Pergeseran Alasan Perceraian Mempengaruhi Perkembangan Hukum Perkawinan Di Indonesia

Pengadilan Negeri setempat untuk menggugat. Sebelum izin diberikan, Hakim harus berusaha untuk mendamaikan kedua belakh pihak. 108 Sejalan dengan KUH Perdata, UUP juga menghendaki dalam Pasal 39 yaitu : 1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak; 2 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami-isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-isteri. Jadi, pada dasarnya perceraian karena permufakatankesepakatan adalah dilarang, hal ini untuk menghindari terjadinya penyelundupan dengan cara mengajukan gugatan perceraian dengan alasan tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga sehingga terjadi perselisihan terus menerus yang tidak dapat disatukan dalam ikatan perkawinan. Dengan begitu alasan sah untuk memecahkan perkawinan telah dapat dibuktikan di depan majelis hakim.

C. Pergeseran Alasan Perceraian Mempengaruhi Perkembangan Hukum Perkawinan Di Indonesia

Tingginya angka perceraian di Indonesia seakan-akan menjadi tren disebabkan pergeseran nilai dan kebutuhan individu. Dahulu, pasangan suami istri meski sering berselisih mau berkorban, dan berusaha demi mempertahankan biduk pernikahan, mereka harus berpikir seribu kali sebelum mengambil keputusan bercerai. Hal itu sangat bertolak belakang dengan keadaan sekarang.Pasangan sangat mudah mengambil keputusan untuk bercerai. Masa lalu pasangan yang memutuskan untuk bercerai sering dianggap tabu. Namun 108 Subekti, Op.cit., hal 42-43 sekarang ini telah ada pergeseran nilai sehingga kata cerai itu mudah dikatakan. Keterbukaan di dunia informasi juga telah menjadikan hal-hal yang tabu menjadi umum dibicarakan. Sebab-sebab perceraian yang berkembang dalam masyarakat kemudian alasan yang melatarbelakangi suami atau isteri mengajukan gugatan perceraian juga membawa dampak kepada perkembangan hukum perkawinan di Indonesia. 1. Perceraian bukan saja mengakhiri ikatan perkawinan, namun menimbulkan akibat baru mengenai tanggung jawab pendidikan dan pemeliharaan anak dari pasangan suami isteri yang bercerai. UUP memang menegaskan tentang akibat hukum setelah terjadinya perceraian dan menekankan pada kepentingan anak, namun UUP tidak menegaskan siapa yang wajib dalam pembiayaan pemeliharaan anak. Maka pada tahun 2004 melalui Putusan MARI Nomor 280 KAG2004 tanggal 10 November 2004 menjadi yurisprudensi dimana kaidah hukumnya sebagai berikut : “Apabila terjadi perceraian, maka akibat perceraian harus ditetapkan sesuai dengan kebutuhan hidup minimum berdasarkan kepatutuan dan keadilan, dan untuk menjamin kepastian dan masa depan anak perlu ditetapkan kewajiban suami untuk membiayai nafkah anak-anaknya”. 109 2. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu : “Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga” Alasan perceraian di atas merupakan alasan yang abstrak dimana banyak terjadi penafsiran yang berbeda tentang seberapa rumit dan seberapa 109 Tim PA Bengkulu, Absrak Putusan M.A.R.I, http:www.pa- bengkulukota.go.idfotoMicrosoft20Word20-20REFISI20ABSTRAK20PUT- MARI.pdf, diakses tanggal 10 Pebruari 2011 pukul 21.17 dahsyatkah perselisihan dan pertengkaran antara suami-isteri itu terjadi, sehingga cukup banyak juga putusan hakim yang dijadikan yurisprudensi terkait alasan perceraian di atas, antara lain : 110 a. Putusan MARI Nomor 38 KPdtAG1990 tanggal 5 Oktober 1991 “Kalau pengadilan telah yakin bahwa perkawinan ini telah pecah, berarti hati kedua belah pihak telah pecah pula, maka terpenuhilah isi Pasal 19 f PP. No. 9 Tahun 1975.” b. Putusan MA Nomor 44 KAG1998 tanggal 19 Pebruari 1999 “Bahwa oleh karena percekcokan terus menerus dan tidak dapat di damaikan kembali dan telah terbukti berdasarkan keterangan saksi, maka dapat dimungkinkan putusan perceraian antara penggugat dengan terguguat tersebut.” c. Putusan MARI Nomor 423 KAG2007 tanggal 12 Maret 2008 “Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan bahwa persoalan yang menjadi sumber perselisihan dan percekcokan sehingga rumah tangganya pecah adalah pemohon selingkuh dengan wanita lain yang telah berhubungan selama 2 tahun dan sangat sulit untuk dipisahkan.” d. Putusan MARI Nomor 1248 KPdt2009 tanggal 30 September 2009 “Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum dengan mempertimbangkan bahwa rumah tangga antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi sejak awal perkawinan sudah pecah dan cekcok terus menerus, telah pisah ranjang kemudian Termohon Kasasi meninggalkan tempat tingga bersama tanpa sepengetahuan Pemohon Kasasi dengan membawa isi rumah dan kedua orang anak hingga gugatan di ajukan serta upaya damai beik mediasi dan usaha hakim dalam persidangan tidak berhasil.” 3. Semakin meningkatnya perceraian dengan alasan penganiayaan, maka pada tanggal 22 September 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 110 Ibid. 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga untuk melindungi pihak yang dianiaya dalam rumah tangga. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan