menyebabkan cekcok dalam rumah tangga tersebut. Cekok itu harus ada secara nyata dengan cara mendengarkan keterangan dari phak yang mengajukan gugatan
perceraian dan jika mungkin juga pihak yang lain suamiisteri yang diajukan keluarga serta kawan-kawan sepergaulan suamiisteri atau selain dari suami atau
isteri juga keterangan saksi. Rumah tangga yang tidak harmonis adalah rumah tangga yang diliputi berbagai konflik, yang tidak dapat dipecahkan atau tidak ada
jalan keluar kecuali dengan perceraian. Kenyataan dalam praktek suami-isteri yang ingin bercerai, sebab tidak ada
keharmonisan dalam pengajuan gugatan perceraian terkesan sedikit emosional, karena pengertian dari tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga menjadi
abstrak dan diartikan sangat sederhana, seperti suami isteri ribut karena beda pendapat sedikit, suami marah karena isteri tidak masak, atau isteri marah karena
suami pulang kerja larut malam. Selain diartikan sederhana, tidak adanya keharmonisan memiliki makna yang memberikan peluang lebih luas. Perselisihan
atau cekcok bisa terjadi hanya dengan alasan yang sepele sifatnya justru menimbulkan perselisihan yang tajam.
Selama tahun 2009 perkara yang diterima oleh Pengadilan Agama seluruh Indonesia sebanyak 72.204 kasus. Angka tersebut merupakan angka tertinggi dari
beberapa faktor penyebab perceraian lainnya.
B. Alasan Yang Menjadi Latar Belakang Perceraian
Pada bab IV sub bab pertama telah dijabarkan sebab-sebab terjadinya perceraian yang berkembang dalam masyarakat. Banyaknya sebab-sebab
perceraian yang telah berkembang jika dibandingkan dengan sebelum berlakunya
UUP memunculkan fenomena baru dalam beberapa tahun terakhir yaitu semakin meningkatnya perkara cerai gugat yang masuk ke Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Agama. Menurut data persentase Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama
terhadap perkara yang diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa perkara gugat cerai mencapai 57,89 dibanding
dengan perkara cerai talak sebesar 28,76 dan 13,35 merupakan perkara lain.
101
Data presentase ini menunjukkan adanya pergeseran bentuk perceraian yang sedang menjadi tren dimana isteri yang mengajukan gugatan cerai.
Meningkatnya perkara cerai gugat sudah tentu memiliki alasan yang melatarbelakanginya. Bukan sebab-sebab seorang isteri mengajukan gugatan
perceraian, tetapi lebih kepada mengapa seorang wanita khususnya seorang isteri lebih banyak mengajukan gugatan perceraian daripada suami.
Menurut Sofia Kartika, umumnya alasan yang dikemukakan perempuan dalam mengajukan gugatan perceraian, selain alasan ketidakcocokan adalah
adalah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi, menolak untuk berhubungan spesial,
suami selingkuh, cemburu, dan ingin kawin lagi. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh ketidaksadaran akan kesetaraan dalam masyarakat. Kekerasan dalam rumah
tangga biasa disebut sebagai kekerasan domestik ini pendeteksiannya sangat sulit
101
Hirpan Hilmi, Loc.cit.
karena perempuan Indonesia biasanya takut dan malu mengatakannya. Kekerasan domestik ini lalu dianggap sebagai aib yang tidak perlu diungkapkan.
102
Pada prakteknya perkara cerai gugat menunjukkan jumlah yang jauh lebih besar dibanding dengan cerai talak. Hal ini dilatarbelakangi oleh pengetahuan
jender yang dipandang sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan keputusan perempuan, persepsi dan kehidupan perempuan, membentuk
kesadarannya, keterampilannya dan membentuk pola hubungan antara laki-laki dan perempuan.
103
Jadi, keputusan pengajuan cerai gugat berkaitan erat dengan semakin meningkatnya kesadaran akan hak sebagai seorang isteri sebagai akibat
dari upaya penyadaran akan kesetaraan jender. Selanjutnya keberanian untuk menggugat cerai banyak timbul dikalangan
perempuan yang mandiri secara ekonomi. Telah terjadi pergeseran pemaknaan perkawinan dan cara mereka memposisikan diri dalam pernikahan yang
dijalaninya. Jika dulu isteri menjadi konco wingking pendamping suami, dan menerima peran yang dibedakan secara diametral antara suami-isteri, sekarang
tidak lagi. Kerigitan garis peran itu perlahan menghilang saat perempuan ikut menyumbang pendapatan keluarga dan mulai ikut menentukan jalannya roda
perkawinan. Isteri tidak mau lagi ditempatkan sebagai manusia kedua dalam rumah tangganya sendiri. Perempuan dengan kemampuan rasionalnya tidak lagi
sebagai the second creature, mereka juga adalah hasil akhir penciptaan itu
102
Sofia Kartika, Profil Perkawinan Perempan Indonesia, Jurnal perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan Maret, 2002, hal 64-65
103
Saparinah Sadli, “Pemberontakan Perempuan Dalam Perspektif HAM” Dalam Penghapusan Diskriminatif Terhadap Perempuan, Alumni, Bandung, 2000, hal 399
sendiri, seorang agen rasional yang mempunyai kemampuan dan kehendak sendiri.
Jika perkawinan tak berjalan sebagaimana yang diharapkan, seperti tidak bahagia atau terjadi ketidakcocokan yang tak lagi bisa didamaikan maka, mereka
menjadi lebih berani untuk meminta talak. Perempuan tak lagi bersedia hidup dalam kemunafikan falsafah lama supaya selalu jogo projo menjaga kerajaan
yaitu, meredam persoalan dengan diam demi tetap utuhnya bangunan rumah tangga walaupun itu hanya sekedar kepura-puraan.
104
Peraturan perundang- undang nasional juga memiliki andil dalam pergeseran ini baik Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, maupun UUP tentang Perkawinan itu sendiri.
Menurut Hukum Islam maupun UUP, perceraian memang dibenarkan, namun perceraian itu tidak dapat dilakukan secara semena-mena. Oleh karena itu
perceraian baru dapat dilakukan seperti yang diatur dalam Pasal 39 UUP, bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan yang telah diatur secara
limitatif. Pergeseran yang terjadi sekarang adalah alasan-alasan perceraian yang telah diatur secara limitatif tersebut dianggap sebagai formalitas semata agar dapat
meluluskan keinginan mereka untuk bercerai. Ketika seorang suami atau isteri yang mengajukan gugatan perceraian
dengan alasan yang sesuai dengan alasan-alasan perceraian yang telah diatur dalam perundang-undangan, belum tentu alasan ia mengajukan gugatan
perceraian yang dicantumkan dalam gugatan adalah benar, karena alasan yang
104
Endriani DS, 16 Perceraian dan Otonomi Perempuan, http:penaendri.wordpress.com201007, diakses tanggal 8 Pebruari 2011 Pukul 12.05
melatarbelakangi terjadinya perceraian yang sebenarnya adalah diluar dari alasan yang telah diatur dalam undang-undang.
Menurut Rekap Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Perceraian Pada Mahkamah
Syari’ah Pengadilan
Agama Yurisdiksi
Mahkamah PropinsiPengadilan Tinggi Agama Seluruh Indonesia Tahun 2009, jumlah
perkara perceraian dengan alasan terus menerus berselisih mencapai 88.753 kasus, angka ini merupakan angka tertinggi kedua setelah faktor meninggalkan
kewajiban. Kaitannya adalah bahwa pada Pasal 19 huruf f tersebut seolah-olah menjadi ketentuan keranjang sampah. Artinya pasal yang seharusnya mempersulit
terjadinya perceraian, kini malah menjadi suatu peluang bagi suami atau istri yang dalam ikatan perkawiannya tidak terjadi gangguan yang begitu besar, namun ingin
bercerai sehingga terjadilan penyimpangan tersebut. Selain itu keempat alasan sebelumnya baru akan ditempuh oleh seseorang yang akan bercerai ketika pada
rumah tangganya telah terjadi seperti yang tergambar dalam Pasal 19 huruf f tersebut. Yaitu, berakibat perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang tidak
dapat diharapkan akan rukun lagi. Salah satu prinsip dalam hukum perkawinan nasional yang sejalan dengan
ajaran agama ialah mempersulit terjadinya perceraian. Hal ini terbukti dari ketentuan Pasal 39 ayat 1 dan 2 UUP dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975. Perceraian menurut garis hukum apapun dan dalam bentuk apapun hanya boleh dipergunakan sebagai jalan terakhir, sesudah usaha
perdamaian telah dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak ada jalan lain kecuali hanya perceraian itu. Pada kenyataannya telah terjadi pergeseran nilai dimana
alasan-alasan perceraian yang telah diatur secara limitatif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 hanya dianggap sebagai formalitas demi
tercapainya keinginan untuk bercerai. Hal ini sangat erat kaitannya dengan munculnya perceraian atas permufakatankesepakatan.
Contoh kasus pertama, perceraian antara Aldi Taher dan Dewi Persik dimana mereka membuat pernyataan kesepakatan untuk bercerai secara baik-
baik
105
dan juga sepakat untuk tidak melakukan mediasi karena masing-masing pihak sudah siap untuk bercerai. Pernyataan kesepakatan tersebut disampaikan
kepada majelis hakim.
106
Contoh kasus kedua, perceraian antara Sunardi Supangat dan Susan Bachtiar. Susan Bachtiar menyatakan bahwa perceraian ini didasari
atas keputusan bersama, tidak ada yang menggugat maupun yang tergugat, namun pengadilan memang harus ada yang menggugat dan tergugat.
107
Kedua contoh di atas cukup menggambarkan bahwa adanya permufakatan dalam perceraian. KUH Perdata memberikan pengertian mengenai perceraian
yaitu penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu. Maksudnya adalah Undang-Undang tidak
memperbolehkan perceraian dengan permufakatan saja antara suami dan isteri. Tuntutan perceraian harus dimajukan kepada hakim secara gugat biasa dalam
perkara perdata, yang harus didahului dengan meminta izin kepada Ketua
105
Finalia Kodrati, Inilah Kesepakatan Cerai Aldi dan Dewi Persik, http:showbiz.vivanews.comnewsread102622-inilah_kesepakatan_cerai_aldi___dewi_persik,
diakses tanggal 8 Pebruari 2011 Pukul 21.45
106
Ferry Noviandi, Sepakat Cerai Aldi-Dewi Persik Ogah Mediasi, http:www.inilah.comreaddetail176710sepakat-cerai-aldi-dewi-persik-ogah-mediasi, diakses
tanggal 8 Pebruari 2011 Pukul 21.46
107
Ferry Noviandi, Susan Bachtiar-Supardi Supangkat Sepakat Cerai, http:www.inilah.comreaddetail979502URLKARIKATUR, diakses tanggal 8 Pebruari 2011
Pukul 21.57
Pengadilan Negeri setempat untuk menggugat. Sebelum izin diberikan, Hakim harus berusaha untuk mendamaikan kedua belakh pihak.
108
Sejalan dengan KUH Perdata, UUP juga menghendaki dalam Pasal 39 yaitu :
1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak; 2 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami-isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-isteri. Jadi, pada dasarnya perceraian karena permufakatankesepakatan adalah
dilarang, hal ini untuk menghindari terjadinya penyelundupan dengan cara mengajukan gugatan perceraian dengan alasan tidak ada keharmonisan dalam
rumah tangga sehingga terjadi perselisihan terus menerus yang tidak dapat disatukan dalam ikatan perkawinan. Dengan begitu alasan sah untuk memecahkan
perkawinan telah dapat dibuktikan di depan majelis hakim.
C. Pergeseran Alasan Perceraian Mempengaruhi Perkembangan Hukum Perkawinan Di Indonesia