal bahkan sampai membentak isteriya. 2. Meninggalkan Kewajiban Suatu ikatan perkawinan secara hukum menimbulkan kewajiban- kewajiban baik suami maupun isteri. Hal ini telah diatur dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 UUP. Apabila kewajiban-kewajiban ini berjalan dengan baik dan seimbang maka hubungan yang harmonis pun dapat terjaga. Meninggalkan kewajiban di sini adalah kewajiban yang ditinggalkan oleh suami dan atau isteri berupa nafkah baik lahir maupun batin. Mereka meninggalkan kewajiban sebagai suami-isteri karena adanya beberapa sebab diantaranya adalah kawin paksa, ekonomi, dan tidak ada tanggung jawab. Kawin Paksa tidak dilandasi rasa cinta, kasih dan sayang. Kawin paksa terjadi karena adanya paksaan dari orangtua, saudara atau yang lainnya yang menyebabkan perasaan dipaksa. Secara teori, bahwa syarat-syarat menurut UUP adalah adanya persetujuan salon mempelai. Dengan adanya keseapakatan kedua belak pihak untuk melangsungkan perkawinan, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun juga. Adanya paksaan dari pihak orang tua menjadikan rumah tangga tidak tentram karena tidak adanya saling tanggung jawab. Perceraian yang bisa terjadi karena tidak adanya tanggung jawab antara keduanya yaitu baik nafkah lahir maupun batin dan karena meninggalkan rumah baik disengaja maupun tidak tanpa seizin dari isteri atau suaminya. Tidak adanya tanggung jawab dari salah satu pihak saja menjadikan tidak betahnya mereka tinggal dalam satu rumah satu atap sehingga dapat mengakibatkan mereka bosan dan dapat meninggalkan rumahnya. 3. Kawin Di Bawah Umur Kawin di bawah umur adalah perkawinan yang dilangsungkan karena belum cukup umur. Perkawinan ini pada kenyataannya lebih banyak dilalui secara tidak sukses, dikarenakan mereka belum memahami arti dan tujuan perkawinan tersebut. Sehingga apabila rumah tangga terjadi kegoncangan, mereka tidak dapat mengatasinya. Mereka hanya dapat menyalahkan satu sama lain. Secara teori, seseorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun, untuk melangsungkan perkawinan harus ada izin dari kedua orang tua. Menurut ketentuan Pasal 7 UUP, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 Sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 enam belas tahun. Uraian ini berarti bahwa dalam kenyataannya seseorang yang belum dewasa dianggap belum dapat menjaga kesehatan suami-isteri dan keturunannya, apalagi untuk mencapai tujuan perkawinan. Hal ini dikarenakan mereka tidak dapat memehami arti perkawinan itu sendiri, sehingga dalam rumah tangganya mengalami kegoncangan dan berakhir dengan perceraian. 4. Penganiayaan Penganiayaan yang dimaksud adalah melakukan kekejaman baik jasmani dan atau rohani. Kekejaman terhadap jasmani dapat dilihat dari perbuatannya yang dapat menimbulkan sakit dan atau yang termasuk pidana. Sedangkan kekejaman rohani dapat berupa hinaan, fitnah atau hal-hal lain yang mengganggu kejiwaan. 96 Mengenai penganiayaan berat ini termasuk melukai berat atau penganiayaan yang membahayakan jiwanya dan tindakan itu harus tindakan yang dilakukan oleh suami atau isteri terhadap isteri atau suaminya. Yaitu apabila salah satu pihak dianiaya misalnya dipukuli, disiram dan ditendang, hal ini termasuk 96 Ibid., hal 127 penganiayaan. Sebab ini dapat dijadikan alasan mengajukan gugatan perceraian sesuai dengan Pasal 19 sub d Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Pada kenyataannya wanita lebih banyak mendapat perlakuan penganiayaan dari suami sehingga muncul fonomena baru pada masa sekarang yaitu meningkatnya perkara cerai gugat yang masuk ke Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. 5. Dihukum Salah satu pihak baik itu suami atau isteri yang divonis hakim mendapat hukuman seperti hukuman penjara selama beberapa tahun juga dapat memicu salah satu pasangan untuk mengajukan gugatan perceraian. Hal ini dikarenakan apabila suami yang mendapat hukuman penjara selama beberapa tahun, isteri merasa malu dengan tetangga dan lingkungan disekitar rumahnya. Karena tidak tahan dengan keaadaan tersebut makan isteri pun akhirnya mengajukan gugatan perceraian. Sebab ini juga dapat dijadikan alasan dalam mengajukan gugatan perceraian sesuai dengan Pasal 19 sub c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 6. Terus Menerus Berselisih Faktor terus menerus berselisih merupakan faktor penyebab perceraian terbesar kedua pemicu perceraian setelah faktor meninggalkan kewajiban. Terus menerus berselisih berarti bahwa perceraian terjadi karena seksok yang terus menerus, sehingga dengan upaya apapun tidak dapat didamaikan. Perselisihan yang terjadi di dalam rumah tangga disebabkan antara lain seperti gangguan pihak ketiga, politis, dan tidak ada keharmonisan. Gangguan pihak ketiga berarti adanya campur tangan atau gangguan seperti dari orang tua, saudara dari suamiisteri, teman dalam rumah tangga yang dapat menyebabkan perbedaan prinsip maupun pendapatsalah paham diantara mereka, sehinggaberakhir dengan perceraian. Orang tua yang yang ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya beranggapan bahwa ia akan melakukan apa yang terbaik untuk anaknya, akan tetapi apa yang terbaik menurut orang tua belum tentu baik pula menurut anaknya. Selain itu, campur tangan saudara dari suamiisteri misalnya dalam hal pengaturan keuangan, ia mempengaruhi saudaranya untuk memberikan nafkah sedikit, dan sisanya untuk orang tuaadik-adiknya. Selain itu juga dengan adanya pria idaman lainwanita idaman lain. Jadi, dengan adanya gangguan pihak ketiga inilah yang dapat mengakibatkan perselisihancekcok terus menerus dan akibat salah paham yang dilakukan oleh pihak ketiga, hal ini yang dapat memicu terjadinya perceraian. Gambaran di atas merupakan fenomena perceraian yang terjadi di Indonesia semakin meningkat dan sebab-sebab perceraian pun semakin berkembang dalam masyarakat. Beberapa sebab-sebab yang telah disebutkan di atas ada sebab yang menjadi fokus serta paling berkembang dalam masyarakat sekarang ini, yaitu : 1. Ekonomi Tercukupinya kebutuhan dalam rumah tangga merupakan dambaan setiap orang yang berumah tangga. Kurangnya salah satu kebutuhan saja dapat mengakibatkan tidak tentramnya rumah tangga, misal: seorang isteri menginginkan kebutuhan ekonomi dapat terwujud, sedangkan penghasilan suami tidak tentu, sehingga apapun yang dikerjakan suami pasti selalu dianggap salah oleh isteri. Atau suami tidak mau bekerja, selalu mengangggur malas bekerja, tidak mau usaha pemalas mengakibatkan ekonomi menjadi lemah sehingga rumah tangga menjadi tidak tentram, dan terjadi perselisihan yang berakhir dengan perceraian. Beberapa kota besar seperti Medan, Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya angka perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama seruluh Indonesia selama tahun 2009 mencapai 43.309 kasus dan Pengadilan Agama yang paling banyak menerima perkara perceraian dengan sebab ekonomi adalah kota Bandung sebanyak 14.996 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan ekonomi semakin menjadi momok menakutkan dalam kehidupan berumah tangga. Wakil Panitera Pengadilan Agama Bangil, Kabupaten Pasuruan mengatakan bahwa sejak bulan Januari hingga Nopember 2010 tercatat sekitar 926 isteri menggugat cerai suami dengan alasan faktor ekonomi. Hampir semua isteri menggugat suami karena alasan ekonomi. 97 Masalah ekonomi yang sering muncul saat ini adalah pertama, pihak suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sehingga 97 Muhajir Arifin, 926 Isteri Gugat Cerai Suami Karena Faktor Ekonomi, http:surabaya.detik.comread201011270906321503715475926-isteri-gugat-cerai-suami- karena-faktor-ekonomi, diakses tanggal 2 Pebruari 2011 Pukul 22.06 keluarganya hidup dalam serba kekurangan. Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan. Kedua, untuk mencukupi kebutuhan yang ada maka isteri ikut bekerja. Apabila penghasilan isteri melebihi penghasilan suami, maka isteri merasa lebih tinggi derajatnya dari suami karena merasa berjasa sebagai penyelamat keluarga. Bermula dari perasaan seperti inilah maka suami kemudian menjadi merasa tidak nyaman berada di dekat isteri dan kemudian sering terjadi pertengkaran yang akhirnya berakhir pada perceraian. Kesenjangan pendapatan antara suami isteri dapat menjadi contoh kasus gagalnya perkawinan. Ketidak mampuan pasangan mengatur keuangan rumah tangga, karena boros misalnya, dapat juga menjadi awal keretakan. Atau suami yang malas mencari nafkah, atau isteri yang meminta sesuatu secara berlebihan. Masih banyak contoh lain yang dapat menunjukan betapa faktor ekonomi menjadi badai dalam rumah tangga. Perkawian tidak hanya berdasarkan cinta yang kuat semata, tapi kekuatan ekonomi juga diperlukan untuk menopang rumah tangga yang sudah dibangun. 2. Politis Era keterbukaan dan ditambah dengan informasi media dengan kemasan yang cukup menarik rupanya mampu memberikan pendidikan politik kepada seluruh lapisan masyarakat. Sekarang politik tidak hanya milik politisi semata, politik tidak hanya milik kaum pria saja, tetapi politik menjadi konsumsi kita sebagai satu bangsa dengan berbagai macam karakter dan budaya. Partai politik yang menjamur di Indonesia juga cukup memberikan pengaruh bagi perkara perceraian yang masuk ke pengadilan. Perbedaan pandangan politik saat ini dapat menjadi sebab suami isteri akhirnya bercerai. Surat kabar online tanggal 24 April 2009 memberitakan pasangan suami isteri Dina Rahman dan Nurani Fuzianti yang menjadi calon legislatif dari Partai Politik yang berbeda untuk menduduki kursi DPRD Kabupaten Sumedang. Dina menjadi calon legislatif terpilih dari PAN untuk daerah pemilihan Sumedang 1, Cimanggung-Jatinangor dan isterinya Nurani juga menjadi calon legislatif terpilih dari Partai Demokrat untuk daerah pemilihan Sumedang 6. 98 Permasalahannya ada surat keputusan dari DPP Demokrat yang berisi larangan bagi pasangan suami-isteri berbeda partai politik menjadi calon legislative, dalam arti bahwa suami atau isteri yang menjadi anggota dewan tidak boleh beristeri atau bersuami yang menjadi anggota dewan partai lain. Akhirnya Nurani mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Negeri Sumedang pada tanggal 5 Mei 2009. 99 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 telah mengatur alasan-alasan perceraian secara limitatif. Apabila perbedaan partai politik ini mengakibatkan pertengkarang dan perselisihan secara terus menerus maka gugatan perceraian telah sesuai dengan alasan yang tercantum dalam undang-undang, namun jika 98 Dedi Rustandi, Ketika Caleg Harus Memilih, http:jabar.tribunnews.comindex.phpreadartikel7048, diakses tanggal 31 Januari 2011 Pukul 23.46 99 Pilih Kursi Dewan Daripada Rumah Tangga, http:panjatinangor.blogspot.com2009_05_09_archive.html, diakses tanggal 31 Januari 2011 Pukul 23.46 gugatan perceraian itu diajukan atas dasar adanya peraturan partai yang melarang suami isteri berbeda partai menjadi calon legislatif, maka telah terjadi penyimpangan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Alasan- alasan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 hanya menjadi formalitas demi tercapainya keinginan untuk bercerai. Jumlah 157.771 kasus perceraian yang diputus pengadilan agama seluruh Indonesia pada tahun 2007, 281 kasus perceraian terjadi karena faktor politis. Pada Tahun 2009 jumlah perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama seluruh Indonesia karena sebab politis meningkat menjadi 402 kasus. Kunatitas ini masih tergolong kecil, tapi selalu ada kemungkinan hal ini akan menjadi fenomena yang bakal berkembang lagi dikemudian hari. 100 3. Tidak Ada Keharmonisan Menurut Pasal 39 UUP dan Pasal 19 sub f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 bahwa apabila antara suami isteri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi, maka salah satu pihak dapat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam. Tidak ada keharmonisan maksudnya apabila dalam rumah tangga terjadi perselisihan atau cekcok yang terus menerus, dan upaya damai tidak dapat tercapai. Untuk menentukan ada atu tidaknya cekcok maka salah satu pihak suamiisteri harus dapat membuktikan kepada Pengadilan tentang hal yang 100 PenyebabTerbesar Pemicu Perceraian : Salah Satu Pihak Meninggalkan Kewajiban, http:www.badilag.netindex.php?option=com_contentview=articleid=2139:faktor-penyebab- perceraian-catid=216:statistik-perkaraItemid=629, diakses tanggal 31 Januari 2011 Pukul 23. 48 menyebabkan cekcok dalam rumah tangga tersebut. Cekok itu harus ada secara nyata dengan cara mendengarkan keterangan dari phak yang mengajukan gugatan perceraian dan jika mungkin juga pihak yang lain suamiisteri yang diajukan keluarga serta kawan-kawan sepergaulan suamiisteri atau selain dari suami atau isteri juga keterangan saksi. Rumah tangga yang tidak harmonis adalah rumah tangga yang diliputi berbagai konflik, yang tidak dapat dipecahkan atau tidak ada jalan keluar kecuali dengan perceraian. Kenyataan dalam praktek suami-isteri yang ingin bercerai, sebab tidak ada keharmonisan dalam pengajuan gugatan perceraian terkesan sedikit emosional, karena pengertian dari tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga menjadi abstrak dan diartikan sangat sederhana, seperti suami isteri ribut karena beda pendapat sedikit, suami marah karena isteri tidak masak, atau isteri marah karena suami pulang kerja larut malam. Selain diartikan sederhana, tidak adanya keharmonisan memiliki makna yang memberikan peluang lebih luas. Perselisihan atau cekcok bisa terjadi hanya dengan alasan yang sepele sifatnya justru menimbulkan perselisihan yang tajam. Selama tahun 2009 perkara yang diterima oleh Pengadilan Agama seluruh Indonesia sebanyak 72.204 kasus. Angka tersebut merupakan angka tertinggi dari beberapa faktor penyebab perceraian lainnya.

B. Alasan Yang Menjadi Latar Belakang Perceraian