Tinjauan Kepustakaan Pergeseran Alasan Perceraian Menurut Hukum Di Indonesia

ditulis secara objektif ilmiah, melalui pemikiran referensi, dari buku-buku, bantuan dan para narasumber dari pihak-pihak lain. Skripsi ini juga bukan merupakan jiplakan atau merupakan judul skripsi yang sudah pernah diangkat sebelumnya oleh orang lain.

E. Tinjauan Kepustakaan

UUP memberikan definisi tentang perkawinan yaitu pasal 1 angka 1 yang menyatakan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Pasal 26 KUH Perdata dinyatakan Undang-Undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata dan dalam Pasal 81 KUH Perdata dinyatakan bahwa tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan dihadapan pegawai pencatatan sipil telah berlangsung. 5 Sedangkan menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan bukan saja berarti sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Perkawinan dalam arti perikatan adat adalah perkawian yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 6 Perkawinan dilihat dari segi keagamaan adalah suatu perikatan jasmani dan rohani yang membawa akibat hukum terhadap agama yang dianut kedua 5 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2007, hal 7 6 Ibid., hal 8 calon mempelai beserta keluarga kerabatnya. Hukum agama telah menetapkan kedudukan manusia dengan iman taqwanya, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan dilarang. Oleh karenanya pada dasarnya setiap agama tidak dapat membenarkan perkawinan yang berlangsung tidak seagama. 7 Pengertian perkawinan menurut UUP bukan saja sebagai perbuatan hukum, akan tetapi juga merupakan perbuatan keagamaan, sehingga sah atau tidaknya suatu perkawinan harus berdasarkan hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. UUP juga mengandung prinsip atau asas dan konsepsi mengenai perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Adapun asas-asas yang tercantum dalam UUP adalah sebagai berikut : 8 a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materil. b. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah, bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7 Ibid., hal 10 8 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2007, hal 2-3 c. Asas monogami. Asas ini ada kekecualian, apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama mengizinkan, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan. d. Prinsip calon suami isteri harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat. e. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian. f. Hak dan kedudukan suami dan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatunya dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan oleh suami isteri. Mengenai perceraian baik dalam KUH Perdata dan UUP tidak ditentukan secara tegas tentang definisi perceraian, oleh karena itu sangatlah sukar untuk menentukan secara lengkap dan jelas tentang apa yang dimaksud dengan perceraian. Menurut hukum adat pada umumnya aturan mengenai perceraian dipengaruhi oleh agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan. Dari semua agama yang terdapat di Indonesia, hanya agama Islam yang banyak mengatur soal perceraian. 9 Menurut hukum Islam istilah perceraian disebut dalam bahasa arab yaitu Talak yang artinya melepas ikatan. Hukum asal dari Talak adalah makruh tercela. Sebagaimana hadis riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu ‘Umar yang mana Rasulullah SAW mengatakan sesuatu yang halal boleh yang sangat dibenci Allah ialah Talak. 10 Secara umum dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perceraian adalah pemutusan hubungan perkawinan antara suami dengan isteri yang diakibatkan oleh sebab-sebab tertentu selain daripada kematian. Perceraian dapat terjadi karena beberapa alasan-alasan yang dalam hal ini alasan-alasan perceraian ada tercantum dalam KUH Perdata, Hukum Agama dan UUP. Semua penjabaran mengenai alasan perceraian memiliki satu kesamaan yaitu mempersulit terjadinya perceraian. Indonesia juga mengenal praktek perkawinan campuran dimana istilah perkawinan campuran yang sering dinyatakan anggota masyarakat sehari-hari, ialah perkawinan campuran karena perbedaan adatsuku bangsa yang bhineka, atau karena perbedaan agama antara kedua insan yang akan melakukan perkawinan. Perbedaan adat misalnya antara priawanita Minangkabau dengan priawanita Jawa, dan sebagainya, sedangkan perkawinan Campuran antar agama, misalnya antara priawanita beragama Hindu dengan priawanita Budha. 9 Hilman Hadikusuma, Op.cit., hal 152 10 Ibid. Perkawinan ini diatur dalam Pasal 57-62 UUP, yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Dari ketentuan tersebut disimpulkan bahwa perkawinan campuran di Indonesia diartikan hanyalah perkawinan antara mereka yang mempunyai kewarganegaraan berbeda, sedangkan perkawinan antara mereka yang berbeda agama bukan termasuk dalam perkawinan campuran, jika dilakukan oleh warga negara Indonesia. Maka untuk saat ini ketentuan tentang kewarganegaraan dari suamiisteri yang melangsungkan perkawinan campuran akan mengacu kepada Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Sejalan dengan itu, Pasal 58 UUP merupakan kaidah petunjuk yang menentukan akibat-akibat dari perkawinan campuran terhadap kewarganegaraan para pihak yang menunjuk ke arah Hukum Indonesia.

F. Metode Penelitian